Ubah Legenda Singapura dan China ke dalam Bentuk Wayang Kulit
A
A
A
Wayang kulit merupakan kesenian tradisional peninggalan nenek moyang yang kini sudah merambah komunitas global. Kesenian pengejawantahan cerita melalui boneka tipis berasal dari kulit itu awalnya hanya ada di Indonesia.
Namun kini, beberapa negara mulai melirik kesenian ini, bahkan memesan khusus kepada perajin di Indonesia. Adalah Sri Kundoro alias Tutun, laki-laki berumur 36 asal Dusun Kepek 1, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul yang mendapat berkah tersebut. Sejak kecil, Tutun mengaku suka menggambar terutama gambar wayang.
Darah seni yang mengalir dalam dirinya memang berasal dari ayahnya yang berprofesi sebagai dalang. Sejak mulai sekolah taman kanak-kanak, Tutun memang sudah gemar menggambar wayang. Belasan buku ia habiskan hanya untuk menyalurkan hobinya menggambar wayang. Orang tuanya terkadang marahmarah, karena hampir semua bukunya ia gambari wayang.
Tak hanya itu, beberapa koleksi buku wayang milik ayahnya juga turut menjadi korban. Memiliki anak seperti Tutun memang menuntut kesabaran sang ayah, Mardiyana. Menurut Mardiyana, belasan koleksi wayangnya rusak gara-gara ulah Tutun. Wayang-wayang tersebut sering dimainkan di pasir-pasir depan rumahnya.
Usai memainkan wayang, karena kotor lantas Tutun buru-buru membersihkan wayangnya dengan air. “Lha kalau kulit kena air ya pasti rusak. Akan tetapi tidak apaapa, karena saya anggap bagian dari pembelajaran,” ujar Mardiyana. Ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD), Tutun sudah membuat boneka wayang dari kertas. Berbagai tokoh wayang mulai dari tokoh Punokawan dan beberapa tokoh Mahabarata seperti Pandawa Lima telah dibuat sejak SD.
Beberapa kotak wayang berhasil dibuat bersama temannya dari Dusun Kowen yang masih satu desa, Desa Timbulharjo. Hobinya menggambar terus ia kembangkan. Untuk mengasah bakatnya, dia juga menempuh pendidikan kesenian. Selepas sekolah menengah pertama (SMP), ia mengambil sekolah khusus seni yaitu di Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI).
Ia lantas melanjutkan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan Pedalangan. “Akan tetapi saya tidak sampai lulus,” ujar Tutun. Sejak kuliah itulah, Tutun mulai mengomersialkan hobinya menggambar wayang sekaligus menggaet para penyungging (tukang tatah) wayang kulit. Mulai 1999 atau sewaktu kuliah di ISI, ia mulai menerima pesanan gambar wayang serta pembuatan wayang.
Melalui keahlian menuangkan imajinasinya ke atas kertas dia merasakan hasilnya saat ini. Tahun 2003 dia mendapatkan pesanan salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul sebanyak 300 tokoh, dan dikerjakan hingga tahun 2007. Tahun 2005 hingga 2009 ia mendapatkan 500 tokoh dari seorang pejabat di Yogyakarta.
Pada tahun 2007–2009 ia harus menyelesaikan pesanan puluhan wayang babat tanah Jawa. Salah satu yang tak banyak dimiliki oleh para seniman wayang lainnya adalah karyanya banyak yang keluar pakem. Dia mengembara melalui imajinasinya menghadirkan berbagai tokoh yang kini tengah ngetren ke dalam bentuk wayang. Ia menerima pesanan wayang sesuai dengan keinginan dari pemesan itu sendiri.
“Pokoknya bawa foto ke sini, nanti saya bikinkan wayangnya,” paparnya. Meski sudah sejak kecil menekuni gambar wayang, namun sampai saat ini ia mengaku mengalami kesulitan untuk menggambar bagian tertentu, terutama bagian wajah. Karena menurutnya, karakter wajah yang dibuat harus sesuai dengan situasi dan cerita wayang tersebut.
Ia mencontohkan wajah Gatotkaca saat sedang marah, tertawa, ataupun sedih, harus digambarkan dengan ekspresi yang berbeda. Berkah perjuangan seniman wayang ternyata sudah dihargai di mancanegara. Di saat seni wayang sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda Tanah Air, justru pesanan wayang tokoh dari negeri orang mulai berdatangan.
Kini ia tengah menyelesaikan membuat wayang Wacinwa (Wayang Cina Jawa) yang merupakan penjabaran dari tokoh-tokoh legenda di Negeri Tirai Bambu tersebut. Salah satu yang membuatnya bangga adalah, Negara Singapura kini juga tertarik membuat wayang.
Meski di Negara tersebut tidak ada kesenian wayang, namun pelaku seni di negara tersebut meminta dirinya untuk menyadur tokoh cerita legenda negeri tersebut ke dalam wayang. Beberapa tokoh seperti Rafflesia hingga tokoh terkini, Superman, masuk dalam daftar pesanan dari negara tetangga tersebut.
