Masyarakat Tak Lagi Percaya dengan Keraton Solo
A
A
A
SOLO - Gagalnya rekonisiliasi yang dilakukan di tubuh Keraton Kasunanan Surakarta (Keraton Solo) berdampak sangat kompleks di berbagai lini. Bahkan saat ini kepercayaan masyarakat terhadap keraton juga semakin memudar.
Pengamat dari Universitas Sebelas Maret, Tunjung mengatakan rekonsiliasi yang dilakukan sejak beberapa waktu lalu justru menyisakan masalah hingga saat ini.
Menurutnya keraton masih saja terbagi menjadi dua kubu seperti sebelum rekonsiliasi dilakukan. Bahkan perpecahan itu saat ini terus meluas dari tingkatan atas hingga tingkatan yang terbawah.
Tidak adanya arahan yang jelas dari pemerintah membuat permasalahan itu terus ada dan terus terbawa hingga saat ini. Bahkan dampaknya masyarakat saat ini tidak lagi percaya dengan keberadaan pimpinan keraton yang ada saat ini.
"Dampaknya hingga ke arah situ, masyarakat sudah tidak mau lagi ngurusi Keraton lagi karena ujung-ujungnya cuman berebut kekuasaan, tidak mengurus budaya lagi," ujarnya, Jumat (8/1/2016).
Ia mengatakan dalam waktu dekat ini Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Kota Solo harus segera turun tangan menyelesaikan masalah tersebut.
Pemerintah harus kembali melakukan rekonsiliasi terhadap dua kelompok yang berseberangan pendapat. Namun arah rekonsiliasi yang dilakukan dalam waktu dekat ini harus lebih jelas dibandingkan dengan sebelumnya.
Tahapan yang harus dilakukan seperti apa, itu semua harus disiapkan dengan baik agar proses rekonsiliasi berjalan maksimal.
"Zaman kolonial saja, masalah seperti itu sudah terjadi dan kala itu pemerintah kolonial yang melakukan intervensi, nah sekarang tugas pemerintah Republik Indonesia yang mendamaikan mereka agar keberadaan keraton sebagai entitas budaya itu terus ada," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo, Eny Tyazni Suzana, mengatakan konflik yang terjadi di Keraton itu berdampak buruk di sektor pariwisata.
Saat ini jumlah kunjungan wisatawan asing ke Keraton Solo menurun drastis dibandingkan beberapa tahun yantg lalu. Jika konflik yang terjadi itu tidak teratasi dalam waktu dekat ini, maka kemungkinan besar dampak yang ditimbulkan akan semakin besar.
"Gara-gara konflik yang masih terjadi, masalah kebersihan keraton saja menjadi tidak terurus, nah hal-hal seperti inilah yang membuat wisatawan enggan untuk datang," pungkasnya.
Pengamat dari Universitas Sebelas Maret, Tunjung mengatakan rekonsiliasi yang dilakukan sejak beberapa waktu lalu justru menyisakan masalah hingga saat ini.
Menurutnya keraton masih saja terbagi menjadi dua kubu seperti sebelum rekonsiliasi dilakukan. Bahkan perpecahan itu saat ini terus meluas dari tingkatan atas hingga tingkatan yang terbawah.
Tidak adanya arahan yang jelas dari pemerintah membuat permasalahan itu terus ada dan terus terbawa hingga saat ini. Bahkan dampaknya masyarakat saat ini tidak lagi percaya dengan keberadaan pimpinan keraton yang ada saat ini.
"Dampaknya hingga ke arah situ, masyarakat sudah tidak mau lagi ngurusi Keraton lagi karena ujung-ujungnya cuman berebut kekuasaan, tidak mengurus budaya lagi," ujarnya, Jumat (8/1/2016).
Ia mengatakan dalam waktu dekat ini Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Kota Solo harus segera turun tangan menyelesaikan masalah tersebut.
Pemerintah harus kembali melakukan rekonsiliasi terhadap dua kelompok yang berseberangan pendapat. Namun arah rekonsiliasi yang dilakukan dalam waktu dekat ini harus lebih jelas dibandingkan dengan sebelumnya.
Tahapan yang harus dilakukan seperti apa, itu semua harus disiapkan dengan baik agar proses rekonsiliasi berjalan maksimal.
"Zaman kolonial saja, masalah seperti itu sudah terjadi dan kala itu pemerintah kolonial yang melakukan intervensi, nah sekarang tugas pemerintah Republik Indonesia yang mendamaikan mereka agar keberadaan keraton sebagai entitas budaya itu terus ada," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo, Eny Tyazni Suzana, mengatakan konflik yang terjadi di Keraton itu berdampak buruk di sektor pariwisata.
Saat ini jumlah kunjungan wisatawan asing ke Keraton Solo menurun drastis dibandingkan beberapa tahun yantg lalu. Jika konflik yang terjadi itu tidak teratasi dalam waktu dekat ini, maka kemungkinan besar dampak yang ditimbulkan akan semakin besar.
"Gara-gara konflik yang masih terjadi, masalah kebersihan keraton saja menjadi tidak terurus, nah hal-hal seperti inilah yang membuat wisatawan enggan untuk datang," pungkasnya.
(nag)