Jalan Terjal Menuju Tanah Suci
A
A
A
SUKABUMI - Memiliki cukup uang serta kondisi tubuh yang sehat secara jasmani maupun rohani, tidaklah menjadi jaminan bagi seseorang dapat dengan mudah mewujudkan niatannya untuk menunaikan ibadah haji, terutama melalui program haji reguler.
Paling tidak harus terlebih dahulu menunggu antrean selama bertahuntahun, terhitung sejak mendaftarkan diri dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan sebagai calon jamaah haji. Ada sejumlah faktor yang menjadikan jalan menuju tanah suci terasa terjal dan berliku.
Pemicu utamanya adalah kuota haji yang diperoleh Indonesia dari pihak Kerajaan Arab Saudi setiap tahun jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan tingkat permintaan keberangkatan haji. Hasil perhitungan Kementerian Agama RI, masa tunggu haji di Indonesia mampu mencapai kurang lebih 13 tahun. Permasalahan seperti ini akan terus terjadi apalagi jika melihat data jumlah calon jamaah haji setiap tahunnya cenderung meningkat, mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak.
Kondisi ini semakin parah ketika pihak kerajaan Arab Saudi sempat memangkas kuota haji Indonesia hingga 20% pada 2014 silam. Akibatnya puluhan ribu calon jamaah haji harus ditunda keberangkatannya. Belum usai dengan permasalahan keterbatasan kuota haji, kini masyarakat Indonesia dihadapi dengan fenomena baru yang menyebabkan urusan ibadah haji kian rumit, yakni dugaan penjualan kuota haji.
Tindak kejahatan yang satu ini terbilang licin dan terrencana karena harus diawali dengan cara memalsukan data calon jamaah haji. Kasus penjualan kuota haji tersebut salah satunya ditemukan di Kabupaten Sukabumi. Tepatnya di 2008, Pemda Kabupaten Sukabumi menemukan dari sebanyak 451 orang calon jamaah haji dari kuota 1.939 orang, diduga menggunakan data kependudukan palsu.
Setelah ditelusuri, ternyata ratusan calon jamaah haji itu berasal dari luar daerah seperti Tanggerang, Bekasi dan Bogor. Kasus tersebut ditangani Polres Kota Sukabumi. Hasil pengusutan, penyidik menetapkan seorang pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) menjadi tersangka. Kini isu penujualan kuota haji kembali mencuat. Pada musim haji 2014 silam, seorang pimpinan organisasi Islam yakni KH Asep Sirojudin Mahmud menemukan tiga orang jamaah haji luar daerah berada dalam rombongan haji Kabupaten Sukabumi.
“Ketiga orang itu mengaku berasal dari Sulawesi Selatan, namun berangkat dari Sukabumi melalui sebuah yayasan dengan cara membayar dua kali lipat dari tariff ongkos naik haji,” ujar KH Asep kepada wartawan. Mencuatnya kasus ini mendapat respon dari Kejaksaan Negeri Cibadak dengan dimulainya proses penyelidikan. Hasil pengusutan terungkap dari 1.333 kuota haji Kabupaten Sukabumi 2008, sebanyak 113 orang jamaah haji berasal dari luar daerah .
Dari jumlah tersebut, sebanyak 10 orang jamaah menumpang alamat keluarganya di Kabupaten Sukabumi, sedangkan sisanya 103 orang jamaah menggunakan identitas kependudukan palsu. Waktu terus berjalan, sudah hampir satu tahun aparat Kejaksaan Negeri Cibadak melakukan pengusutan atas kasus itu.
Sejauh ini tim penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus penjualan kuota haji 2014, masing-masing berinisial AS yang merupakan Kepala Seksi Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh pada Kementerian Agama cabang Sukabumi dan tersangka satunya berinisial D yang merupakan staf dari Kementerian Agama cabang Sukabumi.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Cibadak, Akhmad E.P Hasibuan menyatakan bahwa proses penyidikan kasus dugaan penjualan kuota haji masih dalam proses pengembangan. Untuk memertajam pengusutannya tim penyidik tengah fokus pada pengumpulan keterangan. Salah satunya memanggil 30 orang jamaah haji asal luar daerah yang telah menggunakan kuota Kabupaten Sukabumi pada musim haji 2014 silam.
“Puluhan jamaah haji tersebut akan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk memertajam penyidikan. Sudah berulang kali dilakukan pemanggilan, namun mereka tidak pernah memenuhinya,” ujar Akhmad kepada wartawan. Tindakan puluhan jamaah haji ini telah menghambat proses penanganan. Karena itulah direncanakan tim penyidik akan melakukan jemput bola.
