Sleeping Box Hindari Penumpang Keleleran saat Delay

Jum'at, 28 Agustus 2015 - 09:45 WIB
Sleeping Box Hindari...
Sleeping Box Hindari Penumpang Keleleran saat Delay
A A A
Sudut air susu ibu (ASI) dan ruang khusus merokok disediakan buat mereka bagi ibu menyusui dan perokok. Ketersediaan dua sarana itu menjadi pendukung keberadaan tempat umum. Ibu menyusui maupun perokok tidak memberikan kontribusi untuk tempat umum tersebut.

Kalaupun ada, nilainya tidaklah signifikan. Sebaliknya, calon penumpang pesawat yang jelas-jelas memberikan keuntungan perusahaan maskapai penerbangan kerap telantar bersamaan tertundanya jadwal penerbangan (delay) maupun pesawat transit. Konsekuensi perusahaan maskapai sebatas memberikan snack . Ini yang tidak membuat penumpang nyaman.

Terlebih, mereka lelah fisik, apalagi para difabel. Saking lelahnya, tidak jarang penumpang pesawat menunda berangkat dan tidur di kursi ruang tunggu. Bahkan, ada yang ngeleset di lantai. Singkatnya, keleleran. Pemandangan ini bisa dilihat di Bandara Internasional Juanda dan Soekarno-Hatta.

Skala internasional tidak menjamin kenyamanan penumpang yang pesawatnya delay . Ini menginspirasi Stephanie Sugianto, mahasiswi Program Studi Desain Interior, Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya. Dia yang merupakan calon wisudawati pada wisuda UK Petra Ke-68, 28- 29 Agustus 2015, ini sebelumnya menuntaskan tugas akhir (TA) bertajuk ”Perancangan Fasilitas Speeping Box di Area Tunggu Bandara Juanda Terminal 2 (T2)”.

Aplikasi TA mahasiswi kelahiran Pasuruan, 29 Mei 1993, ini adalah sleeping box . ”Sleeping box atau bilik istirahat ini sempat saya komunikasikan dengan PT Angkasa Pura, pengelola Bandara Juanda. Respons bagus dan berpikir menempatkan sleeping box di ruang tunggu. Jumlahnya disesuaikan luas ruang tunggu itu sendiri,” katanya.

Sulung dari dua bersaudara ini membuat sleeping box dengan lima alternatif. Pilihan 1 dengan 2 dua kasur, 1 meja dan 2 kursi untuk dua orang; pilihan 2 dengan 1 tempat tidur untuk 1 orang; pilihan 3 untuk banyak orang dengan dilengkapi sofa, kasur, dan meja lipat.

Sedangkan pilihan 4 diperuntukkan bagi difabel atau disabilitas, juga manual dengan luasan bilik lebih besar supaya kursi roda bisa bermanuver. Handle pintu dan jendela dibuat lebih rendah supaya disabilitas dan manula bisa membuka dengan mudah. Lantainya dilengkapi karpet bertekstur kasar.

Untuk pilihan 5 lebar bilik lebih kecil, simpel karena hanya ada sofa multifungsi, bisa sebagai kasur. ”Material atau bahan bilik dari honey comb , semacam fiber. Tidak mudah terbakar. Bilik ini sangat menjaga privasi. Supaya calon penumpang bisa tetap monitor perkembangan keberangkatan pesawat, di bilik dilengkapi speaker,” ulas anak pasangan Gatot Sugianto dan Megawati Gandi ini.

Angkasa Pura, kata Stephanie, tertarik menempatkan sleeping box ini di selasar dekat eskalator T2. ”Konsep serenity atau kenyamanan maksimal saya terapkan pada desain sleeping box ini,” urai penghobi renang ini. Stephanie pun senang inovasinya yang terangkum dalam TA ini membuatnya mampu mengantongi indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,57.

Abdul Malik, warga Kota Malang yang dihubungi Koran SINDO Jatim, mengaku senang dan setuju jika sleeping box ada di bandara. ”Saya punya pengalaman terbang tidak nyaman. Waktu itu saya dari Kupang NTT mau ke Surabaya. Saat pesawat sudah di atas Bandara Juanda, awak tidak memutuskan landing karena cuaca buruk.

Akhirnya pesawat landing di Bandara Ngurah Rai Bali. Selama transit di Bali sangat tidak nyaman. Kursi di ruang tunggu penuh, akhirnya saya dan teman-teman ngleset di lantai, bahkan ada teman yang tiduran di lantai. Ini karena selama beberapa hari sebelumnya banyak melakukan kegiatan selama di Kupang,” kata Malik.

Soeprayitno
Surabaya
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8302 seconds (0.1#10.140)