Ahli Tarekat, Tinggalkan Sumur Air Tiga Rasa
A
A
A
Jejak syiar Islam di Kabupaten Kudus biasanya dihu bungkan dengan aktivitas Raden Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) dan Raden Umar Said (Sunan Muria). Hal ini wajar karena kedua sunan itu dikategorikan masyarakat sebagai Walisongo yang dianggap sebagai penyebar Islam “utama” di Pulau Jawa.
Namun tokoh penyebar Islam di Kudus sebenarnya bukan hanya kedua wali itu saja. Ada juga wali lain seperti Syeikh Sad zali yang berdasar sejumlah bukti diyakini berasal dari Per sia. Tak seperti Sunan Kudus dan Sunan Muria yang berdakwah di keramaian manusia beserta beragam masalahnya, Syeikh Sadzali yang menurut sejumlah versi merupakan “guru” Sunan Muria ini “memilih” jalan sunyi.
Aktivi as syiar ulama sufi di Pegu nung an Muria, tepatnya sekitar kawasan hutan Rejenu, Dawe, Kudus yang ketinggiannya 1.150 di atas permukaan laut (dpl). Nama Syeikh Sadzali memang tak begitu dikenal oleh masyarakat, termasuk warga Kudus sendiri. Hal ini berbeda misalnya dengan dua koleganya yang dikelompokkan masyarakat sebagai Walisongo. Sunan Kudus misalnya, selain dikenal sebagai waliyul ‘ilmi , juga dikenal sebagai ahli peperangan dan bahkan enterpreneur .
Bahkan ajarannya yang diakronimkan dengan Gusjigang (bagus perilaku, pinter ngaji lan dagang) malah menjadi spirit dan laku hidup warga Kudus. Ajarannya tentang Islam nan ramah dan toleran dengan umat beragama lain yang disimbolkan dengan Menara Kudus juga masih bisa disaksikan hingga zaman ini. Sunan Muria juga hampir sama, misalnya dikenal dengan ajaran pribumisasi Islam. Meski sudah ratusan tahun lalu, namun metode dakwahnya berupa akulturasi budaya lokal dan ajaran Islam juga masih langgeng hingga sekarang.
Sedang Syekh Sadzali, tak banyak yang bisa dikenang dari ulama sufi ini. Tak hanya itu, jati diri atau warisan ajaran Syeikh Sadzali juga masih menjadi teka-teki hingga sekarang ini. “Meski begitu, Syeikh Sadzali tetap merupakan wali dan ini diakui oleh sumber yang bisa dipercaya. Kalau peninggalannya air tiga rasa di bawah makam ini. Air tiga rasa itu dulu mungkin digunakan untuk wudu Syeikh Sadzali. Air itu tidak pernah surut baik musim hujan maupun kemarau panjang dan itu merupakan bagian dari karomah wali,” kata salah seorang juru kunci makam Syekh Sadzali, Sukarno Ichsan, 71.
Makam Syeikh Sadzali hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari makam Sunan Muria. Dari lokasi terminal bus makam Sunan Muria, peziarah harus menempuh perjalanan melewati Desa Japan. Sekitar delapan menit perjalanan dari ujung desa, peziarah tiba di kompleks makam yang dikelilingi hutan dengan pohonpohon ukuran besar.
Menurut Sukarno Ichsan, pengurus makam pernah bertanya soal jati diri Syeikh Sadzali kepada Mursyid Thariqah Syadziliyyah dan sekaligus Rais Aam Jam’iyyah Ahlut Thariqah Al Mu’tabarah An-Nahdliyyah, Syeikhal Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Yahya yang berdomisili di Pekalongan, Jateng. Menurut Habib Luthfi, Syeikh Sadzali lebih dulu mensyiarkan Islam dibanding Walisongo.
Jarak antara Syekh Sadzali dengan Walisongo sekitar satu abad. Bahkan menurut Habib Luthfi, Syeikh Sadzali merupakan guru Sunan Muria. “Kalau Walisongo abad 14 atau 15, maka Syekh Sadzali 100 tahun sebelumnya. Dulu warga pernah menemukan batu bata kuno di area sekitar makam Syeikh Sadzali yang diperkirakan dari abad 12 atau 13. Batu bata itu diduga kuat merupakan bagian dari musala yang dibangun Syeikh Sadzali ,” katanya.
Dari mana asal Syeikh Sadzali? Menurut Soekarno Ichsan berasal dari kawasan Persia. Sejumlah kesaksian memperkuat dugaan itu. Tahun 1922, ada rombongan musafir dari Arab yang menjelajah Pulau Jawa dengan maksud mencari makam leluhurnya. Setelah menempuh perjalanan panjang mulai dari Banten, Cirebon, Demak, rombongan itu berhenti di Kudus. Salah seorang warga Japan, Nur Ahmad, 73, mengatakan perekomian warga cukup terangkat seiring keberadaan makam Syeikh Sadzali.
Rezeki itu datang lewat usaha lapak jualan dengan beraneka barang dagangan yang dibangun di bawah komplek makam. “Selain makam wali untuk diziarahi, keberadaan air tiga rasa itu juga menjadi daya tarik tersendiri. Meski satu lokasi tapi airnya seperti soda dan berasa agak asin, agak pahit dan tawar. Air itu dipercaya membawa berkah baik berupa rezeki, ilmu hingga kesehatan. Tapi itu juga tergantung kondisi batin yang bersangkutan,” ucap Nur Ahmad yang membuka warung makan di sekitar makam Syekh Sadzali.
