Kekeringan, Warga Manfaatkan Air Kubangan
A
A
A
CIREBON - Ribuan warga yang tersebar di 12 RT se-Desa/Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, sebulan terakhir terpaksa mengonsumsi air kubangan akibat kekeringan.
Setiap hari, berbekal jeriken, ember, dan wadah penampung air lainnya, warga harus bolak-balik mengambil air dalam kubangan. Kubangan itu sendiri sesungguhnya mata air. Sayang, kondisi air tampak kotor akibat kumpulan lumut dan ganggang yang memenuhi permukaan air.
Salah seorang warga RW 02, Andi, mengaku terpaksa mengambil air kotor tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Dia setiap hari mengambil air menggunakan beberapa jeriken yang diangkut dengan sepeda motornya.
"Untuk minum maupun mandi. Kalau mencuci, baju-bajunya dibawa kemari dan dicuci di sini," katanya di sela mengambil air, Kamis (13/8/2015).
Menurutnya, kondisi itu telah berlangsung selama sekitar satu bulan. Mata air itu sendiri selama ini kerap menjadi andalan warga kala kekeringan melanda.
Ketua RW 02 Kamad menyebutkan, kekeringan tahun ini terbilang parah. Setidaknya 70 persen sumur warga di RW 02 kering. Akibatnya, warga terpaksa mengambil air dan mengonsumsinya, sekalipun kotor.
"Sebagian besar warga mengambil air malam hari karena kalau pagi hari banyak ibu-ibu yang mencuci di mata air itu," ungkapnya.
Sebagian besar warganya harus menempuh perjalanan sekitar 2 kilometer demi mencapai mata air tersebut. Menurutnya, setiap kemarau sumur warga rata-rata mengering dan warga kesulitan air. Kala itulah mata air tersebut menjadi sumber air satu-satunya mereka.
Sementara itu, Kuwu (Kepala Desa) Greged Yusup mengakui seluruh warga desa memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Kubangan yang airnya dimanfaatkan warga itu sebenarnya merupakan mata air yang dikenal dengan nama Cikukulu.
"Warga sini rata-rata punya sumur, tapi ketika mengering Mata Air Cikukulu inilah yang jadi andalan. Sebagian warga lain, terutama yang mampu, terpaksa membeli air," jelasnya.
Sekalipun air tampak kotor, warga biasanya akan mendiamkan air yang telah diambilnya dahulu sebelum digunakan. Cara ini, katanya, bermanfaat untuk mengendapkan kotoran di bagian bawah air. Warga mau tak mau harus melakukan itu akibat rawan air bersih.
Meski begitu, saat ini debit air Cikukulu tersisa sekitar 1.000 m3 lagi. Di luar itu, ketersediaan air di Desa Greged yang berasal dari program nasional Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang didanai APBN setiap tahun berkurang. Kini, debit air dari Pamsimas rata-rata hanya menyisakan sekitar 1.500 m3/bulan.
"Sedangkan, kebutuhan air bersih warga mencapai sekitar 4.500 m3/bulan," ucapnya.
PILIHAN:
Ini Dua Air Terjun Baru di Nganjuk
Setiap hari, berbekal jeriken, ember, dan wadah penampung air lainnya, warga harus bolak-balik mengambil air dalam kubangan. Kubangan itu sendiri sesungguhnya mata air. Sayang, kondisi air tampak kotor akibat kumpulan lumut dan ganggang yang memenuhi permukaan air.
Salah seorang warga RW 02, Andi, mengaku terpaksa mengambil air kotor tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Dia setiap hari mengambil air menggunakan beberapa jeriken yang diangkut dengan sepeda motornya.
"Untuk minum maupun mandi. Kalau mencuci, baju-bajunya dibawa kemari dan dicuci di sini," katanya di sela mengambil air, Kamis (13/8/2015).
Menurutnya, kondisi itu telah berlangsung selama sekitar satu bulan. Mata air itu sendiri selama ini kerap menjadi andalan warga kala kekeringan melanda.
Ketua RW 02 Kamad menyebutkan, kekeringan tahun ini terbilang parah. Setidaknya 70 persen sumur warga di RW 02 kering. Akibatnya, warga terpaksa mengambil air dan mengonsumsinya, sekalipun kotor.
"Sebagian besar warga mengambil air malam hari karena kalau pagi hari banyak ibu-ibu yang mencuci di mata air itu," ungkapnya.
Sebagian besar warganya harus menempuh perjalanan sekitar 2 kilometer demi mencapai mata air tersebut. Menurutnya, setiap kemarau sumur warga rata-rata mengering dan warga kesulitan air. Kala itulah mata air tersebut menjadi sumber air satu-satunya mereka.
Sementara itu, Kuwu (Kepala Desa) Greged Yusup mengakui seluruh warga desa memanfaatkan air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Kubangan yang airnya dimanfaatkan warga itu sebenarnya merupakan mata air yang dikenal dengan nama Cikukulu.
"Warga sini rata-rata punya sumur, tapi ketika mengering Mata Air Cikukulu inilah yang jadi andalan. Sebagian warga lain, terutama yang mampu, terpaksa membeli air," jelasnya.
Sekalipun air tampak kotor, warga biasanya akan mendiamkan air yang telah diambilnya dahulu sebelum digunakan. Cara ini, katanya, bermanfaat untuk mengendapkan kotoran di bagian bawah air. Warga mau tak mau harus melakukan itu akibat rawan air bersih.
Meski begitu, saat ini debit air Cikukulu tersisa sekitar 1.000 m3 lagi. Di luar itu, ketersediaan air di Desa Greged yang berasal dari program nasional Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) yang didanai APBN setiap tahun berkurang. Kini, debit air dari Pamsimas rata-rata hanya menyisakan sekitar 1.500 m3/bulan.
"Sedangkan, kebutuhan air bersih warga mencapai sekitar 4.500 m3/bulan," ucapnya.
PILIHAN:
Ini Dua Air Terjun Baru di Nganjuk
(zik)