Menanamkan Nilai-nilai Antikorupsi Kepada Masyarakat
A
A
A
Kasus korupsi di Indonesia tidak mungkin selesai hanya ditangani para penegak hukum. Masyarakat harus ikut berperan aktif membantu pemberantasan kejahatan yang lebih dikenal dengan sebutan kejahatan kerah putih ini.
Hal inilah yang mendasari empat pemuda, yakni Yusuf Isrin Hanggara, Joko Susanto, Muhammad Kurnia, dan Dwi Siswanto mendirikan Komunitas Pemerhati Korupsi (KOMPAK) Jawa Tengah. Berbeda dengan komunitas-komunitas lain yang biasanya berdasarkan hobi, kelompok ini berdiri untuk mengawal kasus-kasus korupsi di Jawa Tengah.
“Perkembangan kasus korupsi tidak pernah habis dan terus menggerogoti negeri ini. Khusus Jawa Tengah, kasus korupsi juga terus berkembang dengan banyak bidang yang telah disusupi penjahat berdasi itu,” papar Ketua Umum KOMPAK Jateng, Muhammad Kurnia kepada wartawan kemarin. Pelaku korupsi saat ini tak hanya dari pejabat kelas kakap, tapi sudah merajalela ke tingkat bawah seperti ketua RT, lurah, pejabat biasa dan sebagainya.
“Melihat fenomena demikian pemberantasan korupsi tentunya bukan hanya menjadi pekerjaan rumah aparat penegak hukum, tapi masyarakat harus aktif ikut memberantas. Kehadiran Kompak ini kami tujukan untuk itu,” ucapnya. Kompak menerangkan, sejak terbentuk yang awalnya hanya beranggotakan empat orang, saat ini sudah ratusan anggota yang bergabung dalam komunitas ini.
Dalam kesehariannya, KOMPAK selalu mengajak anggotanya rutin menggelar kegiatan diskusi mengenai penegakan hukum dan beragam kasus korupsi. Selain itu, mereka juga sering melakukan pengawalan terhadap kasus-kasus korupsi yang mandek di provinsi ini. “Sejak berdiri, selain menggelar diskusi, kami juga mengawal kasus mandek dengan cara aksi damai turun ke jalan dan mendesak penegak hukum melanjutkan kasus itu.
Selain itu, kami juga membantu kaum marjinal yang tersangkut kasus hukum dari sisi pendampingan dan tindakan lainnya,” katanya. Dalam setiap kegiatan, KOMPAK selalu mengajak generasi muda dan anggotanya agar tidak apatis terkait masalah korupsi. Jika apatis akan menjadikan kasus korupsi semakin merajalela.
“Kami selalu mengajak semua masyarakat untuk bareng-bareng mencari orang baik yang peduli terhadap masalah korupsi ini. Namun, kami tidak berharap mereka bergabung dalam komunitas, hanya berusaha mengajak mereka tidak apatis terhadap korupsi,” katanya. Meski sudah banyak anggota, Kurnia menegaskan KOMPAK tidak akan berubah menjadi organisasi masa (ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Komitmen tersebut dijelaskan Kurnia karena pihaknya beranggapan apabila berubah fungsi menjadi ormas atau LSM akan rawan kepentingan yang tidak murni lagi bergerak untuk kepentingan masyarakat banyak. “Kami komitmen ogah jadi ormas atau LSM, karena kami khawatir rawan kepentingan seperti pengerahan masa atau hanya sekadar menaikkan isuisu karena kepentingan golongan.
Walau kami sebatas komunitas dan diisi berbagai latar belakang pekerjaan, kami tetap konsisten kawal kasus korupsi dan hukum,” kata alumni mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) tersebut. Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Kompak Joko Susanto menambahkan, kompak berdiri dengan tujuan sebagai wadah aspirasi, berbagi ilmu, pikiran, pengawalan, harapan, dan citacita atas terwujudnya Indonesia bebas korupsi.
“Visi kami menyalurkan aspirasi setiap insan pemerhati korupsi. Misinya menanamkan nilai-nilai dasar antikorupsi pada setiap orang, menanamkan sikap kritis pada setiap anggota, dan pengawalan terhadap kasus korupsi yang belum tuntas,” ujarnya.
