Kangen Yanti Dibawa Sampai Mati
A
A
A
BLITAR - Rindu itu tidak bisa ditahan lagi. Rindu yang menjadi alasan Suyanti (37) harus segera menginjakkan kaki di Indonesia.
Dalam sambungan telepon selular beberapa sesaat sebelum musibah terjadi 3 September 2015 lalu Yanti sapaan akrab Suyanti mengatakan, tidak bisa mengulur waktu lagi untuk tidak bertemu dua buah hatinya Ike Yuli (13) dan Dewi Khoirin Nisa (9).
Yanti mengaku tidak sabar menatap wajah darah dagingnya yang dia tinggal merantau selama enam tahun di Kualalumpur, Malaysia.
"Itu telepon terakhirnya sebelum naik ke kapal yang akhirnya tenggelam. Katanya keinginan pulang karena kangen dengan anaknya, " tutur Sumaji (70) ayah Suyanti ditemui di rumah duka Dusun Sidomulyo, RT 3 RW 9 Desa Sidorejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar Selasa (8/9/2015).
Komunikasi yang berlangsung cukup lama itu diterima bergantian. Rindu buah hati yang tertahan, saling bertukar kabar kesehatan dan keselamatan menjadi isi pembicaraan.
Dari Sumaji, ponsel berpindah ke tangan Siska (38) adik iparnya. Obrolan gayeng bernada bahagia dari negeri seberang itu juga dirasakan Nyoto (30) adik kandungnya.
Suara Yanti, kata Sumaji, terdengar begitu bersemangat, bahagia. "Yanti sepertinya senang sekali, " kenangnya.
Anak kedua dari empat saudara itu juga bercerita bahwa sebenarnya dia sudah berniat pulang lebih awal.
Yakni dua hari sebelum musibah di Perairan Sabak Berenam Selangor Malaysia itu terjadi. Namun rencananya gagal karena ada pekerjaan yang belum selesai.
Begitu juga pada hari berikutnya dia kembali mencoba pulang. Juga gagal dengan alasan serupa.
Sumaji tidak menyangka pembicaraan di ponsel itu menjadi yang terakhir kalinya dia mendengar suara anaknya.
Pria ini juga tidak mengira bakal bertemu anak keduanya hanya sebagai jasad yang dipulangkan tanpa nyawa.
"Berkali kali dalam pembicaraan telepon itu Yanti mengatakan yang penting semua sehat dan selamat. Ternyata kangen itu dibawanya sampai mati, " kata Sumaji dengan mata berkaca kaca.
Ardiansyah, kata Sumaji, yang memberitahu bahwa kapal yang ditumpangi Yanti karam di Perairan Sabak Berenam Selangor Malaysia.
Lelaki asal Riau Sumatera itu juga yang mengurus proses pemulangan jenazah dari Malaysia.
Ardiansyah adalah suami kedua Yanti setelah pernikahan pertamanya gagal. Keduanya, kata Sumaji, baru menikah bulan puasa lalu (2015) di Kualalumpur, Malaysia.
"Suaminya ini (Ardiansyah) juga bekerja di Malaysia. Katanya, dia sudak menawari Yanti pulang ke Indonesia setelah lebaran Idul Adha dengan naik pesawat. Namun oleh anak saya ditolak karena sudah kangen keluarga, " jelasnya.
Meski proses pemulangan diurus negara, termasuk pemberian tali asih kepada keluarga yang ditinggalkan, status buruh migran Yanti di Malaysia ternyata ilegal.
Menurut keterangan Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Kabupaten Blitar Yudi Priyono nama Suyanti tidak tercatat dalam database buruh migran jalur resmi.
Sebab ada sekitar 2.000 an warga Kabupaten Blitar yang tahun 2015 ini tercatat sebagai buruh migran.
"Artinya status buruh migran yang bersangkutan adalah ilegal. Saat diberitahu provinsi kita juga sempat kesulitan melacaknya, " ujarnya.
Sebagai konsekuensi, lanjut Yudi, korban sulit mendapatkan hak haknya. Namun kendati demikian Disnakertrans, kata Yudi siap memfasilitasi bila memang pihak keluarga hendak mengurusnya.