Erfanto Linangkung
Bantul
Namun kini, beberapa negara mulai melirik kesenian ini, bahkan memesan khusus kepada perajin di Indonesia. Adalah Sri Kundoro alias Tutun, laki-laki berumur 36 asal Dusun Kepek 1, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul yang mendapat berkah tersebut. Sejak kecil, Tutun mengaku suka menggambar terutama gambar wayang.
Darah seni yang mengalir dalam dirinya memang berasal dari ayahnya yang berprofesi sebagai dalang. Sejak mulai sekolah taman kanak-kanak, Tutun memang sudah gemar menggambar wayang. Belasan buku ia habiskan hanya untuk menyalurkan hobinya menggambar wayang. Orang tuanya terkadang marahmarah, karena hampir semua bukunya ia gambari wayang.
Tak hanya itu, beberapa koleksi buku wayang milik ayahnya juga turut menjadi korban. Memiliki anak seperti Tutun memang menuntut kesabaran sang ayah, Mardiyana. Menurut Mardiyana, belasan koleksi wayangnya rusak gara-gara ulah Tutun. Wayang-wayang tersebut sering dimainkan di pasir-pasir depan rumahnya.
Usai memainkan wayang, karena kotor lantas Tutun buru-buru membersihkan wayangnya dengan air. “Lha kalau kulit kena air ya pasti rusak. Akan tetapi tidak apaapa, karena saya anggap bagian dari pembelajaran,” ujar Mardiyana. Ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD), Tutun sudah membuat boneka wayang dari kertas. Berbagai tokoh wayang mulai dari tokoh Punokawan dan beberapa tokoh Mahabarata seperti Pandawa Lima telah dibuat sejak SD.
Beberapa kotak wayang berhasil dibuat bersama temannya dari Dusun Kowen yang masih satu desa, Desa Timbulharjo. Hobinya menggambar terus ia kembangkan. Untuk mengasah bakatnya, dia juga menempuh pendidikan kesenian. Selepas sekolah menengah pertama (SMP), ia mengambil sekolah khusus seni yaitu di Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI).
Ia lantas melanjutkan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan Pedalangan. “Akan tetapi saya tidak sampai lulus,” ujar Tutun. Sejak kuliah itulah, Tutun mulai mengomersialkan hobinya menggambar wayang sekaligus menggaet para penyungging (tukang tatah) wayang kulit. Mulai 1999 atau sewaktu kuliah di ISI, ia mulai menerima pesanan gambar wayang serta pembuatan wayang.
Melalui keahlian menuangkan imajinasinya ke atas kertas dia merasakan hasilnya saat ini. Tahun 2003 dia mendapatkan pesanan salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul sebanyak 300 tokoh, dan dikerjakan hingga tahun 2007. Tahun 2005 hingga 2009 ia mendapatkan 500 tokoh dari seorang pejabat di Yogyakarta.
Pada tahun 2007–2009 ia harus menyelesaikan pesanan puluhan wayang babat tanah Jawa. Salah satu yang tak banyak dimiliki oleh para seniman wayang lainnya adalah karyanya banyak yang keluar pakem. Dia mengembara melalui imajinasinya menghadirkan berbagai tokoh yang kini tengah ngetren ke dalam bentuk wayang. Ia menerima pesanan wayang sesuai dengan keinginan dari pemesan itu sendiri.
“Pokoknya bawa foto ke sini, nanti saya bikinkan wayangnya,” paparnya. Meski sudah sejak kecil menekuni gambar wayang, namun sampai saat ini ia mengaku mengalami kesulitan untuk menggambar bagian tertentu, terutama bagian wajah. Karena menurutnya, karakter wajah yang dibuat harus sesuai dengan situasi dan cerita wayang tersebut.
Ia mencontohkan wajah Gatotkaca saat sedang marah, tertawa, ataupun sedih, harus digambarkan dengan ekspresi yang berbeda. Berkah perjuangan seniman wayang ternyata sudah dihargai di mancanegara. Di saat seni wayang sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda Tanah Air, justru pesanan wayang tokoh dari negeri orang mulai berdatangan.
Kini ia tengah menyelesaikan membuat wayang Wacinwa (Wayang Cina Jawa) yang merupakan penjabaran dari tokoh-tokoh legenda di Negeri Tirai Bambu tersebut. Salah satu yang membuatnya bangga adalah, Negara Singapura kini juga tertarik membuat wayang.
Meski di Negara tersebut tidak ada kesenian wayang, namun pelaku seni di negara tersebut meminta dirinya untuk menyadur tokoh cerita legenda negeri tersebut ke dalam wayang. Beberapa tokoh seperti Rafflesia hingga tokoh terkini, Superman, masuk dalam daftar pesanan dari negara tetangga tersebut.
Erfanto Linangkung
Bantul
(bbg)