Andika Prabowo
Kota Semarang
Hal inilah yang mendasari empat pemuda, yakni Yusuf Isrin Hanggara, Joko Susanto, Muhammad Kurnia, dan Dwi Siswanto mendirikan Komunitas Pemerhati Korupsi (KOMPAK) Jawa Tengah. Berbeda dengan komunitas-komunitas lain yang biasanya berdasarkan hobi, kelompok ini berdiri untuk mengawal kasus-kasus korupsi di Jawa Tengah.
“Perkembangan kasus korupsi tidak pernah habis dan terus menggerogoti negeri ini. Khusus Jawa Tengah, kasus korupsi juga terus berkembang dengan banyak bidang yang telah disusupi penjahat berdasi itu,” papar Ketua Umum KOMPAK Jateng, Muhammad Kurnia kepada wartawan kemarin. Pelaku korupsi saat ini tak hanya dari pejabat kelas kakap, tapi sudah merajalela ke tingkat bawah seperti ketua RT, lurah, pejabat biasa dan sebagainya.
“Melihat fenomena demikian pemberantasan korupsi tentunya bukan hanya menjadi pekerjaan rumah aparat penegak hukum, tapi masyarakat harus aktif ikut memberantas. Kehadiran Kompak ini kami tujukan untuk itu,” ucapnya. Kompak menerangkan, sejak terbentuk yang awalnya hanya beranggotakan empat orang, saat ini sudah ratusan anggota yang bergabung dalam komunitas ini.
Dalam kesehariannya, KOMPAK selalu mengajak anggotanya rutin menggelar kegiatan diskusi mengenai penegakan hukum dan beragam kasus korupsi. Selain itu, mereka juga sering melakukan pengawalan terhadap kasus-kasus korupsi yang mandek di provinsi ini. “Sejak berdiri, selain menggelar diskusi, kami juga mengawal kasus mandek dengan cara aksi damai turun ke jalan dan mendesak penegak hukum melanjutkan kasus itu.
Selain itu, kami juga membantu kaum marjinal yang tersangkut kasus hukum dari sisi pendampingan dan tindakan lainnya,” katanya. Dalam setiap kegiatan, KOMPAK selalu mengajak generasi muda dan anggotanya agar tidak apatis terkait masalah korupsi. Jika apatis akan menjadikan kasus korupsi semakin merajalela.
“Kami selalu mengajak semua masyarakat untuk bareng-bareng mencari orang baik yang peduli terhadap masalah korupsi ini. Namun, kami tidak berharap mereka bergabung dalam komunitas, hanya berusaha mengajak mereka tidak apatis terhadap korupsi,” katanya. Meski sudah banyak anggota, Kurnia menegaskan KOMPAK tidak akan berubah menjadi organisasi masa (ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Komitmen tersebut dijelaskan Kurnia karena pihaknya beranggapan apabila berubah fungsi menjadi ormas atau LSM akan rawan kepentingan yang tidak murni lagi bergerak untuk kepentingan masyarakat banyak. “Kami komitmen ogah jadi ormas atau LSM, karena kami khawatir rawan kepentingan seperti pengerahan masa atau hanya sekadar menaikkan isuisu karena kepentingan golongan.
Walau kami sebatas komunitas dan diisi berbagai latar belakang pekerjaan, kami tetap konsisten kawal kasus korupsi dan hukum,” kata alumni mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) tersebut. Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Kompak Joko Susanto menambahkan, kompak berdiri dengan tujuan sebagai wadah aspirasi, berbagi ilmu, pikiran, pengawalan, harapan, dan citacita atas terwujudnya Indonesia bebas korupsi.
“Visi kami menyalurkan aspirasi setiap insan pemerhati korupsi. Misinya menanamkan nilai-nilai dasar antikorupsi pada setiap orang, menanamkan sikap kritis pada setiap anggota, dan pengawalan terhadap kasus korupsi yang belum tuntas,” ujarnya.
Andika Prabowo
Kota Semarang
(bbg)