"Semisal pihak keluarga ingin mengurus hak korban yang belum diberikan majikan, kita siap memfasilitasi, " pungkasnya.
Dalam sambungan telepon selular beberapa sesaat sebelum musibah terjadi 3 September 2015 lalu Yanti sapaan akrab Suyanti mengatakan, tidak bisa mengulur waktu lagi untuk tidak bertemu dua buah hatinya Ike Yuli (13) dan Dewi Khoirin Nisa (9).
Yanti mengaku tidak sabar menatap wajah darah dagingnya yang dia tinggal merantau selama enam tahun di Kualalumpur, Malaysia.
"Itu telepon terakhirnya sebelum naik ke kapal yang akhirnya tenggelam. Katanya keinginan pulang karena kangen dengan anaknya, " tutur Sumaji (70) ayah Suyanti ditemui di rumah duka Dusun Sidomulyo, RT 3 RW 9 Desa Sidorejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar Selasa (8/9/2015).
Komunikasi yang berlangsung cukup lama itu diterima bergantian. Rindu buah hati yang tertahan, saling bertukar kabar kesehatan dan keselamatan menjadi isi pembicaraan.
Dari Sumaji, ponsel berpindah ke tangan Siska (38) adik iparnya. Obrolan gayeng bernada bahagia dari negeri seberang itu juga dirasakan Nyoto (30) adik kandungnya.
Suara Yanti, kata Sumaji, terdengar begitu bersemangat, bahagia. "Yanti sepertinya senang sekali, " kenangnya.
Anak kedua dari empat saudara itu juga bercerita bahwa sebenarnya dia sudah berniat pulang lebih awal.
Yakni dua hari sebelum musibah di Perairan Sabak Berenam Selangor Malaysia itu terjadi. Namun rencananya gagal karena ada pekerjaan yang belum selesai.
Begitu juga pada hari berikutnya dia kembali mencoba pulang. Juga gagal dengan alasan serupa.
Sumaji tidak menyangka pembicaraan di ponsel itu menjadi yang terakhir kalinya dia mendengar suara anaknya.
Pria ini juga tidak mengira bakal bertemu anak keduanya hanya sebagai jasad yang dipulangkan tanpa nyawa.
"Berkali kali dalam pembicaraan telepon itu Yanti mengatakan yang penting semua sehat dan selamat. Ternyata kangen itu dibawanya sampai mati, " kata Sumaji dengan mata berkaca kaca.
Ardiansyah, kata Sumaji, yang memberitahu bahwa kapal yang ditumpangi Yanti karam di Perairan Sabak Berenam Selangor Malaysia.
Lelaki asal Riau Sumatera itu juga yang mengurus proses pemulangan jenazah dari Malaysia.
Ardiansyah adalah suami kedua Yanti setelah pernikahan pertamanya gagal. Keduanya, kata Sumaji, baru menikah bulan puasa lalu (2015) di Kualalumpur, Malaysia.
"Suaminya ini (Ardiansyah) juga bekerja di Malaysia. Katanya, dia sudak menawari Yanti pulang ke Indonesia setelah lebaran Idul Adha dengan naik pesawat. Namun oleh anak saya ditolak karena sudah kangen keluarga, " jelasnya.
Meski proses pemulangan diurus negara, termasuk pemberian tali asih kepada keluarga yang ditinggalkan, status buruh migran Yanti di Malaysia ternyata ilegal.
Menurut keterangan Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Kabupaten Blitar Yudi Priyono nama Suyanti tidak tercatat dalam database buruh migran jalur resmi.
Sebab ada sekitar 2.000 an warga Kabupaten Blitar yang tahun 2015 ini tercatat sebagai buruh migran.
"Artinya status buruh migran yang bersangkutan adalah ilegal. Saat diberitahu provinsi kita juga sempat kesulitan melacaknya, " ujarnya.
Sebagai konsekuensi, lanjut Yudi, korban sulit mendapatkan hak haknya. Namun kendati demikian Disnakertrans, kata Yudi siap memfasilitasi bila memang pihak keluarga hendak mengurusnya.
"Semisal pihak keluarga ingin mengurus hak korban yang belum diberikan majikan, kita siap memfasilitasi, " pungkasnya.
(sms)