Setiap Hari Siswa di Kedungjati Berjalan 2 KM ke Sekolah

Senin, 16 November 2015 - 15:35 WIB
Setiap Hari Siswa di...
Setiap Hari Siswa di Kedungjati Berjalan 2 KM ke Sekolah
A A A
BANTUL - Sebanyak 133 Kepala Keluarga (KK) yang berada di Dusun Kedungjati, Desa Selopamioro, hidup terisolir. Tak ada jalan yang memadai ketika ingin mencapai wilayah tersebut.

Rapidi, Kaum Rois di Dusun Kedungjati mengungkapkan, ada 133 KK yang tinggal di RT 04 dan 06 Dusun Kedungjati yang masih sulit untuk beraktivitas, lantaran tak ada akses jalan menuju ke dusun mereka di ujung timur Desa Selopamioro.

"Satu-satunya akses adalah jalan setapak di sisi barat Sungai Oya. Jalan setapak ini aksesnya cukup sulit. Karena berada di tebing sungai yang curam dan lebarnya hanya sekitar semester,” tuturnya, Senin (16/11/2015).

Warga dua RT ini memang kesulitan untuk mengakses transportasi umum atau jenis transportasi lainnya. Kehidupan mereka seolah terbelenggu karena ketidakberdayaan pemerintah desa menyediakan akses jalan bagi mereka.

"Untuk menuju ke dusun mereka, warga harus berjalan kaki sekitar satu kilometer. Warga sebetulnya bisa menggunakan motor. Hanya saja, penggunaannya masih terbatas ketika musim kemarau saja," jelasnya.

Ketika musim hujan, jalan setapak yang berada di tebing sungai dengan kemiringan yang curam ini menjadi licin. Motor yang dikendarai harus digunakan secara ekstra hati-hati jika ingin mengakses ke dua RT tersebut.

"Karena akses jalan yang sulit itu pula anak-anak harus berjalan sekitar dua kilometer ke sekolah terdekat. Hampir setiap pagi dan siang, anak-anak sekolah berjalan menyusuri jalan setapak di tebing sungai," paparnya.

Demikian juga dengan penduduk di dua RT tersebut sering mengeluarkan biaya ekstra untuk kepentingan tertentu. “Kalau membawa hasil bumi paling sulit,” terangnya.

Biaya pembangunan infrastruktur di dua RT tersebut memang menjadi sedikit lebih mahal dibanding wilayah lain. Rapidi mencontohkan, untuk mengangkut pasir satu bak truk ke kampung tersebut warga harus menambah biaya cukup besar.

"Untuk mengantar pasir menuju ke kampungnya, kami harus menambah biaya dari hasil menjual satu ekor kambing. Ongkos ekstra tersebut untuk melansir (mengambil pasir sedikit demi sedikit dengan menggunakan alat angkut lebih kecil)," tambahnya.

Sementara itu, Lurah Desa Selopamioro Himawan Sadjati mengaku, dirinya bingung mencari solusi untuk membuka akses jalan ke dua RT di kampung tersebut. Dia tak bisa berbuat banyak untuk warga di wilayah paling timur ini.

"Tebing batu yang menjulang di pinggir Sungai Oya ini menjadi hambatan pembangunan jalan. Batu-batu raksasa tersebut sangat sulit dihancurkan, karena secara manual sangat tidak mungkin,” ungkapnya.

Padahal, jika menggunakan alat berat, sesuai ketentuan pemerintah desa tidak diperbolehkan menyewa alat berat dengan anggaran desa. Dia hanya bisa berharap agar pemerintah DIY segera turun tangan untuk mengatasi keluhan warga ini.

"Terlebih jika dibangun secara baik akses jalan di kedung jati bisa menghubungkan dengan desa Banyusoca di Kecamatan Playen Gunungkidul," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0940 seconds (0.1#10.140)