40 Bidang Tanah Petani Hilang Tertutup Pasir
A
A
A
BANTUL - 40 bidang tanah bersertifikat milik petani di kawasan seputaran Dusun Mancingan telah hilang akibat pembentukan gumuk pasir.
Pasir-pasir yang bergerak karena hembusan angin tersebut biasanya membentuk gunung-gunung pasir dan belakangan disebut sebagai gumuk pasir.
Warga Dusun Mancingan Desa Parangtritis, Watin mengatakan, tahun 1964 yang lalu gumuk pasir di sepanjang Pantai Parangkusumo hingga Pantai Depok tidak berbentuk seperti saat ini.
Di mana saat itu masih banyak pohon Widuri (rumput berbentuk matahari yang biasa berlarian ketika ditiup angin) tanpa ada pepohonan sama sekali.
"Saat itu, bentuk gumuk pasir selalu berubah-ubah dan terus bergerak. Nah karena tidak ada penghalang, setidaknya ada 40 bidang tanah yang akhirnya tertutup pasir yang tertiup angin tersebut," ungkapnya, Rabu (14/10/2015).
40 bidang tanah yang berwujud sawah hilang tertutup oleh pasir yang dibawa angin. Namun meski tanah mereka hilang, para petani masih terus membayar pajak dari 40 bidang sawah milik mereka ke pemerintah.
Karena khawatir terjadi ‘bencana’ seperti 40 bidang sawah tersebut, akhirnya pemerintah desa setempat memerintahkan untuk melakukan penghijauan.
Saat itu, pemerintah desa setempat melalui kepala urusan ekonomi dan pembangunan (Kaur Ekbang) memiliki pemikiran jika ada pepohonan maka pembentukan gumuk akan terhenti.
Dan sawah-sawah milik petani yang berada di sebelah utara gumuk akan terlindungi, tidak tertutup oleh pasir.
Sejak saat itu, penanaman berbagai jenis tumbuhan mulai dilakukan, meski tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh karena berada di tanah yang berpasir.
"Benar memang akhirnya tidak ada lagi sawah yang hilang akibat tertutup pasir," ujarnya.
Sejak saat itu pula, beberapa bangunan mulai didirikan oleh masyarakat sekitar. Bangunan-bangunan tersebut berdiri di sepanjang jalan tembus antara Pantai Parangkusumo hingga Pantai Depok.
Watin juga mengungkapkan, sebelum ada bangunan di sepanjang jalan tersebut, kawasan gumuk pasir merupakan tempat favorit untuk melakukan tindak kriminal.
Pasir-pasir yang bergerak karena hembusan angin tersebut biasanya membentuk gunung-gunung pasir dan belakangan disebut sebagai gumuk pasir.
Warga Dusun Mancingan Desa Parangtritis, Watin mengatakan, tahun 1964 yang lalu gumuk pasir di sepanjang Pantai Parangkusumo hingga Pantai Depok tidak berbentuk seperti saat ini.
Di mana saat itu masih banyak pohon Widuri (rumput berbentuk matahari yang biasa berlarian ketika ditiup angin) tanpa ada pepohonan sama sekali.
"Saat itu, bentuk gumuk pasir selalu berubah-ubah dan terus bergerak. Nah karena tidak ada penghalang, setidaknya ada 40 bidang tanah yang akhirnya tertutup pasir yang tertiup angin tersebut," ungkapnya, Rabu (14/10/2015).
40 bidang tanah yang berwujud sawah hilang tertutup oleh pasir yang dibawa angin. Namun meski tanah mereka hilang, para petani masih terus membayar pajak dari 40 bidang sawah milik mereka ke pemerintah.
Karena khawatir terjadi ‘bencana’ seperti 40 bidang sawah tersebut, akhirnya pemerintah desa setempat memerintahkan untuk melakukan penghijauan.
Saat itu, pemerintah desa setempat melalui kepala urusan ekonomi dan pembangunan (Kaur Ekbang) memiliki pemikiran jika ada pepohonan maka pembentukan gumuk akan terhenti.
Dan sawah-sawah milik petani yang berada di sebelah utara gumuk akan terlindungi, tidak tertutup oleh pasir.
Sejak saat itu, penanaman berbagai jenis tumbuhan mulai dilakukan, meski tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh karena berada di tanah yang berpasir.
"Benar memang akhirnya tidak ada lagi sawah yang hilang akibat tertutup pasir," ujarnya.
Sejak saat itu pula, beberapa bangunan mulai didirikan oleh masyarakat sekitar. Bangunan-bangunan tersebut berdiri di sepanjang jalan tembus antara Pantai Parangkusumo hingga Pantai Depok.
Watin juga mengungkapkan, sebelum ada bangunan di sepanjang jalan tersebut, kawasan gumuk pasir merupakan tempat favorit untuk melakukan tindak kriminal.
(nag)