Inventarisasi SG dan PAG Bisa Mencegah Konflik Tanah
A
A
A
YOGYAKARTA - Tiap desa di DIY seharusnya memiliki data kepemilikan atas tanah untuk memberi informasi mana saja tanah yang statusnya masih Sultan Ground (SG) atau Paku Alam Ground (PAG), dan mana yang sudah menjadi hak milik rakyat.
Menurut Pakar Sejarah Prof Dr Djoko Suryo, peta DIY tahun 1838 masih dijadikan patokan dalam inventarisasi SG dan PAG. Namun, inventarisasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan proses berjalannya sejarah DIY hingga sekarang.
"Proses sejarah juga harus dipertimbangkan. Pada 1918-1923 telah terjadi reorganisasi kepemilikan tanah oleh kolonial. Peristiwa ini membuat ada perubahan hak milik dari SG atau PAG menjadi milik rakyat," katanya, Senin (10/8/2015).
Ditambahkan dia, seharusnya perubahan-perubahan itu ada dalam peta desa untuk membedakan mana yang tanah rakyat, dan mana yang tanah SG dan PAG. Menurutnya, inventarisasi SG dan PAG perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya sengketa tanah.
"Data kepemilikan tanah tidak semuanya ada. Karena itu harus dilakukan inventarisasi lagi. Kan tidak bisa juga ada tanah kosong, nganggur, tiba-tiba main pakai saja. Kalau statusnya SG atau PAG, masyarakat bisa izin ke keraton," imbuhnya.
Guru Besar Sejarah UGM ini juga menambahkan, selama ini tanah dengan status SG atau PAG masih boleh dipakai oleh rakyat dengan mengikuti aturan yang ada. Namun inventarisasi SG dan PAG tetap penting untuk memperjelas status tanah.
"Apalagi jumlah penduduk DIY tiap tahun makin bertambah banyak. Belum lagi pendatang dari luar DIY. Tentu semuanya harus jelas secara hukum dan administrasi, termasuk kepemilikan tanah di DIY ini," tuturnya.
Menurut Pakar Sejarah Prof Dr Djoko Suryo, peta DIY tahun 1838 masih dijadikan patokan dalam inventarisasi SG dan PAG. Namun, inventarisasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan proses berjalannya sejarah DIY hingga sekarang.
"Proses sejarah juga harus dipertimbangkan. Pada 1918-1923 telah terjadi reorganisasi kepemilikan tanah oleh kolonial. Peristiwa ini membuat ada perubahan hak milik dari SG atau PAG menjadi milik rakyat," katanya, Senin (10/8/2015).
Ditambahkan dia, seharusnya perubahan-perubahan itu ada dalam peta desa untuk membedakan mana yang tanah rakyat, dan mana yang tanah SG dan PAG. Menurutnya, inventarisasi SG dan PAG perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya sengketa tanah.
"Data kepemilikan tanah tidak semuanya ada. Karena itu harus dilakukan inventarisasi lagi. Kan tidak bisa juga ada tanah kosong, nganggur, tiba-tiba main pakai saja. Kalau statusnya SG atau PAG, masyarakat bisa izin ke keraton," imbuhnya.
Guru Besar Sejarah UGM ini juga menambahkan, selama ini tanah dengan status SG atau PAG masih boleh dipakai oleh rakyat dengan mengikuti aturan yang ada. Namun inventarisasi SG dan PAG tetap penting untuk memperjelas status tanah.
"Apalagi jumlah penduduk DIY tiap tahun makin bertambah banyak. Belum lagi pendatang dari luar DIY. Tentu semuanya harus jelas secara hukum dan administrasi, termasuk kepemilikan tanah di DIY ini," tuturnya.
(san)