Silawan, Malin Kundang dari Labuhanbatu

Jum'at, 01 Januari 2016 - 05:00 WIB
Silawan, Malin Kundang...
Silawan, Malin Kundang dari Labuhanbatu
A A A
Mendengar kisah Malin Kundang tentunya akan teringat mengenai dongeng anak durhaka dari Sumatera Barat yang sangat melegenda tersebut.

Ternyata di Labuhanbatu, Sumatera Utara ada cerita mirip dengan kisah si Malin Kundang anak durhaka terhadap ibunya sehingga dikutuk menjadi batu.

Menurut Ancun Rambe (44) seorang seniman warga Kecamatan Bilah Barat, Kabupaten Labuhanbatu berdasarkan cerita leluhur pada zaman dahulu ada seorang pemuda pekerja keras bernama Silawan yang berasal dari perkampungan Sampuran.

Kini daerah itu masuk kawasan Kecamatan Bilah Barat, tepatnya di bagian hulu Sungai Bilah Kabupaten Labuhanbatu, Sumut.

Kisah Silawan ini cukup terkenal di Labuhanbatu. Konon Pemuda yang lahir dari keluarga miskin ini sudah mulai berlayar sejak usianya masih tergolong belia yaitu 12 tahun.

Kehidupan yang cukup keras itu pula menyebabkan dia dikenal dengan ketangguhannya melintasi Sungai Bilah dengan perahu mulai dari hulu hingga kebagian hilir di kampung Nelayan Negeri Lama.

Hampir setiap hari anak semata wayang dari Sarila ini melintasi Sungai Bilah membawa barang dagangan dengan menggunakan kapal miliknya.

Pelabuhan perdagangan di bawah Jembatan Sungai Bilah Rantauprapat yang terkenal di zaman dahulu merupakan rute yang setiap hari dilewati Silawan.

Dikalangan pedagang pemuda ini cukup dikenal karena memiliki hati yang mulia. Kehidupannya yang setiap hari berlayar itu, membuatnya semakin dewasa.

Satu hari kemudian, Silawan yang sedang beristirahat di pinggir Sungai di Kampung Nelayan Negeri Lama tanpa sengaja melihat seorang gadis desa yang cantik bernama Marni.

Melihat gadis cantik yang sedang melintas itu, membuat hati Silawan berkeinginan untuk lebih mengenalnya.

Bahkan dia siap mempersunting mengingat umurnya juga sudah semakin dewasa. Dia pun berusaha mendekati wanita desa itu melalui teman dekat Marni yang saat itu turut menemani gadis tersebut.

Kenekatan Silawan juga tidak perlu diragukan. Dari kehidupannya yang memiliki latar belakang keras itu, membuatnya lebih dewasa dari umurnya.

Niatnya untuk mempersunting Marni tidak main-main. Jika pemuda seusianya saat itu belum berani mendatangi orangtua dari gadis untuk menyampaikan niatnya, namun Silawan justru berbeda.

Dia nekat mendatangi secara langsung menyampaikan niatnya menikahi Marni kepada kedua orang tua wanita yang tinggal tidak jauh dari lokasi pertemuan mereka.

Silawan menyatakan perkenalan singkat dengan Marni membuatnya ingin mempersunting Marni menjadi istrinya.

Ternyata, niat tersebut langsung mendapat sambutan hangat dari keluarga putri Melayu tersebut.

Apalagi Silawan, sudah tersohor namanya karena kegigihannya mengangkut dagangan saudagar hingga ke Kota Rantauprapat.

Hanya berselang berapa hari kemudian, Silawan menikahi Marni tanpa diketahui oleh ibu sendiri yang sudah renta.

Setelah melakukan akad nikah, wanita yang taat kepada orang tua itu langsung dibawa Silawan mengarungi Sungai Bilah menuju kediaman ibunya di perkampungan Sampuran.

Pasangan ini berlayar mengikuti alur Sungai Bilah yang dikawal beberapa orang pekerja yang selama ini taat dengan perintah Silawan.

Sesampai di kediaman ibunya, istrinya dititipkan begitu saja di rumah orang tuanya. Dia tidak mau istri yang baru dinikahinya harus ikut setiap saat mengarungi Sungai.

Silawan kemudian berlayar menekuni profesinya sebagai pembawa barang dagangan. Hanya berselang satu tahun, Silawan menjadi menjadi orang terkaya di kampungnya.

Kondisnya mulai berubah, kalau sebelumnya hanya mengangkut barang dagangan, kini dia sudah sebagai pemilik barang dan juga pengangkut barangannya sendiri.

Setelah itu, dia tidak lagi mau tinggal bersama ibunya. Dia malah memilih pindah ke kampung istrinya di Perkampungan Nelayan di Negeri Lama.

Mereka menetap disini. Setiap hari pekerjaannya selalu membawa dagangan, sehingga tidak pernah singgah lagi untuk menjenguk ibunya yang hanya tinggal sendirian di Perkampungan Sampuran.

