Saat Korupsi Dijegal Ala Pop Culture
A
A
A
BANDUNG - Tindakan korupsi, membuat sebuah bangsa cacat. Tak hanya secara institusi, karakter koruptor pun menjadi penyakit mental yang seakan membunuh kecemerlangan generasi sebuah bangsa.
Lalu, saat korupsi seakan membudaya, menyelamatkan generasi berikutnya dari karakter ini, adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Melalui baris-baris lirik perlawanan yang anti korupsi, musisi kota Bandung, berusaha mendukung perlawanan terhadap penyakit mengerikan ini.
"Pukat harimau demokrasi, berpihak dalam dinding birokrasi, kontaminasi semua teritori, berani, sebelum biruku mewatak khalayak, mencari zombi betina,"
Kira-kira, itulah lirik lagu berjudul "Serum" yang dinyanyikan oleh band hiphop asal kota Bandung, Eye Feel Sick.
Lagu ini menjadi salah satu dari empat lagu yang dipersembahkan Kmunitas Musik Bandung untuk lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Melalui lirik lagu ini, setidaknya perlawanan terhadap tindakan korupsi, menjadi kepedulian dari para penggiat musik di kota tempat helaTan Festival Anti Korupsi ke-10 ini digelar, yakni kota Bandung.
Ada empat buah lagu yang dipersembahkan pada KPK, diantaranya "Sebagai Kawan" yang dinyanyikan oleh Banda Neira, "Korupsi Sampai Mati" oleh Alone At Last, "Konfrontasi Anti Solusi" oleh Taring, dan "Serum" oleh Eye Feel Sick.
Ketua Komunitas Musik Bandung Dadan Ketu menuturkan, lagu-lagu tersebut dibuat untuk KPK agar diperdengarkan pada khalayak ramai.
Tujuannya satu, yakni agar yang mendengarnya selalu ingat bahwa tindakan korupsi yang paling sederhana pun, mampu membuat sebuah generasi hancur.
Dengan musikalitasnya, mereka berharap agar nilai-nilai karakter yang anti korupsi, bisa ditanamkan pada anak muda saat ini.
"kalau yang tua-tua, sudahlah, kita sudah putus harapan. Tapi biarkan kami berupaya menanamkan anti korupsi ini, pada jiwa-jiwa muda sedini mungkin. Paling tidak, karakter ini diterapkan pada diri mereka sendiri dan keluarga saja dulu," ujarnya di sela-sela Konser Rakyat Anti Korupsi, di Lapangan Tegalega 11 Desember 2015.
Diungkapkannya, lagu-lagu ini memang dibuat khusus dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Internasional 2015.
Bilamana KPK ingin menggunakannya, pihaknya terbuka dan lagu ini pun bisa diunduh secara gratis di website : uncorruptedfest.com. Sejak peluncuran lagu ini 10 hari lalu, setidaknya sudah 10.000 akun yang mengunduh lagu-lagu tersebut.
"Lirik-lirik ini mewakili suara perlawanan kami terhadap tindakan korupsi di negeri ini. Melalui beragam genre musik, mulai dari Pop, Hip Hop, hingga Metal, kami ingin tetap konsisten melawan tindakan korupsi," terang pria yang juga Manager band cadas, Burgerkill ini.
Eks Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto mengutarakan bahwasannya dalam pencegahan terhadap tindakan korupsi, bisa dilakukan melalui seni, musik, dan perubahan budaya.
Ketiganya merupakan bagian penting perlawanan masyarakat terhadap kekuasaan otoritarian. Dan ia menyakini, saat ketiganya menjadi bagian penting, maka hasilnya pun tidak terbatas.
"Korupsi sudah menghancurkan nurani dan pikiran seseorang. Saat ini banyak hal yang tidak commonsense. Ketamakan adalah penyakit, dan melalui kesenian juga kebudayaanlah, bisa menaklukan, meluluh lantakan penyakit itu," ujarnya.
