Penambang Manual Tutup Akses Truk
A
A
A
KULONPROGO - Puluhan warga Pedukuhan Jati, Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo, kemarin melakukan aksi penutupan jalan tambang yang ada di wilayahnya.
Aksi ini menyusul maraknya penambangan dengan mesin sedot di aliran Sungai Progo. Dampaknya aktivitas penambangan manual kalah bersaing. Tokoh masyarakat setempat, Endro Purnomo mengatakan, warga menolak ada penambangan menggunakan mesin sedot.
Warga meyakini aktivitas penambangan seperti itu akan merusak jalan dan membuat sumur warga mengering. “Warga juga terganggu dengan suasana bising,” ungkap Endro Purnomo, kemarin. Karena itu warga menolak keberadaan alat penyedot pasir di wilayah mereka. Agar tidak ada aktivitas penambangan, mereka menutup jalan masuk menggunakan bambu dan kayu. Bahkan beberapa nisanpun ikut dipasang.
“Mesin sedot harus ditarik karena bisa membahayakan wilayah saat banjir,” katanya. Tokoh pemuda setempat, Agus Widiantara mengatakan, aktivitas penambangan mesin sedot membuat jalan rusak. Sebab bobot dibawa di atas tonase yang disepakati. Selain itu, kandungan air dari pasir yang dibawa membuat jalan menjadi cepat rusak. “Kami sengaja memutus jalan yang biasa dilewati truk dari penambang mesin,” ujarnya.
Diakuinya antara penambang manual dan mesin sedot melibatkan warga sekitar. Namun, tidak sedikit penambang mesin sedot juga melibatkan investor dari luar. Sementara operator mesin sedot berasal dari Cepu, Jawa Timur. Penambangan bermesin sedot setiap hari bisa menghasilkan pasir antara 10-15 truk. Sementara penambang dengan cara manual paling banyak empat truk dan itu pun berkelompok.
“Kami akan tunggu sampai alat-alat itu dipindah,” kata Widiantara. Salah satu penambang mesin sedot, Nur Karyono mengatakan, sebenarnya penambangan mereka mengambil pasir di aliran sungai. Cara ini lebih ramah dan tidak merusak lingkungan. Dia menuding penambangan manual justru merusak dataran baru yang terbentuk pascaerupsi merapi. Hal itu berbahaya dan bisa membuat aliran air kembali berbelok.
Kuntadi
Aksi ini menyusul maraknya penambangan dengan mesin sedot di aliran Sungai Progo. Dampaknya aktivitas penambangan manual kalah bersaing. Tokoh masyarakat setempat, Endro Purnomo mengatakan, warga menolak ada penambangan menggunakan mesin sedot.
Warga meyakini aktivitas penambangan seperti itu akan merusak jalan dan membuat sumur warga mengering. “Warga juga terganggu dengan suasana bising,” ungkap Endro Purnomo, kemarin. Karena itu warga menolak keberadaan alat penyedot pasir di wilayah mereka. Agar tidak ada aktivitas penambangan, mereka menutup jalan masuk menggunakan bambu dan kayu. Bahkan beberapa nisanpun ikut dipasang.
“Mesin sedot harus ditarik karena bisa membahayakan wilayah saat banjir,” katanya. Tokoh pemuda setempat, Agus Widiantara mengatakan, aktivitas penambangan mesin sedot membuat jalan rusak. Sebab bobot dibawa di atas tonase yang disepakati. Selain itu, kandungan air dari pasir yang dibawa membuat jalan menjadi cepat rusak. “Kami sengaja memutus jalan yang biasa dilewati truk dari penambang mesin,” ujarnya.
Diakuinya antara penambang manual dan mesin sedot melibatkan warga sekitar. Namun, tidak sedikit penambang mesin sedot juga melibatkan investor dari luar. Sementara operator mesin sedot berasal dari Cepu, Jawa Timur. Penambangan bermesin sedot setiap hari bisa menghasilkan pasir antara 10-15 truk. Sementara penambang dengan cara manual paling banyak empat truk dan itu pun berkelompok.
“Kami akan tunggu sampai alat-alat itu dipindah,” kata Widiantara. Salah satu penambang mesin sedot, Nur Karyono mengatakan, sebenarnya penambangan mereka mengambil pasir di aliran sungai. Cara ini lebih ramah dan tidak merusak lingkungan. Dia menuding penambangan manual justru merusak dataran baru yang terbentuk pascaerupsi merapi. Hal itu berbahaya dan bisa membuat aliran air kembali berbelok.
Kuntadi
(bbg)