Tangis Gus Mus Redam Muktamar NU

Selasa, 04 Agustus 2015 - 09:43 WIB
Tangis Gus Mus Redam...
Tangis Gus Mus Redam Muktamar NU
A A A
SURABAYA - Tangis haru mengakhiri sidang pleno tata tertib (Tatib) Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) sore kemarin. Ribuan muktamirin diam tertunduk dan menitikkan air mata begitu Rais Aam PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) menyampaikan hasil musyawarah para kiai sepuh, muhtasyar, dan rais syuriyah se- Indonesia.

“Di sini NU didirikan. Apakah kita mau melumpuhkan juga di sini. Saya malu kepada KH Hasyim Asyari, KH Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Sansuri. Ingatlah NU lebih besar daripada persoalan tetek bengek ini. NU lebih besar, karena NU diharapkan menjadi teladan. Bukan hanya bagi Indonesia. Tetapi juga dunia saat ini,” tutur Gus Mus.

Pidato Gus Mus selama 30 menit ini sendiri disampaikan dengan tersedu. Bahkan beberapa kali suara pengasuh Ponpes Roudlatut Thalibin Rembang ini bergetar. “Sejak semalam saya belum tidur. Bukan karena apa. Tetapi karena memikirkan anda sekalian. Tolong maafkan saya, kalau perlu saya akan mencium kaki anda untuk menunjukkan tawaduk anda seperti diajarkan Kiai Hasyim,” ujarnya.

Muktamirin yang hadir hanya diam mendengarkan petuah pimpinan tertinggi NU tersebut. Beberapa muktamirin bahkan tampak menangis. Tidak terdengar satu pun yang bicara keras seperti yang terjadi pada malam sebelumnya. Padahal Minggu (2/8) malam, para muktamirin sempat gaduh mengenai pengesahan tata tertib pemilihan Rais Aam dengan sistem Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa).

Sidang pleno tata tertib Muktamar diskors setelah terjadi keributan menyusul pembahasan pasal 19 ayat 1 tentang tata cara pemilihan Rais Aam. Pada pasal tersebut tertulis bahwa Rais Aam dipilih secara musyawarah mufakat atau Ahwa. Poin ini yang memantik reaksi para peserta yang tidak sependapat dengan model tersebut. Mereka meminta pasal tersebut dihapus.

Alasannya, pasal itu belum menjadi keputusan muktamar dan tidak ada di dalam AD/ART. Sebaliknya sistem Ahwa hanya rekomendasi Musyawarah Nasional (Munas) alim ulama. “Dengarkan pimpinan anda, saya sebagai Rois Aam. Kalau tidak anda dengarkan, buat apa saya menjabat, lepaskan saja saya, saya akan pulang menjadi warga NU biasa,” kata Gus Mus.

Gus Mus juga meminta maaf kepada muktamirin yang hadir dari jauh, terutama kepada para kiai sepuh atas kekisruhan yang terjadi. “Tolong maafkan saya, saya mohon maaf, terutama yang datang dari jauh, terutama kiai yang tua-tua. Dengan kerendahan hati saya meminta maaf, ini tanggung jawab saya, tolong maafkan saya, maafkan mereka (panitia), kesalahan itu kesalahan saya,” kata Gus Mus.

Seusai memohon maaf, Gus Mus lantas menyampaikan keputusan musyawarah para kiai sepuh, muhtasyar, dan rais suriyah se-Insonesia, terkait polemik Ahwa dalam pemilihan Rais Aam. Inti dari keputusan tersebut adalah Ahwa akan dibahas di sidang komisi dan akan diplenokan. Pemilihan Rais Aam akan dilakukan secara musyawarah oleh seluruh ketua syuriyah se-Indonesia.

Namun, bila tidak ada kata sepakat akan dilakukan voting. “Ini urusan memilih Rais Aam. Cara berpikir para kiai dan saya, kiai akan memilih pemimpin kiai. Kiai-kiai akan memilih imamnya kiai. Karena itu solusinya, kalau tidak bisa mufakat, maka akan dilakukan pemungutan suara khusus oleh roisrois,” katanya.

