PHK di Jatim Capai 1.275 Orang
A
A
A
SURABAYA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terus anjlok membuat Pemprov Jatim ketar-ketir. Mereka khawatir kondisi perekonomian di Jatim terganggu dan berimplikasi negatif pada masyarakat.
Sinyal ini mulai terlihat dari banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) diJatim. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk), jumlah korban PHK hinggaAgustusinimencapai 1.275 orang. Mereka berasal dari 158 perusahaan. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah karena beberapa kabupaten/ kota belum menyerahkan data terbaru.
“Saat ini masih proses pendataan. Beberapa Dinas Tenaga Kerja di kabupaten/ kota belum menyetorkan kepada kami. Informasinya ada tambahan lagi. Mereka terpaksa di PHK karena kondisi keuangan perusahaan terganggu,” kata Plt Kepala Disnakertransduk Provinsi Jatim Sukardo, kemarin.
Situasi ini, kata Sukardo, juga pernah terjadi pada 2014 lalu. Bahkan saat itu jumlah korban PHK lebih besar lagi, yakni mencapai 11.000 orang. Namun, jumlah perusahaan yang kelap hanya sedikit, yakni 56 perusahaan. “Itu artinya, situasinya sedikit lebih bagus,” kata mantan Sekretaris DPRD Jatim ini.
Sukardo menjelaskan, pada 2014 lalu, mayoritas korban PHK terjadi karena kontrak kerja yang habis, perusahaanyangpindahdan sengketa hubungan industrial. “Nah, yang di PHK karena penghematan kecil sekali,” kata pria yang juga Asisten IV Setdaprov Jatim ini. Karenaitu, pada tahunini pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi hal itu. Di antaranya menciptakan lapangan kerjabaru, membukalatihan keterampilan dan wirausaha bagi para korban PHK.
“Ini penting agar mereka tidak menganggur,” ujarnya. Sebab jumlah angka pengangguran di Jatim saat ini tinggi. Dia mencatat masih ada 860.000 orang di Jatim yang tidak memiliki pekerjaan atau sekitar 4,31% dari total penduduk Jatim. “Jangan sampai angka ini ditambah lagi,” ujarnya. Sukardo mengakui upaya tersebut tidak mudah. Apalagi di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini. Itu sebabnya, beberapa langkah akan diambil di antaranya menunda kenaikan upah minimum kota (UMK) terutama untuk wilayah ring I.
“Muncul usulan agar UMK tidak ada kenaikan. Tetapi bertahan seperti tahun lalu. Sebab kalau sampai buruh minta kenaikan tinggi, seperti tahun-tahun sebelumnya, maka perusahaan akan keberatan. Dan PHK akan lebih banyak lagi,” katanya. Dia menjelaskan, UMK Rp2,7 juta untuk ring satu yang saat ini berlaku saat ini sejatinya adalah hasil perhitungan untuk tahun 2016. Karena itu, bilamana tahun ini tidak ada kenaikan mestinya tidak ada masalah.
“Tinggal bagaimana para buruh menyetujui ini,” katanya. Anggota Komisi E DPRD Jatim Sulidaim mengapresiasi upaya Pemprov Jatim untuk menjaga kondisi ekonomi tetap stabil. Termasuk wacana penundaan kenaikan UMK. Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta ada kajian terlebih dahulu sehingga kebijakan tersebut tidak lantas merugikan.
“Sepanjang buruh dan perusahaan sepakat tidak masalah. Karena itu, harus dihitung betul. Jangan sampai malah menimbulkan gejolak,” ucapnya. Suli berharap Pemprov Jatim kreatif membuat program untuk menjaga kondisi ekonomi stabil. Terutama untuk penguatan usaha kecil dan menengah (UKM). “Sektor ini harus dijaga betul sehingga ekonomi bisa stabil,” katanya.
Surabaya Awali Aksi Mahasiswa
Sementara itu, aksi mahasiswa secara nasional bakal berawal dari Surabaya. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Surabaya sepakat turun ke jalan menyikapi situasi nasional sekarang. Terutama perekonomian terkait terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Kesepakatan itu merupakan bagian penting dari berlangsungnya Konferensi Aliansi BEM se-Surabaya di Kampus Universitas Surabaya (Ubaya), kemarin.
Koordinator Pusat BEM se- Surabaya, Febryan Kiswanto menegaskan, demonstrasi turun ke jalan adalah salah satu cara mahasiswa menyikapi masalah. Demonstrasi bagian poin aliansi mencerdaskan masyarakat. “Jika diperlukan perubahan kebijakan kami akan turun jalan. Kajian-kajian terus dilakukan aliansi. Sebelumnya kajian-kajian sebatas dilakukanditatarankampus- kampus, universitas,” ujarnya, kemarin. Sekadar diketahui, ada 23 BEM yang mendeklarasikan aliansi.
Ini gebrakan awal untuk menyatukan BEM se-Surabaya. Setiap BEM mengirimkan dua delegasi, di antaranya BEM dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Universitas Hang Tuah, Universitas Merdeka, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Wijaya Putra, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Airlangga, Universitas Dr. Soetomo, Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Bhayangkara, Universitas Narotama, Universitas Ciputra, Universitas Kristen Petra, Universitas Katolik Darma Cendika, Universitas WR. Supratman, Universitas Pelita Harapan, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas Wijaya Kartika, STIE Perbanas, dan Politeknik Perkapalan Surabaya.
“Inisiatif saya dalam hal menangani kurs dolar yang naik, saya ingin mengajak seluruh masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri. Ini belum dibahas dalam forum, sementara hanya pemikiran saya sendiri,” kata Denna Sabella Abatha, penanggung jawab aksi.
