Pariwisata Berastagi Porakporanda

Kamis, 25 Juni 2015 - 09:44 WIB
Pariwisata Berastagi...
Pariwisata Berastagi Porakporanda
A A A
KARO - Erupsi dan awan panas guguran Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, yang tiada henti membuat pariwisata Kota Berastagi porak-poranda.

Kini kota berhawa sejuk ini selalu diselimuti debu vulkanik. Walau aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat belum sepenuhnya lumpuh, kota kecil berjarak sekitar 15 kilometer (km) dari puncak kawah Sinabung ini terlihat lengangkemarin. Pemandangan tak biasa ini dipicu akibat gempuran material debu vulkanik yang secara berkesinambungan terus mendarat di atap rumah, jalan raya, serta lahan pertanian warga.

Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Karo, Dinasti Sitepu, sejak status Sinabung dinaikkan menjadi level IV atau status Awas pada 2 Juni 2015, telah terjadi penurunan tingkat kunjungan wisata50-60%. Angkaitudidapat berdasarkan pendataan yang dilakukan pada pos retribusi di tiap-tiap objek wisata, seperti Bukit Gundaling, Permandian air panas Lau Debuk-debuk, Raja Berneh, dan objek lainnya.

“Itu pun terlepas dari tingkat kunjungan pada bulan puasa sekarang ini. Sebab biasanya, walau bulan puasa kunjungan turis lumayan tinggi,” ujarnya kepada KORAN SINDO MEDAN . Menurunnya secara drastis tingkat kunjungan wisatawan akibat erupsi Gunung Sinabung terjadi berulang kali sejak meletus pada 28 Agustus 2010. Bencana ini menimbulkan kekhawatiran para wisatawan terhadap keselamatannya.

“Kondisi ini sudah berulang kali terjadi. Pada saat kegiatan pariwisata mulai bergairah kembali, letusan Sinabung yang membawa material debu vulkanik ke Berastagi langsung menyebabkan calon wisatawan enggan berkunjung. Kita tidak tahu hal ini sampai kapan berlangsung, namun kita harapkan cepat berlalu agar aktivitas perekonomian masyarakat yang bergantung dari sektor pariwisata tidak terancam,” katanya.

Sebenarnya mereka telah memiliki program terobosan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata, yakni membuat wisata vulkanologi.Namun, kegiatan ini ditunda karena memasuki bulan Ramadan. Apalagi material debu masih cukup tebal akibat erupsi.

Petugas pos retribusi objek wisata Bukit Gundaling, Risda mengatakan, medio 2-21 Juni 2015 ketika status Sinabung dinaikkan menjadi Awas, terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan hingga 60-70 orang. Dibandingkan sebelumnya, pada 25 Mei 2015, tingkat kunjungan mencapai 150 wisatawan per hari.

Sementara untuk hari- hari besar pada kisaran 250-300 wisatawan per hari. Data di atas hanya untuk satu objek wisata, belum objek wisata lainnya, seperti pemandian Lau Sidebuk-debuk dan air terjun Sipiso-piso. Sementara untuk objek wisata Danau Lau Kawar telah ditutup sejak peningkatan aktivitas Sinabung.

“Penurunannya drastis. Bahkan hari ini (kemarin) tidak ada wisatawan yang datang,” tutur Risda. Menurut pelaku wisata bernama Libra Sembiring, 29, tingkat penghasilan mereka dari berjualan suvenir dan buahbuahan khas Kota Berastagi langsung menurun drastis ketika material debu menghujani kota.

Sementara berdasarkan data dari Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Sinabung, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) di Kecamatan Simpang Empat, Karo, kemarin, aktivitas vulkanologi Gunung Api Sinabung masih tinggi dan fluktuatif.

“Hingga pukul 18.00 WIB hari ini (kemarin) telah terjadi 10 kali awan panas guguran dengan jarak luncur 1,5 sampai 3,2 kilometer mengarah ke sektor selatan, tenggara, dan timur gunung. Untuk ketinggian kolom debu erupsi mencapai dua kilometer membumbung ke langit dan bergerak perlahan seiring arah angin ke tenggara- timur,” kata Kepala PPGA Sinabung, Armen Putra.

