Harga Karet Anjlok, Petani Menjerit
A
A
A
SERGAI - Petani getah karet di Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) harus bisa menerima keadaan akibat anjloknya harga produksi pertanian tersebut.
Mukmin Saragih, 37, petani di Desa Serba Nanti, Kecamatan Sipispis, mengaku harga jual getah karet sekarang ini per kilogram (kg) hanya Rp4.000- 4.300 Mirisnya, harga tersebut jauh lebih kecil dari bulan-bulan sebelumnya. Pada April-Juni lalu, para pengepul getah karet yang ada di daerah perbatasan Sergai-Simalungun tersebut masih bisa memberi harga di atas Rp5.000 per kg.
“Dengan kondisi sekarang jelaslah mempersulit keuangan untuk memenuhi kebutuhan di rumah,” katanya. Harga tersebut jelas sangat krisis di kalangan petani karet. Apalagi, dari dua hektare (ha) kebun karetnya paling setiap dua pekan hanya mampu mengeluarkan 150-200 kg getah. Agar asap dapurnya tidak kolaps dengan terus melemahnya harga getah karet, yang sudah berlangsung setahun terakhir ini, Mukmin dan banyak petani karet lainnya harus mengais rezeki dari usaha sampingan lainnya.
Harga getah karet yang terus terpuruk ini juga diakui Wawan, 45, petani karet asal Kecamatan Dolok Masihul. Harga itu sangat rendah, apalagi dirinya masih harus membagi hasil penjualannya dengan pekerja. “Biasanya hasil karet ini dibagi dua, untuk pekerja dan pemilik lahan. Jadi, kalau harganya hanya Rp4.300, paling yang bisa dikantongi si pemilik Rp2.300. Sementara yang kerja menerima Rp2.000.
Jelas hasilnya sangat kurang,” katanya. Terpisah, Asisten II Perekonomian Pembangunan dan Sosial (Ekbangsos) Pemkab Sergai, Hadi Winarno, mengaku kolapsnya harga getah karet ini sudah terpantau. “Aneh juga lihat harga getah karet ini. Apalagi seperti sekarang dolar naik, tapi kok getah karet yang komoditas ekspor harganya turun,” keluhnya di ruang kerjanya, Kamis, (27/8). Namun, pemkab tidak bisa banyak berbuat.
Sebab, selain para pialang, harga komoditas ekspor ini ditentukan Dinas Pertanian Perkebunan Pemprov Sumut. Begitu pun, lanjut Hadi Winarno, dalam rapat tim pengendalian inflasi daerah (TPID), selalu melaporkan hal ini ke Bank Indonesia (BI). “Kondisi ini jelas mempengaruhi perekonomian Sergai. Sebab, memang perkebunan karet, salah satu sumber mata pencaharian andalan warga setempat.
Erdian Wirajaya
Mukmin Saragih, 37, petani di Desa Serba Nanti, Kecamatan Sipispis, mengaku harga jual getah karet sekarang ini per kilogram (kg) hanya Rp4.000- 4.300 Mirisnya, harga tersebut jauh lebih kecil dari bulan-bulan sebelumnya. Pada April-Juni lalu, para pengepul getah karet yang ada di daerah perbatasan Sergai-Simalungun tersebut masih bisa memberi harga di atas Rp5.000 per kg.
“Dengan kondisi sekarang jelaslah mempersulit keuangan untuk memenuhi kebutuhan di rumah,” katanya. Harga tersebut jelas sangat krisis di kalangan petani karet. Apalagi, dari dua hektare (ha) kebun karetnya paling setiap dua pekan hanya mampu mengeluarkan 150-200 kg getah. Agar asap dapurnya tidak kolaps dengan terus melemahnya harga getah karet, yang sudah berlangsung setahun terakhir ini, Mukmin dan banyak petani karet lainnya harus mengais rezeki dari usaha sampingan lainnya.
Harga getah karet yang terus terpuruk ini juga diakui Wawan, 45, petani karet asal Kecamatan Dolok Masihul. Harga itu sangat rendah, apalagi dirinya masih harus membagi hasil penjualannya dengan pekerja. “Biasanya hasil karet ini dibagi dua, untuk pekerja dan pemilik lahan. Jadi, kalau harganya hanya Rp4.300, paling yang bisa dikantongi si pemilik Rp2.300. Sementara yang kerja menerima Rp2.000.
Jelas hasilnya sangat kurang,” katanya. Terpisah, Asisten II Perekonomian Pembangunan dan Sosial (Ekbangsos) Pemkab Sergai, Hadi Winarno, mengaku kolapsnya harga getah karet ini sudah terpantau. “Aneh juga lihat harga getah karet ini. Apalagi seperti sekarang dolar naik, tapi kok getah karet yang komoditas ekspor harganya turun,” keluhnya di ruang kerjanya, Kamis, (27/8). Namun, pemkab tidak bisa banyak berbuat.
Sebab, selain para pialang, harga komoditas ekspor ini ditentukan Dinas Pertanian Perkebunan Pemprov Sumut. Begitu pun, lanjut Hadi Winarno, dalam rapat tim pengendalian inflasi daerah (TPID), selalu melaporkan hal ini ke Bank Indonesia (BI). “Kondisi ini jelas mempengaruhi perekonomian Sergai. Sebab, memang perkebunan karet, salah satu sumber mata pencaharian andalan warga setempat.
Erdian Wirajaya
(bbg)