Konflik Tanah, Puluhan Preman Diterjunkan Takuti Warga Wonodadi

Selasa, 27 Oktober 2015 - 16:11 WIB
Konflik Tanah, Puluhan Preman Diterjunkan Takuti Warga Wonodadi
Konflik Tanah, Puluhan Preman Diterjunkan Takuti Warga Wonodadi
A A A
KUBU RAYA - Sekitar 300 warga yang ada di Jalan Wonodadi II, Gang Permata, Desa Arang Limbung, Kubu Raya, merasa gerah dengan aksi seorang mafia tanah Amir Abas Mansur yang telah merampas tanah mereka.

Warga sekitar merasa tidak aman dalam mencari nafkah di lahannnya sendiri karena Amir telah mendatangkan eksavator untuk merusak tanaman mereka.

Tidak hanya itu saja, Amir yang dikenal warga setempat sebagai mafia tanah telah menerjunkan puluhan preman yang sengaja dibayar untuk mengancam warga yang notebane sebagai pemilik sah lahan tersebut.

Cerita lahan yang dipermasalahkan tersebut berawal pada tahun 1995 yang mana pada saat itu Amir mengajak orang-orang dari Sambas untuk menggarap lahan yang pada saat itu berstatus hutan negara.

Amir juga telah menjanjikan kepada orang-orang pendatang tersebut untuk menggarapnya dan besaran lahan yang digarap akan dibagi dua dengan yang menggarap dan Pak Amir.

Namun setelah lahan itu berhasil digarap oleh orang-orang yang didatangkannya, ternyata Amir mengingkari janjinya dengan mengatakan kepada warga bahwa di lahan tersebut tidak ada lahan warga.

Amir sempat menghilang dan kembali lagi dengan membawa orang-orang lain untuk menggarap lahan yang sebelumnya telah digarap. Seiring waktu berjalan warga yang merasa telah memiliki lahan mengantongi sertifikat.

Namun begitu, masih ada juga tanah itu yang masih berstatus SPT, dan tanpa ada surat-surat tanah Pak Amir menggarap lahan-lahan milik warga tersebut.

Satu di antara warga Suaibah (56) menjelaskan kalau dirinya bersama orang-orang dari Sambas diajak Amir untuk menggarap lahan dan dijanjikan lahan yang digarap akan dibagi dua dengan dirinya. Namun ternyata janji itu tidak di tepatinya.
"Malahan tanah yang telah suami saya garap tidak kunjung diberikannya," ucapnya, kepada wartawan, Selasa (27/10/2015).

Warga lainnya A Budiman menyebutkan, kalau tanah ini sudah memiliki sertifikat kurang lebih sebanyak 300 sertifikat, serta 70 yang SPT. Ulah dari Amir yang telah menyerebot tanah lantaran dirinya pernah meminta kepada masyarakat yang didatangkannya dari Sambas untuk menggarap tanah yang dahulunya adalah hutan rimba.

"Tetapi karena tanah sebagian itu sudah dijual oleh dia (Amir) kepada sebanyak 208 orang dan saya ada datanya yang diajukan kepada BPN pada tahun 2006, karena datanya data mentah maka di tolak oleh pihak BPN, dan dari BPN mengatakan bahwa di atas tanah itu sudah ada atas nama orang lain," katanya.

Kemudian, lanjut Budi, pihak Amir membuat surat somasi ke BPN untuk meminta data. Namun dari pihak BPN tidak mau memberikan data, dan pada saat itu ada orang suruhan dari Amir ke lapangan.

Kebetulan, katanya dirinya memberikan uang ganti menggarap lahan kepada warga setempat yang sebelumnya telah menggarap lahan itu, dan luas tanah miliknya tidak sampai 1 hektare hanya 779 meter persegi, kemudian tanah itu dirinya pasang plang di atas lahan dengan nomor sertifikatnya.

"Melihat tanah saya sudah lapang, maka Amir melakukan gugatan kepada saya untuk membatalkan sertifikat yang saya miliki ke PTUN dengan gugatan pertama adalah BPN. Karena alamat rumah saya pindah-pindah, sehingga surat dari PTUN kepada saya tidak pernah sampai ke tangan. Pas sampai surat kepada saya sudah memasuki sidang lapangan," jelasnya.

Dijelaskannya, walau yang digugat adalah pihak BPN, namun dirinya terpaksa masuk juga lantaran tanah yang dijadikan masalah adalah tanahnya. Pada saat sidang lapangan juga tidak diketahuinya dan pihak PTUN juga tidak sampai ke tanahnya.

"Sebenarnya saya mau pakai pengacara, namun saran dari BPN tidak perlu pakai pengacara karena bukti-bukti dari pihak BPN sudah sangat kuat. Karena saya yakin, maka tidak pakai pengacara sehingga keluar putusan PTUN yang memenangkan gugatan pihak Amir," ucapnya.

Kemudian, dirinya mengajukan banding dengan menggunakan pengacara dan akhirnya menang di Pengadilan Tinggi di Jakarta. Namun merasa kurang puas, Amir mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (NA) dan akhirnya menang.

Lalu dia mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Tetapi entah mengapa, PK-nya ditolak dengan alasan telat 180 hari, padahal dirinya menggunakan pengacara, dan mengapa pengacara tidak mengetahui masalah itu.

"Dari dasar itulah Pak Amir berkoar-koar bahwa dia sudah menang. Padahal dia menang untuk pembatalan sertifikat, dan bukan menang atas kepemilikan lahan, dan masih ada satu tahap lagi, dan memang saya belum melakukan tahap itu," katanya.

Selanjutnya, sambung Budi, Pak Amir menunjuk orang-orangnya untuk menggarap lahan tersebut dengan janji yang sama akan membagi dua lahan tersebut. Padahal lahan itu seluruhnya sudah bersertifikat atas nama orang lain.

Yang lebih gila lagi, sebut Budi, kalau Amir mengakui ada lahan milihnya seluas 200 hektare. Padahal tanahnya sudah tidak ada lagi di sana.

"Amir itu perampok tanah, karena kalau dia merasa menang atas tanah saya yang luasnya tidak sampai 1 hektare, namun mengapa semua tanah tersebut diakuinya sebagai miliknya," ungkapnya.

Akibat klaim dari Amir, katanya, banyak tanaman warga yang dirusak, dan Amir juga telah membuat parit jumbo di tanah warga seolah-olah lahan itu miliknya sendiri.

"Yang aneh lagi eksavator kerjanya pada malam hari dan masuk tanpa ada izin dengan aparat desa," jelasnya.

Senada juga diungkapkan oleh Pak Taufik, yang notebane memiliki lahan sempat ketakutan lantaran diancam oleh belasan preman dari pihak Pak Amir, dan lahannya dan warga di datangi alat berat.

"Saya sempat ketakutan dengan ancaman para preman bayaran tersebut," ungkap bapak bertubuh kecil itu.

Terpisah, Wakil Ketua DPD LAKI Kalbar Edy Ruslan menyebutkan lantaran ada laporan dari masyarakat baik di polsek, polres, polda, namun tidak ada respon dari pihak penegak hukum menurut korban. Apalagi sudah enam kali membuat laporan sejak tahun 2013 sejak sekarang tahun 2015.

"Kami minta kepada teman-teman dikepolisian untuk segera menindak lanjuti laporan dari masyarakat yang menjadi korban. Karena saya kuatir jika masalah ini tidak diselesaikan akan terjadi konflik antar kelompok," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3935 seconds (0.1#10.140)