Gus Solah Beberkan Penyimpangan Muktamar Jombang

Jum'at, 04 September 2015 - 08:50 WIB
Gus Solah Beberkan Penyimpangan...
Gus Solah Beberkan Penyimpangan Muktamar Jombang
A A A
BANGKALAN - KH Salahudin Wahid kemarin berkunjung ke Pondok Pesantren (Ponpes) Syaichona Cholil di Kelurahan Demangan, Bangkalan.

Selain tapak tilas sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), Gus Solah, begitu biasa disapa, juga menyampaikan sikap dan pandangannya mengenai pelaksanaan Muktamar Ke-33 NU di Jombang. Gus Solah yang juga pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang tersebut hadir sekitar pukul 10.00 WIB.

Cucu Hadratus Syeh KH Hasyim Asyari mengingatkan bahwa berdirinya NU tak lepas dari peran tiga ponpes di Jawa Timur, yaitu Ponpes Syaichona Cholil (Bangkalan), Ponpes Syalafiyah Syafiiyah (Situbondo), dan Ponpes Tebuireng (Jombang). Ketiga ponpes itu poros utama yang mendorong NU. Karena itu, tak heran bila dalam tapak tilas tersebut hadir pula KH Azza’im Ibrahim, cucu dari KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), serta KH Fahrillah Abdullah Aschal dan KH. Nasih Aschalm cucu dari KH Syaichona Cholil.

“Pertemuan ini sekaligus menjadi tapak tilas perjalanan kehidupan para pendiri NU, jadi ini sangat penting dan harus dipertahankan. Selanjutnya bisa juga berlangsung di Situbondo dan Jombang atau di beberapa daerah lain di luar Pulau Jawa,” ujar Gus Solah. Meski ditegaskan sebagai tapak tilas, pertemuan di Bangkalan kemarin tidak lepas dilepaskan dengan pelaksanaan Muktamar Ke-33 NU di Jombang.

Gus Solah pun mengungkapkan pertemuan tersebut merupakan bagian upaya keturunan pendiri NU untuk mengembalikan roh perjuangan NU, yaitu ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah (aswaja). “Yang paling prinsip dalam pertemuan ini terkait dugaan penyimpangan ajaran NU yang terjadi pada Muktamar ke-33 di Jombang,” katanya.

Secara lugas Gus Solah mengaku telah mengirimkan surat kepada Menkumham agar tidak mengindahkan usulan perubahan AD/ART maupun susunan kepengurusan PBNU oleh pengurus PBNU hasil Muktamar Jombang. Dia menganalogikan perubahan AD/ART NU dengan mengubah UUD 1945 harus melalui sidang MPR. Tanpa sidang atau sidang digelar tapi bermasalah, hasilnya pun bermasalah.

“Muktamar NU di Jombang itu bermasalah, karena peserta tidak disediakan cukup waktu membahas AD/ART,” katanya. Hal senada disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Safiiyah Sukorejo, KH Ahmad Azza’im Ibrahim. Menurutnya, setidaknya para kiai bisa mengembalikan ajaran Ahlus Sunnah Wal-Jamaah seperti ajaran para penda-hulunya.

“Jadi saya tegaskan, pertemuan ini bukan dalam menggulingkan atau merebut kepengurusan, namun menjaga ajaran masyayih agar tetap berpegang pada Aswaja NU,” katanya. Juru Bicara Forum Lintas PWNU se-Indonesia, Andi Jamaro Dulung menegaskan, ke- 24 PWNU yang menolak hasil Muktamar ke-33 di Jombang tak akan diam. Beberapa langkah sudah disiapkan, salah satunya dengan menempuh jalur hukum. Dia menilai pelaksanaan muktamar cacat hukum karena tidak menyalurkan hakhak pengurus wilayah, termasuk hak menyatakan pendapat.

“Kami sudah mengevaluasi hasil muktamar yang hasilnya sepakat memang ada penyimpangan. Itu yang akan kami sikapi, termasuk dengan menempuh jalur hukum,” katanya. Jalur hukum tersebut merupakan alternatif terakhir yang akan ditempuh Forum Lintas PWNU se-Indonesia bila rencana islah dengan PBNU pimpinan KH Said Aqil Sirajd melalui KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH Malik Madani sebagai mediator tidak terlaksana.

“Kalau dengan islah yang kami tawarkan itu tetap tidak ada jalan keluar, tentu tidak ada jalan lain kecuali jalur hukum,” kata dia.

Subairi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1142 seconds (0.1#10.140)