Salah seorang peziarah, Muhammad Minan, warga Nalumsari Jepara mengaku tidak tahu pasti sejarah Syeikh Sadzali. Hanya, dia berkeyakinan jika Syeikh Sadzali merupakan seorang wali dan penyebar Islam di Kudus dan sekitarnya.
Muhammad Oliez
Kudus
Namun tokoh penyebar Islam di Kudus sebenarnya bukan hanya kedua wali itu saja. Ada juga wali lain seperti Syeikh Sad zali yang berdasar sejumlah bukti diyakini berasal dari Per sia. Tak seperti Sunan Kudus dan Sunan Muria yang berdakwah di keramaian manusia beserta beragam masalahnya, Syeikh Sadzali yang menurut sejumlah versi merupakan “guru” Sunan Muria ini “memilih” jalan sunyi.
Aktivi as syiar ulama sufi di Pegu nung an Muria, tepatnya sekitar kawasan hutan Rejenu, Dawe, Kudus yang ketinggiannya 1.150 di atas permukaan laut (dpl). Nama Syeikh Sadzali memang tak begitu dikenal oleh masyarakat, termasuk warga Kudus sendiri. Hal ini berbeda misalnya dengan dua koleganya yang dikelompokkan masyarakat sebagai Walisongo. Sunan Kudus misalnya, selain dikenal sebagai waliyul ‘ilmi , juga dikenal sebagai ahli peperangan dan bahkan enterpreneur .
Bahkan ajarannya yang diakronimkan dengan Gusjigang (bagus perilaku, pinter ngaji lan dagang) malah menjadi spirit dan laku hidup warga Kudus. Ajarannya tentang Islam nan ramah dan toleran dengan umat beragama lain yang disimbolkan dengan Menara Kudus juga masih bisa disaksikan hingga zaman ini. Sunan Muria juga hampir sama, misalnya dikenal dengan ajaran pribumisasi Islam. Meski sudah ratusan tahun lalu, namun metode dakwahnya berupa akulturasi budaya lokal dan ajaran Islam juga masih langgeng hingga sekarang.
Sedang Syekh Sadzali, tak banyak yang bisa dikenang dari ulama sufi ini. Tak hanya itu, jati diri atau warisan ajaran Syeikh Sadzali juga masih menjadi teka-teki hingga sekarang ini. “Meski begitu, Syeikh Sadzali tetap merupakan wali dan ini diakui oleh sumber yang bisa dipercaya. Kalau peninggalannya air tiga rasa di bawah makam ini. Air tiga rasa itu dulu mungkin digunakan untuk wudu Syeikh Sadzali. Air itu tidak pernah surut baik musim hujan maupun kemarau panjang dan itu merupakan bagian dari karomah wali,” kata salah seorang juru kunci makam Syekh Sadzali, Sukarno Ichsan, 71.
Makam Syeikh Sadzali hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari makam Sunan Muria. Dari lokasi terminal bus makam Sunan Muria, peziarah harus menempuh perjalanan melewati Desa Japan. Sekitar delapan menit perjalanan dari ujung desa, peziarah tiba di kompleks makam yang dikelilingi hutan dengan pohonpohon ukuran besar.
Menurut Sukarno Ichsan, pengurus makam pernah bertanya soal jati diri Syeikh Sadzali kepada Mursyid Thariqah Syadziliyyah dan sekaligus Rais Aam Jam’iyyah Ahlut Thariqah Al Mu’tabarah An-Nahdliyyah, Syeikhal Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Yahya yang berdomisili di Pekalongan, Jateng. Menurut Habib Luthfi, Syeikh Sadzali lebih dulu mensyiarkan Islam dibanding Walisongo.
Jarak antara Syekh Sadzali dengan Walisongo sekitar satu abad. Bahkan menurut Habib Luthfi, Syeikh Sadzali merupakan guru Sunan Muria. “Kalau Walisongo abad 14 atau 15, maka Syekh Sadzali 100 tahun sebelumnya. Dulu warga pernah menemukan batu bata kuno di area sekitar makam Syeikh Sadzali yang diperkirakan dari abad 12 atau 13. Batu bata itu diduga kuat merupakan bagian dari musala yang dibangun Syeikh Sadzali ,” katanya.
Dari mana asal Syeikh Sadzali? Menurut Soekarno Ichsan berasal dari kawasan Persia. Sejumlah kesaksian memperkuat dugaan itu. Tahun 1922, ada rombongan musafir dari Arab yang menjelajah Pulau Jawa dengan maksud mencari makam leluhurnya. Setelah menempuh perjalanan panjang mulai dari Banten, Cirebon, Demak, rombongan itu berhenti di Kudus. Salah seorang warga Japan, Nur Ahmad, 73, mengatakan perekomian warga cukup terangkat seiring keberadaan makam Syeikh Sadzali.
Rezeki itu datang lewat usaha lapak jualan dengan beraneka barang dagangan yang dibangun di bawah komplek makam. “Selain makam wali untuk diziarahi, keberadaan air tiga rasa itu juga menjadi daya tarik tersendiri. Meski satu lokasi tapi airnya seperti soda dan berasa agak asin, agak pahit dan tawar. Air itu dipercaya membawa berkah baik berupa rezeki, ilmu hingga kesehatan. Tapi itu juga tergantung kondisi batin yang bersangkutan,” ucap Nur Ahmad yang membuka warung makan di sekitar makam Syekh Sadzali.
Salah seorang peziarah, Muhammad Minan, warga Nalumsari Jepara mengaku tidak tahu pasti sejarah Syeikh Sadzali. Hanya, dia berkeyakinan jika Syeikh Sadzali merupakan seorang wali dan penyebar Islam di Kudus dan sekitarnya.
Muhammad Oliez
Kudus
(ars)