Perlawanan melalui lirik lagu, adalah sebuah perlawanan ala pop culture. Dan ini, menurut Bambang, adalah langkah yang tepat untuk melakukan pencegahan terhadap korupsi pada generasi muda saat ini.
Ia pun membayangkan, bilamana 10 hingga 20 tahun ke depan, muda-mudi berjejer menyuarakan anti korupsi dengan lagu-lagu ini.
"Musisi ini punya massa, punya pengaruh besar terhadap khalayak. Misalkan saja, Slank dengan para Slankers-nya, juga Iwan Fals dengan Oi-nya, bisa menjadi agen perubahan perilaku bagi generasi mendatang yang anti korup," tegasnya.
Baginya, melakukan pemberantasan korupsi tak perlu berdarah-darah. Bersinergi dengan komunitas dan dekat dengan masyarakat, menjadi modal utama.
Ia menilai, selama ini pemberantasan korupsi seolah-olah hanya pada persoalan menangkap para koruptor saja.
Padahal, menurutnya, untuk menelaah, membongkar latar belakang sebuah tindakan korup bisa dilakukan melalui pendekatan seni dan budaya, karena dalam kedua hal tersebut terdapat gerakan masyarakat.
"Festival ini tidak hanya sebuah celebrasi, tetapi juga menekankan pada penanaman nilai integritas. Melihat spirit dan animo anak muda di sini, ke depan, Indonesia bisa bebas korupsi dan ini bisa jadi dimulai dari kota ini," terangnya.
Dulu, kata Bambang, pada masa penjajahan, ada pelarangan terhadap pemutaran film karena disinyalir bisa membangkitkan semangat pembebasan bagi yang menontonya.
Ini menjadi bukti, bahwasannya dalam aspek seni selalu terdapat pesan, bisa berupa perlawanan, semangat, dan dukungan terhadap sesuatu.
Maka, Bambang pun optimis, melalui seni dan budaya, upaya pencegahan terhadap perilaku korupsi pada generasi muda, akan bisa efektif.
"Dengan semangat anak muda kota Bandung dalam melawan tindakan korupsi, ini bisa menjadi sebuah spirit yang bahkan bisa menjadikannya spirit Bandung Lautan Api kedua," pungkasnya.
Lalu, saat korupsi seakan membudaya, menyelamatkan generasi berikutnya dari karakter ini, adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Melalui baris-baris lirik perlawanan yang anti korupsi, musisi kota Bandung, berusaha mendukung perlawanan terhadap penyakit mengerikan ini.
"Pukat harimau demokrasi, berpihak dalam dinding birokrasi, kontaminasi semua teritori, berani, sebelum biruku mewatak khalayak, mencari zombi betina,"
Kira-kira, itulah lirik lagu berjudul "Serum" yang dinyanyikan oleh band hiphop asal kota Bandung, Eye Feel Sick.
Lagu ini menjadi salah satu dari empat lagu yang dipersembahkan Kmunitas Musik Bandung untuk lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Melalui lirik lagu ini, setidaknya perlawanan terhadap tindakan korupsi, menjadi kepedulian dari para penggiat musik di kota tempat helaTan Festival Anti Korupsi ke-10 ini digelar, yakni kota Bandung.
Ada empat buah lagu yang dipersembahkan pada KPK, diantaranya "Sebagai Kawan" yang dinyanyikan oleh Banda Neira, "Korupsi Sampai Mati" oleh Alone At Last, "Konfrontasi Anti Solusi" oleh Taring, dan "Serum" oleh Eye Feel Sick.
Ketua Komunitas Musik Bandung Dadan Ketu menuturkan, lagu-lagu tersebut dibuat untuk KPK agar diperdengarkan pada khalayak ramai.
Tujuannya satu, yakni agar yang mendengarnya selalu ingat bahwa tindakan korupsi yang paling sederhana pun, mampu membuat sebuah generasi hancur.
Dengan musikalitasnya, mereka berharap agar nilai-nilai karakter yang anti korupsi, bisa ditanamkan pada anak muda saat ini.