“Tetapi, kalau muktamirin masih tidak sepakat dengan solusi yang ditawarkan seorang Mustofa Bisri, maka saya terima dengan kerendahan hati,” ucapnya. Pada kesempatan itu, Gus Mus juga meminta doa agar tidak terpilih kembali sebagai Rais Aam. Baginya menjadi Rais Aam adalah sebuah kecelakaan. Sebab saat itu dia menerima amanat menjadi Pjs lantaran KH Sahal Mahfudz wafat.

“Doakan saya hanya sekali menjadi pejabat sementara Rais Aam. Dan tolong perhatikan sekali saja saya sebagai pejabat sementara Rais Aam. Kalau tidak, apa gunanya saya anda kasih jabatan sebagai Pj segala,” ujarnya. Pascapidato Gus Mus tersebut, pimpinan sidang Slamet Efendi Yusuf lantas melanjutkan pembahasan pasal 19 yang sempat tertunda. “Apakah saran Rais Aam bisa ditetapkan menjadi pasal 19,” kata Slamet yang langsung dijawab “sepakat” oleh muktamirin.

Setelah seluruh pasal Tatib Muktamar tuntas. Agenda lantas dilanjutkan dengan sidang komisi-komisi. Hingga berita ini ditulis, agenda masih berlangsung. Masing-masing sidangmasalahorganisasidiPondok Mambaul Ulum Denanyar, komisi program di Pondok DarulUlumRejoso, komisidiniyah waqiiyah di Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras, dan komisi rekomendasi di Ponpes Salafiyah Tebu Ireng Jombang.

KH Hasyim Muzadi Buka Peluang

Batalnya sistem Ahwa dalam pemilihan Rais Aam PBNU membuka peluang KH Hasyim Muzadi dan KH Solahudin Wahid (Gus Solah) sebagai petinggi jamiah NU. KH Hasyim Muzadi misalnya, sampai saat ini masih memiliki pendukung besar di kalangan Rais Syuriyah. Sementara Gus Solah adalah paket pasangan KH Hasyim Muzadi.

Juru Bicara KH Hasyim Muzadi, KH Misbahus Salam mengklaim, hingga saat ini sudah ada 420 cabang dan 20 PW yang bulat mendukung pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang itu. Atau lebih dari 70% jumlah total pemilik suara dalam Muktamar. “Insyaallah cabang dan PW tetap bulat ke Kiai Hasyim,” katanya.

Sebaliknya di kubu KH Mustofa Bisri, batalnya sistem Ahwa seolah menjadi sinyal berakhirnya persaingan dalam perebutan posisi Rais Aam. Apalagi pada pidato siang kemarin, KH Mustofa Bisri menyampaikan harapannya agar tidak dipilih kembali. “Besar kemungkinan Gus Mus akan mundur dari pencalonan. Apalagi melihat kekisruhan yang demikian besar.

Sinyal itu sudah disampaikan Gus Mus siang tadi,” kata adik Kandung Gus Dur, Lili Chodijah Wahid, kemarin. Lili kemudian memunculkan calon alternatif. Calon yang dimaksud adalah para ulama sepuh dan alim yang masih bebas dari kepentingan serta bisa diterima oleh semua kelompok. Beberapa di antaranya KH Maimun Zubair, KH Maruf Amin, dan KH Tolhah Hasan.

“Mbah Mun (KH Maimun Zubair) saat ini paling sepuh dibanding Kiai Hasyim maupun Gus Mus. Mestinya beliau yang diusung. Di luar itu masih ada Kiai Tolhah dan Maruf. Syukur-syukur kalau keduanya masuk dan menyokong Mbah Mun,” katanya. Informasi yang dihimpun saat ini sejumlah ulama sepuh tengah melakukan rapat tertutup mendiskusikan calon alternatif terebut.

Sementara untuk posisi Ketua PBNU, namaKH SaidAqilmasihsanter beredar. Bahkan yang bersangkutan menyatakan siap menang dan kalah dalam pemilihan nanti. “Saya optimis dan siap kalah,” kata Said kepada wartawan. Di luar itu juga muncul nama baru, yakni KH Idrus Ramli, Ketua Dewan Pakar Aswaja senter PWNU Jatim. Namun, sosok kiai muda ini disebut hanya menjadi pesaing bayangan untuk memecah dukungan terhadap KH Said Aqil.

Ihya ulumuddin/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1765 seconds (0.1#10.140)