Melihat Rumah Masa Kecil Bung Karno di Kediri (Bagian 1/Bersambung)

Jum'at, 07 Agustus 2015 - 05:00 WIB
Melihat Rumah Masa Kecil Bung Karno di Kediri (Bagian 1/Bersambung)
Melihat Rumah Masa Kecil Bung Karno di Kediri (Bagian 1/Bersambung)
A A A
RUMAH masa kecil Bung Karno (BK) di Dusun Krapak, Desa Pojok, Wates, Kediri, Jawa Timur, sarat kenangan. Di sinilah Bung Karno diasuh ayah angkatnya, RM Surati Soemosewoyo alias Denmas Mendung, kerabat R Soekeni Sosrodihardjo yang tak lain ayahanda Bung Karno. Di rumah ini, BK cilik tinggal kurang lebih tiga tahun saat usia 2 hingga 5 tahun.

Tak banyak warga Wates, Kediri yang tahu keberadaan rumah masa kecil Bung Karno di Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kediri. Saat Sindonews beberapa kali bertanya ke warga soal keberadaan rumah Bung Karno, mereka hanya menggeleng.

"Setahu saya rumah BK ya di Blitar (Ndalem Gebang)," jawab warga tadi.

"Saya kok baru dengar ya," jawab warga lain keheranan saat ditanya rumah masa kecil BK di Wates.

Wajar banyak warga tidak tahu karena keberadaan rumah Bung Karno di Dusun Krapak, Desa Pojok, Wates, Kediri sengaja dirahasiakan sejak Orde Baru berkuasa. Baru tahun 2013 perlahan dibuka.

Namun, kian mendekati Dusun Krapak, warga makin ngeh. Warga lebih paham kalau ditanya soal rumah petilasan BK. "Terus saja nanti ada pertigaan belok kiri lalu belok kanan. Ada tulisan besar. Itu rumah BK," jelas warga kepada Sindonews.

Memasuki halaman rumah masa kecil Bung Karno yang kerap disebut Ndalem Pojok, suasananya asri khas pedesaan. Selain halamannya cukup luas, banyak pepohonan hingga menjadikan lingkungan Ndalem Pojok adem. Apalagi rumah ini berada di kaki Gunung Kelud.

Sore itu, ada seorang bapak sedang menyirami tanaman dan halaman berupa tanah pasir. "Silakan masuk. Ibu ada di dalam kok," katanya.

"Saya hanya bantu-bantu di sini," ujar bapak itu terus melanjutkan pekerjaannya.

Tak lama, muncul perempuan sepuh dari rumah joglo yang masih terawat resik itu. "Silakan masuk," ujar Suratmi (69), yang tinggal di Ndalem Pojok sejak tahun 1963.

"Tidak banyak perubahan rumah ini sejak didirikan Eyang Panji RMP Soemosewoyo sekitar tahun 1862 hingga 1870 itu," kata ibu enam putra itu.

Rumah gebyok berbentuk joglo cukup luas. Berukuran sekitar 15 x 30 meter yang menempati areal satu hektare lebih. Beragam tanaman tua tumbuh di lingkungan Ndalem Pojok. Mulai pohon jati, sawo kecik, mangga, belimbing, dan maskotnya pohon kantil super jumbo yang berada persis di depan rumah.

"Dulu pohon kantil tumbuh lebat. Nggak tahu kok sekarang mulai mengering. Itu setelah kita pupuk kok malah begini," ujar Suratmi dengan mimik geton (kecewa).

Selain itu, Suratmi juga menanami halaman rumahnya yang luas dengan tanaman herbal atau kesehatan, seperti, kunyit, jahe, kumis kucing, sambiroto, dan tanaman sembung legi.

"Semua itu berguna untuk menjaga kesehatan. Kita tumbuk lalu dicampur air dan diminum," terangnya.

Menurut Suratmi, berdasarkan pesan almarhum suaminya, RM Haryono, rumah warisan itu harus dijaga keasliannya kecuali jika ada bagian yang rusak terpaksa harus direnovasi. "Jadi, sejak kami tempati ya tak banyak perubahan," kata Suratmi.

Kecuali, kata Suratmi, bagian depan atau ruang tamu cukup luas yang kayunya hancur diganti batu bata. Juga sebagian atap yang rusak karena bocor.

"Yang lain masih asli, termasuk dinding yang terbuat dari gedek kalau masih bagus tetap dibiarkan. Hanya dicat putih. Begitu juga atap plafon yang terbuat dari sesek masih bagus dan hanya dicat putih. Jadi, kesan kuno dan asli tetap terpancar dari Ndalem ini," tuturnya.

Sedangkan bagian belakang rumah makin luas. Selain lebih tinggi, semua bahan kayu asli kayu jati tua atau gebyok yang masih utuh. Ada beberapa kamar. Salah satu kamar difungsikan menyimpan benda-benda pusaka.