"kalau yang tua-tua, sudahlah, kita sudah putus harapan. Tapi biarkan kami berupaya menanamkan anti korupsi ini, pada jiwa-jiwa muda sedini mungkin. Paling tidak, karakter ini diterapkan pada diri mereka sendiri dan keluarga saja dulu," ujarnya di sela-sela Konser Rakyat Anti Korupsi, di Lapangan Tegalega 11 Desember 2015.
Diungkapkannya, lagu-lagu ini memang dibuat khusus dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Internasional 2015.
Bilamana KPK ingin menggunakannya, pihaknya terbuka dan lagu ini pun bisa diunduh secara gratis di website : uncorruptedfest.com. Sejak peluncuran lagu ini 10 hari lalu, setidaknya sudah 10.000 akun yang mengunduh lagu-lagu tersebut.
"Lirik-lirik ini mewakili suara perlawanan kami terhadap tindakan korupsi di negeri ini. Melalui beragam genre musik, mulai dari Pop, Hip Hop, hingga Metal, kami ingin tetap konsisten melawan tindakan korupsi," terang pria yang juga Manager band cadas, Burgerkill ini.
Eks Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto mengutarakan bahwasannya dalam pencegahan terhadap tindakan korupsi, bisa dilakukan melalui seni, musik, dan perubahan budaya.
Ketiganya merupakan bagian penting perlawanan masyarakat terhadap kekuasaan otoritarian. Dan ia menyakini, saat ketiganya menjadi bagian penting, maka hasilnya pun tidak terbatas.
"Korupsi sudah menghancurkan nurani dan pikiran seseorang. Saat ini banyak hal yang tidak commonsense. Ketamakan adalah penyakit, dan melalui kesenian juga kebudayaanlah, bisa menaklukan, meluluh lantakan penyakit itu," ujarnya.
Perlawanan melalui lirik lagu, adalah sebuah perlawanan ala pop culture. Dan ini, menurut Bambang, adalah langkah yang tepat untuk melakukan pencegahan terhadap korupsi pada generasi muda saat ini.
Ia pun membayangkan, bilamana 10 hingga 20 tahun ke depan, muda-mudi berjejer menyuarakan anti korupsi dengan lagu-lagu ini.
"Musisi ini punya massa, punya pengaruh besar terhadap khalayak. Misalkan saja, Slank dengan para Slankers-nya, juga Iwan Fals dengan Oi-nya, bisa menjadi agen perubahan perilaku bagi generasi mendatang yang anti korup," tegasnya.
Baginya, melakukan pemberantasan korupsi tak perlu berdarah-darah. Bersinergi dengan komunitas dan dekat dengan masyarakat, menjadi modal utama.
Ia menilai, selama ini pemberantasan korupsi seolah-olah hanya pada persoalan menangkap para koruptor saja.
Padahal, menurutnya, untuk menelaah, membongkar latar belakang sebuah tindakan korup bisa dilakukan melalui pendekatan seni dan budaya, karena dalam kedua hal tersebut terdapat gerakan masyarakat.
"Festival ini tidak hanya sebuah celebrasi, tetapi juga menekankan pada penanaman nilai integritas. Melihat spirit dan animo anak muda di sini, ke depan, Indonesia bisa bebas korupsi dan ini bisa jadi dimulai dari kota ini," terangnya.
Dulu, kata Bambang, pada masa penjajahan, ada pelarangan terhadap pemutaran film karena disinyalir bisa membangkitkan semangat pembebasan bagi yang menontonya.
Ini menjadi bukti, bahwasannya dalam aspek seni selalu terdapat pesan, bisa berupa perlawanan, semangat, dan dukungan terhadap sesuatu.
Maka, Bambang pun optimis, melalui seni dan budaya, upaya pencegahan terhadap perilaku korupsi pada generasi muda, akan bisa efektif.
"Dengan semangat anak muda kota Bandung dalam melawan tindakan korupsi, ini bisa menjadi sebuah spirit yang bahkan bisa menjadikannya spirit Bandung Lautan Api kedua," pungkasnya.
(nag)