Revitalisasi Hutan Kota Malabar Batal
A
A
A
MALANG - Rencana revitalisasi Hutan Kota Malabar yang dilaksanakan atas bantuan dana corporate social responsibility (CSR) PT Amerta Indah Otsuka, dipastikan batal. Kepastian tersebut keluar setelah perusahaan air minum dalam kemasan ini menarik bantuannya.
Sedianya, PT Amerta Indah Otsuka akan menyalurkan dana CSR senilai RP2,5 miliar untuk merevitalisasi hutan kota di Jalan Malabar, Kelurahan Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Menurut Corporate Communication PT Amerta Indah Otsuka, Glen Noya, penarikan dana sosial ini terpaksa dilakukan karena masih adanya polemik dalam pelaksanaan revitalisasi tersebut.
“Seluruh pekerjaan di lapangan sudah kami hentikan,” ujarnya, kemarin. Tidak ada lagi aktivitas pembangunan di hutan kota tersebut. Para pekerja di lapangan sudah mengemasi barang-barang mereka. Begitu juga berbagai peralatan pekerjaan pembangunan. Menurut Glen, pekerja harusdipulangkankarenasudah tidak ada kegiatan revitalisasi.
Saat ini, pihaknya sedang menghitung nilai pekerjaan yang sudah dilakukan rekanan proyek revitalisasi. “Tentunya kami juga harus menyelesaikan kewajiban pembayaran terhadap rekanan atas kerja yang sudah dilaksanakan,” ungkapnya. Belum diketahui hitungan secara detail, proses pekerjaan dan nilai pekerjaan yang sudah dikerjakan di lapangan.
Tetapi, diperkirakan pekerjaan sudah mencapai sekitar 20% dengan nilai lebih dari Rp500 juta. Setelah seluruh kewajiban kepada rekanan tersebut terselesaikan, pihaknya baru akan melakukan koordinasi ulang dengan Pemkot Malang. Beberapa pekerjaan yang sudah terselesaikan di antaranya pembuatan joging track(jalurlari), tempat duduk, dan pembuatan rangka besi untuk rumah pohon.
Selain itu, juga tampak lubang- lubang untuk penambahan pohon. Beberapa material pembangunan juga masih tampak menumpuk di lokasi. Glen menegaskan, tidak ada satu pohon pun yang ditebang. Semuanya bisa dicek langsung di lapangan. Pembatalan oleh PT Amerta Indah Otsuka ini membuat Hutan Kota Malabar terancam mangkrak.
Wali Kota Malang M Anton mengaku tidak mungkin menggantikan anggaran revitalisasi dari APBD Kota Malang karena tidak dianggarkan. Orang nomor satu di Pemkot Malang ini mengaku belum tahu bagaimana kelanjutkan pelaksanaan revitalisasi, pascapembatalan penyaluran CSR tersebut.
“Sekarang, semua terpaksa menerima kondisi ini. Programnya memang menggunakan dana CSR, tidak ada anggaran di APBD,” tegasnya. Kejadian ini dikawatirkan akan berdampak buruk terhadap iklim investasi di Kota Malang. Para investor maupun perusahaan bisa enggan menanamkan investasi serta menyalurkan dana CSR ke Kota Malang akibat suasana yang tidak kondusif.
“Kalau ada investor akan menanamkan investasi, menghadapi sistem berbelitbelit, harus lewat dewan, pastinya investor akan takut,” ujarnya. Saat ini Anton mengaku pasrah dan membiarkan masyarakat member penilaian sendiri. Rencananya, dia akan mengadukan persoalan ini ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Presiden. Sebab program revitalisasi ini juga berdasarkan anjuran dari pusat.
Dia meminta agar kalangan DPRD Kota Malang juga bisa mengerti program CSR tersebut untukkepentinganlayananpublik. Selama ini, penyaluran dana CSR dari perusahaan swasta juga belum ada peraturan daerahnya. Mendapat tudingan sebagai faktor penghambat masuknya dana CSR untuk pembenahan sarana public, Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono menegaskan, pihaknya tidak pernah menghambat pelaksanaan revitalisasi tersebut.
“Kami tidak pernah menolak dan menghambatnya. Yang kami lakukan hanya mengingatkan agar program revitalisasi tidak melanggar aturan,” tegasnya. Selama ini, menurutnya Pemkot Malang tidak pernah berkomunikasi dengan DPRD untuk melakukan revitalisasi Hutan Kota Malabar.
Seharusnya, Pemkot tetap berkoordinasi dengan DPRD meski dana pembangunannya menggunakan dana CSR swasta. Sebab hutan kota tersebut merupakan aset Kota Malang. Arif menganggap tidak tepat jika Pemkot menyalahkan DPRD sebagai faktor penghambat program revitalisasi tersebut.
