IPW Apresiasi Pesepeda yang Menghadang Rombongan Moge
A
A
A
YOGYAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) memberi apresiasi pada Elanto Wijoyono pengendara sepeda di Yogyakarta yang memprotes dan menghadang rombongan pengendara moge yang bersikap seenaknya.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane menyatakan, apa yang dilakukan Elanto itu menjadi pembelajaran dan patut dicontoh anggota masyarakat lain, yakni jika menemukan pelanggaran jangan takut untuk bersikap, memprotes dan bertindak agar arogansi pengendara moge tidak berkembang dan para pelanggar tahu diri.
Sebaliknya IPW, kata Neta, menyayangkan sikap elit Polri yang cenderung membela pengendara moge dan menyalahkan pesepeda tersebut.
Elit-elit Polri membaca undang undang hanya sepotong sepotong dan hanya berdasarkan kepentingan yang sempit, yakni kepentingan pengawalan yang dilakukan polisi dan kepentingan pengendara moge tanpa peduli dengan kepentingan masyarakat luas di jalanan.
"Jika mau jujur, apa sih manfaatnya moge untuk kepentingan rakyat banyak dan harus diingat undang-undang itu dibuat untuk kepentingan rakyat banyak. Artinya, kalau para elit Polri itu memang benar benar sebagai polisi sejati, yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak, seharusnya mereka melarang dan tidak mengizinkan konvoi moge, sehingga tidak ada masalah, " papar Neta dalam keterangan yang dikirimkan ke Sindonews.com, Senin (17/8/2015)..
Apalagi, lanjut dia, semua orang tahu jika libur panjang Kota Yogya selalu padat dan macet. Artinya, timpal dia, jika elit elit Polri peka, seharusnya mereka bersikap preventif, tidak mengizinkan konvoi moge yang selama ini cenderung arogan, sehingga tidak ada protes dari warga.
"Sayangnya, sudah tidak peka, elit-elit Polri hanya menyalahkan sipesepeda, sehingga membikin pembenaran seenaknya sendiri atas nama undang undang. Kalau mau jujur, apakah polisi berani membuka secara transparan berapa biaya pengawalan yang mereka dapat dari rombongan moge itu," kata Neta.
IPW berharap elit elit Polri bertindak adil, tidak diskriminatif dan jangan hanya membela arogansi pengendara moge.
Sementara dalam konvoi takbiran Idul Fitri maupun Idul Adha, polisi cenderung melarang, dengan cara membatasi, mengalihkan, dan menghalau.
Bahkan, belakangan polisi melarang konvoi sahur on the road di kota-kota besar. Tapi untuk konvoi moge polisi begitu memprioritaskannya.
Belajar dari kasus Yogya ini Kapolri, Kakorlantas dan para Kapolda harus mengingatkan aparaturnya agar jangan mau diperalat untuk memenuhi arogansi pengendara moge.
"Pengawalan moge harus ditata ulang dan dalam jumlah terbatas agar mereka tidak arogan. Dan untuk kasus Yogya petugas dan Dirlantasnya perlu ditegur agar tidak lupa bahwa Yogya adalah kota wisata yang setiap libur panjang selalu padat dan macet sehingga tidak asal melakukan pengawalan terhadap moge, " ujar Neta.
Kalau pun pengandara moge mau gaya gayaan, mereka bisa melakukannya di Papua atau Kalimantan sehingga tidak mengganggu masyarakat pengguna jalan di kota-kota besar.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane menyatakan, apa yang dilakukan Elanto itu menjadi pembelajaran dan patut dicontoh anggota masyarakat lain, yakni jika menemukan pelanggaran jangan takut untuk bersikap, memprotes dan bertindak agar arogansi pengendara moge tidak berkembang dan para pelanggar tahu diri.
Sebaliknya IPW, kata Neta, menyayangkan sikap elit Polri yang cenderung membela pengendara moge dan menyalahkan pesepeda tersebut.
Elit-elit Polri membaca undang undang hanya sepotong sepotong dan hanya berdasarkan kepentingan yang sempit, yakni kepentingan pengawalan yang dilakukan polisi dan kepentingan pengendara moge tanpa peduli dengan kepentingan masyarakat luas di jalanan.
"Jika mau jujur, apa sih manfaatnya moge untuk kepentingan rakyat banyak dan harus diingat undang-undang itu dibuat untuk kepentingan rakyat banyak. Artinya, kalau para elit Polri itu memang benar benar sebagai polisi sejati, yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak, seharusnya mereka melarang dan tidak mengizinkan konvoi moge, sehingga tidak ada masalah, " papar Neta dalam keterangan yang dikirimkan ke Sindonews.com, Senin (17/8/2015)..
Apalagi, lanjut dia, semua orang tahu jika libur panjang Kota Yogya selalu padat dan macet. Artinya, timpal dia, jika elit elit Polri peka, seharusnya mereka bersikap preventif, tidak mengizinkan konvoi moge yang selama ini cenderung arogan, sehingga tidak ada protes dari warga.
"Sayangnya, sudah tidak peka, elit-elit Polri hanya menyalahkan sipesepeda, sehingga membikin pembenaran seenaknya sendiri atas nama undang undang. Kalau mau jujur, apakah polisi berani membuka secara transparan berapa biaya pengawalan yang mereka dapat dari rombongan moge itu," kata Neta.
IPW berharap elit elit Polri bertindak adil, tidak diskriminatif dan jangan hanya membela arogansi pengendara moge.
Sementara dalam konvoi takbiran Idul Fitri maupun Idul Adha, polisi cenderung melarang, dengan cara membatasi, mengalihkan, dan menghalau.
Bahkan, belakangan polisi melarang konvoi sahur on the road di kota-kota besar. Tapi untuk konvoi moge polisi begitu memprioritaskannya.
Belajar dari kasus Yogya ini Kapolri, Kakorlantas dan para Kapolda harus mengingatkan aparaturnya agar jangan mau diperalat untuk memenuhi arogansi pengendara moge.
"Pengawalan moge harus ditata ulang dan dalam jumlah terbatas agar mereka tidak arogan. Dan untuk kasus Yogya petugas dan Dirlantasnya perlu ditegur agar tidak lupa bahwa Yogya adalah kota wisata yang setiap libur panjang selalu padat dan macet sehingga tidak asal melakukan pengawalan terhadap moge, " ujar Neta.
Kalau pun pengandara moge mau gaya gayaan, mereka bisa melakukannya di Papua atau Kalimantan sehingga tidak mengganggu masyarakat pengguna jalan di kota-kota besar.
(sms)