Toni kamajaya
Paling tidak harus terlebih dahulu menunggu antrean selama bertahuntahun, terhitung sejak mendaftarkan diri dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan sebagai calon jamaah haji. Ada sejumlah faktor yang menjadikan jalan menuju tanah suci terasa terjal dan berliku.
Pemicu utamanya adalah kuota haji yang diperoleh Indonesia dari pihak Kerajaan Arab Saudi setiap tahun jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan tingkat permintaan keberangkatan haji. Hasil perhitungan Kementerian Agama RI, masa tunggu haji di Indonesia mampu mencapai kurang lebih 13 tahun. Permasalahan seperti ini akan terus terjadi apalagi jika melihat data jumlah calon jamaah haji setiap tahunnya cenderung meningkat, mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak.
Kondisi ini semakin parah ketika pihak kerajaan Arab Saudi sempat memangkas kuota haji Indonesia hingga 20% pada 2014 silam. Akibatnya puluhan ribu calon jamaah haji harus ditunda keberangkatannya. Belum usai dengan permasalahan keterbatasan kuota haji, kini masyarakat Indonesia dihadapi dengan fenomena baru yang menyebabkan urusan ibadah haji kian rumit, yakni dugaan penjualan kuota haji.
Tindak kejahatan yang satu ini terbilang licin dan terrencana karena harus diawali dengan cara memalsukan data calon jamaah haji. Kasus penjualan kuota haji tersebut salah satunya ditemukan di Kabupaten Sukabumi. Tepatnya di 2008, Pemda Kabupaten Sukabumi menemukan dari sebanyak 451 orang calon jamaah haji dari kuota 1.939 orang, diduga menggunakan data kependudukan palsu.
Setelah ditelusuri, ternyata ratusan calon jamaah haji itu berasal dari luar daerah seperti Tanggerang, Bekasi dan Bogor. Kasus tersebut ditangani Polres Kota Sukabumi. Hasil pengusutan, penyidik menetapkan seorang pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) menjadi tersangka. Kini isu penujualan kuota haji kembali mencuat. Pada musim haji 2014 silam, seorang pimpinan organisasi Islam yakni KH Asep Sirojudin Mahmud menemukan tiga orang jamaah haji luar daerah berada dalam rombongan haji Kabupaten Sukabumi.
“Ketiga orang itu mengaku berasal dari Sulawesi Selatan, namun berangkat dari Sukabumi melalui sebuah yayasan dengan cara membayar dua kali lipat dari tariff ongkos naik haji,” ujar KH Asep kepada wartawan. Mencuatnya kasus ini mendapat respon dari Kejaksaan Negeri Cibadak dengan dimulainya proses penyelidikan. Hasil pengusutan terungkap dari 1.333 kuota haji Kabupaten Sukabumi 2008, sebanyak 113 orang jamaah haji berasal dari luar daerah .
Dari jumlah tersebut, sebanyak 10 orang jamaah menumpang alamat keluarganya di Kabupaten Sukabumi, sedangkan sisanya 103 orang jamaah menggunakan identitas kependudukan palsu. Waktu terus berjalan, sudah hampir satu tahun aparat Kejaksaan Negeri Cibadak melakukan pengusutan atas kasus itu.
Sejauh ini tim penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus penjualan kuota haji 2014, masing-masing berinisial AS yang merupakan Kepala Seksi Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh pada Kementerian Agama cabang Sukabumi dan tersangka satunya berinisial D yang merupakan staf dari Kementerian Agama cabang Sukabumi.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Cibadak, Akhmad E.P Hasibuan menyatakan bahwa proses penyidikan kasus dugaan penjualan kuota haji masih dalam proses pengembangan. Untuk memertajam pengusutannya tim penyidik tengah fokus pada pengumpulan keterangan. Salah satunya memanggil 30 orang jamaah haji asal luar daerah yang telah menggunakan kuota Kabupaten Sukabumi pada musim haji 2014 silam.
“Puluhan jamaah haji tersebut akan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk memertajam penyidikan. Sudah berulang kali dilakukan pemanggilan, namun mereka tidak pernah memenuhinya,” ujar Akhmad kepada wartawan. Tindakan puluhan jamaah haji ini telah menghambat proses penanganan. Karena itulah direncanakan tim penyidik akan melakukan jemput bola.
Toni kamajaya
(ars)