Soeprayitno/ Ihya Ulumuddin
Sinyal ini mulai terlihat dari banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) diJatim. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk), jumlah korban PHK hinggaAgustusinimencapai 1.275 orang. Mereka berasal dari 158 perusahaan. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah karena beberapa kabupaten/ kota belum menyerahkan data terbaru.
“Saat ini masih proses pendataan. Beberapa Dinas Tenaga Kerja di kabupaten/ kota belum menyetorkan kepada kami. Informasinya ada tambahan lagi. Mereka terpaksa di PHK karena kondisi keuangan perusahaan terganggu,” kata Plt Kepala Disnakertransduk Provinsi Jatim Sukardo, kemarin.
Situasi ini, kata Sukardo, juga pernah terjadi pada 2014 lalu. Bahkan saat itu jumlah korban PHK lebih besar lagi, yakni mencapai 11.000 orang. Namun, jumlah perusahaan yang kelap hanya sedikit, yakni 56 perusahaan. “Itu artinya, situasinya sedikit lebih bagus,” kata mantan Sekretaris DPRD Jatim ini.
Sukardo menjelaskan, pada 2014 lalu, mayoritas korban PHK terjadi karena kontrak kerja yang habis, perusahaanyangpindahdan sengketa hubungan industrial. “Nah, yang di PHK karena penghematan kecil sekali,” kata pria yang juga Asisten IV Setdaprov Jatim ini. Karenaitu, pada tahunini pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk meminimalisasi hal itu. Di antaranya menciptakan lapangan kerjabaru, membukalatihan keterampilan dan wirausaha bagi para korban PHK.
“Ini penting agar mereka tidak menganggur,” ujarnya. Sebab jumlah angka pengangguran di Jatim saat ini tinggi. Dia mencatat masih ada 860.000 orang di Jatim yang tidak memiliki pekerjaan atau sekitar 4,31% dari total penduduk Jatim. “Jangan sampai angka ini ditambah lagi,” ujarnya. Sukardo mengakui upaya tersebut tidak mudah. Apalagi di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini. Itu sebabnya, beberapa langkah akan diambil di antaranya menunda kenaikan upah minimum kota (UMK) terutama untuk wilayah ring I.
“Muncul usulan agar UMK tidak ada kenaikan. Tetapi bertahan seperti tahun lalu. Sebab kalau sampai buruh minta kenaikan tinggi, seperti tahun-tahun sebelumnya, maka perusahaan akan keberatan. Dan PHK akan lebih banyak lagi,” katanya. Dia menjelaskan, UMK Rp2,7 juta untuk ring satu yang saat ini berlaku saat ini sejatinya adalah hasil perhitungan untuk tahun 2016. Karena itu, bilamana tahun ini tidak ada kenaikan mestinya tidak ada masalah.
“Tinggal bagaimana para buruh menyetujui ini,” katanya. Anggota Komisi E DPRD Jatim Sulidaim mengapresiasi upaya Pemprov Jatim untuk menjaga kondisi ekonomi tetap stabil. Termasuk wacana penundaan kenaikan UMK. Namun, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta ada kajian terlebih dahulu sehingga kebijakan tersebut tidak lantas merugikan.
“Sepanjang buruh dan perusahaan sepakat tidak masalah. Karena itu, harus dihitung betul. Jangan sampai malah menimbulkan gejolak,” ucapnya. Suli berharap Pemprov Jatim kreatif membuat program untuk menjaga kondisi ekonomi stabil. Terutama untuk penguatan usaha kecil dan menengah (UKM). “Sektor ini harus dijaga betul sehingga ekonomi bisa stabil,” katanya.
Surabaya Awali Aksi Mahasiswa
Sementara itu, aksi mahasiswa secara nasional bakal berawal dari Surabaya. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Surabaya sepakat turun ke jalan menyikapi situasi nasional sekarang. Terutama perekonomian terkait terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Kesepakatan itu merupakan bagian penting dari berlangsungnya Konferensi Aliansi BEM se-Surabaya di Kampus Universitas Surabaya (Ubaya), kemarin.
Koordinator Pusat BEM se- Surabaya, Febryan Kiswanto menegaskan, demonstrasi turun ke jalan adalah salah satu cara mahasiswa menyikapi masalah. Demonstrasi bagian poin aliansi mencerdaskan masyarakat. “Jika diperlukan perubahan kebijakan kami akan turun jalan. Kajian-kajian terus dilakukan aliansi. Sebelumnya kajian-kajian sebatas dilakukanditatarankampus- kampus, universitas,” ujarnya, kemarin. Sekadar diketahui, ada 23 BEM yang mendeklarasikan aliansi.
Ini gebrakan awal untuk menyatukan BEM se-Surabaya. Setiap BEM mengirimkan dua delegasi, di antaranya BEM dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA), Universitas Hang Tuah, Universitas Merdeka, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Wijaya Putra, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Airlangga, Universitas Dr. Soetomo, Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Bhayangkara, Universitas Narotama, Universitas Ciputra, Universitas Kristen Petra, Universitas Katolik Darma Cendika, Universitas WR. Supratman, Universitas Pelita Harapan, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas Wijaya Kartika, STIE Perbanas, dan Politeknik Perkapalan Surabaya.
“Inisiatif saya dalam hal menangani kurs dolar yang naik, saya ingin mengajak seluruh masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri. Ini belum dibahas dalam forum, sementara hanya pemikiran saya sendiri,” kata Denna Sabella Abatha, penanggung jawab aksi.
Soeprayitno/ Ihya Ulumuddin
(bbg)