"Kamar itu tak boleh sembarang orang membukanya," terang Suratmi.

Beragam perabot lawas mulai kursi meja hingga lemari terbuat dari kayu jati masih dipertahankan. Foto dan berbagai slogan Bung Karno selama masa perjuangan dipajang dan ditempel dalam ruangan depan dan juga tersebar di halaman rumah.

Di sebelah kanan Ndalem Pojok kini dibangun musala permanen. Sedang sebelah kiri dibangun panggung sanggar kesenian. Setiap malam Jumat legi ada pementasan wayang kulit.

"Ini sesuai pesan Eyang Panji yang membangun Ndalem Pojok. Semua itu dibangun anak-anak dengan biaya sendiri," terang Suratmi.

Ditambahkan Suratmi, banyak yang memang tidak tahu bahwa Ndalem Pojok ini pernah jadi kediaman Bung Karno saat kecil. Itu sengaja dirahasiakan atau disembunyikan keberadaannya saat Orde Baru berkuasa. Bukan apa-apa, dikhawatirkan ada masalah.

"Tapi, orang-orang tua kampung (Dusun Krapak) tahu kalau Bung Karno dan orang penting Republik ini sering singgah di sini. Mereka begitu hormat makanya mereka menyebut rumah ini Ndalem," tuturnya.

Baru tahun 2013 Ndalem Pojok mulai dipublikasikan keberadaannya. Beberapa keluarga Bung Karno, seperti anaknya, Rahmawati, ikut mengunjungi Ndalem Pojok.

"Tapi, jauh sebelumnya saat Pak Harto masih berkuasa Ibu Megawati juga pernah sowan ke sini," tuturnya.

Sejarah Ndalem Pojok bermula saat Raden Mas Panji Soemo Hatmodjo atau biasa dipangil Eyang Panji membangun rumah ini antara tahun 1862 hingga 1870.

Eyang Panji adalah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Setelah Perang Jawa tahun 1825 sampai 1830, Eyang Panji melarikan diri ke Kediri untuk menghindari kejaran Belanda.

Eyang Panji yang juga seorang patih Ndalem Sinuwun Pakubuwono IX Surakarta lalu membaur dengan masyarakat dan membangun Ndalem Pojok. Keturunan Eyang Panji adalah RM Surati Soemosewoyo yang dikenal Denmas Mendung dan saudaranya RM Sayid Soemosewoyo.

Selanjutnya, keturunan RM Sayid Soemasewoyo adalah RM Haryono. "Beliau (RM Haryono) suami saya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Sejak 1963 kami tinggal di Ndalem Pojok," ujarnya seraya memberikan fotokopi buku sebelas halaman berjudul "Sepenggal Sejarah Ndalem Pojok" karangan Dian yang mengutip ulang tulisan bersambung koran lokal yang memuat sejarah Ndalem Pojok dengan mewawancarai RM Haryono semasa hidup.

"Sampeyan bisa baca ini untuk melengkapi tulisan sejarah Ndalem Pojok," kata Suratmi yang masih tampak energik meski usianya akan memasuki kepala tujuh.

Suratmi menuturkan, pohon kantil super jumbo yang berada di tepat di depan Ndalem Pojok menjadi saksi sejarah tumbuhnya benih asmara antara R Soekeni Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben yang tak lain adalah orangtua Bung Karno.

Saat itu, R Soekeni kesengsem pada Ayu yang merupakan putri seorang bangsawan di Buleleng, Bali. Untuk mendapatkan hati Ida Ayu yang merupakan kembang gadis Buleleng, tidak mudah.

Akhirnya, ayahanda Bung Karno minta tolong sahabatnya RM Soemosewoyo untuk mendapatkan Ida Ayu. RM Soemosewoyo yang terkenal sakti berbekal dua bunga kantil yang dipetik di depan Ndalem Pojok berangkat ke Buleleng, Bali.

Dengan kesaktiannya, Denmas Mendung, nama samaran RM Soemosewoyo, berhasil menembus tembok istana di mana Ida Ayu tinggal dengan hanya mengusapkan bunga kantil tadi ke tembok hingga berhasil membawa Ida Ayu keluar istana. Singkat cerita, Soekeni-Ida Ayu akhirnya menikah dan melahirkan Bung Karno.

"Itu cerita yang saya dengar," kata Suratmi.

Versi lain menyebutkan, RM Soemosewoyo datang secara baik-baik menemui keluarga untuk melamar Ida Ayu. Akhirnya, pinangan R Soekeni melalui sahabatnya itu diterima. (Bersambung)

PILIHAN:
Ponpes Metal, Dipimpin Kiai Nyentrik Penakluk Harimau
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5370 seconds (0.1#10.140)