“Pelaksanaan revitalisasi ini diprotes kelompok masyarakat karena menilai revitalisasi yang dilakukan mengubah fungsi hutan kota menjadi taman. Makanya kami mengingatkan agar tidak ada pelanggaran aturan,” tegasnya.
Yuswantoro
Sedianya, PT Amerta Indah Otsuka akan menyalurkan dana CSR senilai RP2,5 miliar untuk merevitalisasi hutan kota di Jalan Malabar, Kelurahan Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Menurut Corporate Communication PT Amerta Indah Otsuka, Glen Noya, penarikan dana sosial ini terpaksa dilakukan karena masih adanya polemik dalam pelaksanaan revitalisasi tersebut.
“Seluruh pekerjaan di lapangan sudah kami hentikan,” ujarnya, kemarin. Tidak ada lagi aktivitas pembangunan di hutan kota tersebut. Para pekerja di lapangan sudah mengemasi barang-barang mereka. Begitu juga berbagai peralatan pekerjaan pembangunan. Menurut Glen, pekerja harusdipulangkankarenasudah tidak ada kegiatan revitalisasi.
Saat ini, pihaknya sedang menghitung nilai pekerjaan yang sudah dilakukan rekanan proyek revitalisasi. “Tentunya kami juga harus menyelesaikan kewajiban pembayaran terhadap rekanan atas kerja yang sudah dilaksanakan,” ungkapnya. Belum diketahui hitungan secara detail, proses pekerjaan dan nilai pekerjaan yang sudah dikerjakan di lapangan.
Tetapi, diperkirakan pekerjaan sudah mencapai sekitar 20% dengan nilai lebih dari Rp500 juta. Setelah seluruh kewajiban kepada rekanan tersebut terselesaikan, pihaknya baru akan melakukan koordinasi ulang dengan Pemkot Malang. Beberapa pekerjaan yang sudah terselesaikan di antaranya pembuatan joging track(jalurlari), tempat duduk, dan pembuatan rangka besi untuk rumah pohon.
Selain itu, juga tampak lubang- lubang untuk penambahan pohon. Beberapa material pembangunan juga masih tampak menumpuk di lokasi. Glen menegaskan, tidak ada satu pohon pun yang ditebang. Semuanya bisa dicek langsung di lapangan. Pembatalan oleh PT Amerta Indah Otsuka ini membuat Hutan Kota Malabar terancam mangkrak.
Wali Kota Malang M Anton mengaku tidak mungkin menggantikan anggaran revitalisasi dari APBD Kota Malang karena tidak dianggarkan. Orang nomor satu di Pemkot Malang ini mengaku belum tahu bagaimana kelanjutkan pelaksanaan revitalisasi, pascapembatalan penyaluran CSR tersebut.
“Sekarang, semua terpaksa menerima kondisi ini. Programnya memang menggunakan dana CSR, tidak ada anggaran di APBD,” tegasnya. Kejadian ini dikawatirkan akan berdampak buruk terhadap iklim investasi di Kota Malang. Para investor maupun perusahaan bisa enggan menanamkan investasi serta menyalurkan dana CSR ke Kota Malang akibat suasana yang tidak kondusif.
“Kalau ada investor akan menanamkan investasi, menghadapi sistem berbelitbelit, harus lewat dewan, pastinya investor akan takut,” ujarnya. Saat ini Anton mengaku pasrah dan membiarkan masyarakat member penilaian sendiri. Rencananya, dia akan mengadukan persoalan ini ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Presiden. Sebab program revitalisasi ini juga berdasarkan anjuran dari pusat.
Dia meminta agar kalangan DPRD Kota Malang juga bisa mengerti program CSR tersebut untukkepentinganlayananpublik. Selama ini, penyaluran dana CSR dari perusahaan swasta juga belum ada peraturan daerahnya. Mendapat tudingan sebagai faktor penghambat masuknya dana CSR untuk pembenahan sarana public, Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono menegaskan, pihaknya tidak pernah menghambat pelaksanaan revitalisasi tersebut.
“Kami tidak pernah menolak dan menghambatnya. Yang kami lakukan hanya mengingatkan agar program revitalisasi tidak melanggar aturan,” tegasnya. Selama ini, menurutnya Pemkot Malang tidak pernah berkomunikasi dengan DPRD untuk melakukan revitalisasi Hutan Kota Malabar.
Seharusnya, Pemkot tetap berkoordinasi dengan DPRD meski dana pembangunannya menggunakan dana CSR swasta. Sebab hutan kota tersebut merupakan aset Kota Malang. Arif menganggap tidak tepat jika Pemkot menyalahkan DPRD sebagai faktor penghambat program revitalisasi tersebut.
“Pelaksanaan revitalisasi ini diprotes kelompok masyarakat karena menilai revitalisasi yang dilakukan mengubah fungsi hutan kota menjadi taman. Makanya kami mengingatkan agar tidak ada pelanggaran aturan,” tegasnya.
Yuswantoro
(ftr)