Begitulah hingga beberapa tahun kemudian lamanya, dia tak perduli lagi sama orang tuanya. Istrinya kemudian mengingatkann suaminya, agar sesekali sudi kiranya untuk menjenguk mertuanya yang sudah uzur.

Berkali-kali Marni mengingatkan suaminya agar mereka berdua silaturahmi ke kediaman mertuanya.

Pendek cerita, Silawan tak mampu lagi menolak ajakan istrinya yang selalu dijawabnya, nanti ke nanti. Bahkan Silawan nekat mengatakan ibunya sudah lama meninggal sebagai cara menghindari ajakan istrinya.

Namun istrinya tetap mengajak suaminya meskipun hanya melihat kuburan mertuanya saja. Akhirnya dia terpaksa mengikuti keinginan istrinya untuk mendatangi ibu kandungnya yang sudah tua renta itu.

Mereka pun berlayar dari kampung Nelayan Negeri lama sampai ke Sampuran. Ternyata ibu Silawan sudah sangat rindu kepada anaknya.

Hampir setiap hari ibu Silawan datang ke pinggir Sungai hanya untuk menunggu kedatangan anak semata wayangnya.

Saat itulah, ibu Silawan datang seraya mengucapkan," Anakku, kenapa tidak pernah menjengukk ku lagi selama ini? Aku kan sudah semakin tua anakku," kata ibu Silawan sambil tersedu menangis dihadapan anak dan menantunya. Namun Silawan malah memberi jawaban diluar dugaan ibunya sendiri.

"Aku tidak punya ibu seperti kau," kata Silawan. Dia merasa malu melihat ibunya yang sudah kondisinya tua.

Silawan kemudian tanpa ada rasa iba nekat menendang dan memukul wajah ibunya sendiri, seraya mengatakan, "Kau tidak seperti ibuku, " timpalnya.

Melihat perlakuan yang tak sepantasnya itu, istri Silawan berusaha menghalangi aksi suaminya. Namun gagal, karena tenaga suaminya jauh lebih kuat.

"Kan sudah kubilang aku tidak punya orang tua seperti dia," kata Silawan kepada istrinya.
Mendengar ungkapan dari seorang anak yang keluar dari rahimnya itu membuat ibunya sedih dan menangis.

"Kau adalah anak ku," ujar ibunya. Tetapi malah Silawan mengatakan kepada istrinya, jangan dengarkan nenek tua ini," ungkap Silawan.

Silawan kemudian, menyuruh pembantunya agar lebih cepat membongkar semua barang bawaan yang ada di kapal itu. Karena dia sudah muak melihat kehadiran perempuan yang tua tersebut.

Melihat anaknya sudah mengingkari dirinya, ibu Silawan tidak sabar lagi dan sambil menangis terus menyumpahi anaknya.

"Apabila kau berlayar, maka tidak akan selamat hidupmu dalam perjalanan. Aku menyumpah kau anak ku! Kau telah durhaka mengingkari ibumu sendiri," kata ibunya dengan gemetar.

Lalu Silawan tak mau kalah. Dia malah menjawabnya dengan kata-kata, "Mau sumpah apapun, kau tetap bukan ibu ku. Ibu ku sudah lama meninggal," hardik Silawan kepada ibunya sendiri.

Akibat situasi semakin memanas, rombongan Silawan pun bergegas mempersiapkan keberangkatan pulang menuju Negeri Lama. Semua rombongan naik ke atas kapal dan berlayar pulang.

Namun dalam perjalanan setengah hari di Kampung Tali, tiba-tiba hujan deras yang disertai gemuruh dan angin kencang turun.

Kapal yang ditumpangi Silawan bersama istri dan rombongan mulai oleng dihantam badai. Silawan terus berupaya mengendalikan kapalnya agar tidak terbalik.

Tetapi, justru kondisi itu tidak dapat dikendalikannya hingga akhirnya, kapal itupun terbalik dan tenggelam di Sungai Bilah.

Mendengar badai yang menenggelamkan kapal itu, beberapa hari kemudian warga berdatangan ke lokasi.

Namun masyarakat merasa heran karena di lokasi terbaliknya kapal Silawan justru timbul batu melintang di Sungai Bilah.

Air Sungai Bilah pun menjadi terbelah mengalir di sisi kiri dan kanan kapal yang menjadi batu besar itu, hingga menghantam pinggiran sungai. Timbulnya batu itu membuat warga heran dan takjub.

Incun menyatakan sesuai cerita dari tetua di Daerah Sungai Bilah, masyarakat mengetahui batu melintang adalah kapal yang ditumpangi Silawan bersama istri dan rombongan.

Bahkan, batu yang hingga saat ini masih melintas juga diisebut sebagai Pulau Lawan, karena masyarakat mengetahui Silawan kena kutuk akibat kedurhakaannya kepada orang tuanya sendiri.

Hingga saat ini batu melintang masih terdapat di Sungai Bilah. Akibatnya, sampan serta speed boat milik warga yang melintas terpaksa lebih hati-hati di daerah itu. Karena kondisi sungai menjadi terbelah akibat batu melintang tersebut.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5448 seconds (0.1#10.140)