Adanya kecenderungan jarak luncur awan panas semakin meningkat membuat PPGA kembali mengimbau masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan. Ini menghindari korban jiwa seperti yang terjadi pada Februari 2014. Saat itu 15 nyawa melayang diterjang awan panas Sinabung akibat memasuki areal zona merah. “Kepada masyarakat yang daerahnya terpapar debu, diimbau selalu mengenakan masker,” katanya.

Terpisah, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran pers mengatakan, erupsi Gunung Sinabung sangat unik karena fluktuatif sehingga menyebabkan pengungsi harus bolak-balik dari kampung halaman ke pengungsian.

“Sampai kapan erupsi akan berakhir tidak ada yang tahu. Sementara rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana juga harus segera dilakukan. Sedangkan regulasi yang menyangkut pendanaan bencana tersekatsekat dalam setiap tahapan bencana. Ini merupakan salah satu kendala penanganan erupsi Gunung Sinabung,” ujarnya.

Menurut dia, ada tiga hal harus ditangani di Sinabung. Pertama, pemenuhan kebutuhan dasar bagi 10.184 jiwa atau 3.030 kepala keluarga (KK) pengungsi dari 11 desa tersebar di 10 titik pos pengungsian, yang saat ini semua kebutuhan dasar secara umum tercukupi.

Kedua, relokasi bagi 6.179 jiwa atau 2.053 KK dari tujuh desa yang dinyatakan dilarang untuk kembali ke desa asalnya. Mereka saat ini tinggal di hunian sementara. Pemerintah sejak Juni 2014 hingga sekarang memberikan bantuan sewa rumah Rp3,6 juta per KK per tahun dan sewa lahan pertanian Rp2 juta per KK per tahun.

Relokasi tahap pertama adalah 370 KK dari Desa Sukameriah, Simacem, dan Bekerah. Kebutuhan anggaran untuk relokasi 370 KK adalah Rp141,3 miliar. Uang sebanyak itu untuk pembangunan permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor. Sementara untuk relokasi tahap kedua, yaitu 1.683 KK, dibutuhkan dana Rp522 miliar.

Kebutuhan ini di luar dari pembangunan sabo dam untuk menahan lahar hujan di sekitar Gunung Sinabung. Masalah ketersediaan lahan untuk relokasi adalah masalah penting karena kenyataannya tidak mudah mencari lahan kosong. Ketiga, penanganan dampak erupsi Gunung Sinabung yang nonrelokasi. Saat ini banyak warga desa di sekitar Sinabung tidak bisa melakukan budi daya pertanian dan perkebunan karena lahannya rusak akibat pasir dan debu erupsi.

Beberapa fasilitas umum dan sosial juga didapati rusak. Karena itu, perlu penanganan yang komprehensif, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten. APBN 2016 Diusulkan Tampung Dana untuk Sinabung.

Sementara anggota Komite IV (keuangan dan anggaran) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dedi Iskandar Batubara mengatakan, pemerintah pusat perlu mengalokasi dana untuk bencana erupsi Gunung Sinabung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang disahkan sekitar September atau Oktober mendatang. Namun, kata Dedi, anggaran tersebut bisa masuk dalam APBN maka status bencana Gunung Sinabung harus menjadi bencana nasional.

Dia menilai status bencana nasional itu sudah sangat perlu. Apalagi erupsi Sinabung terjadi sejak 13 September 2013 atau berlangsung selama 21 bulan. “Jika status bencana sudah menjadi bencana nasional, pemerintah pusat dapat terlibat secara maksimal dalam mengatasi bencana Sinabung, utamanya soal ketersediaan anggaran,” kata Dedi saat rapat finalisasi Komite IV DPD tentang Pengawasan DPD terhadap UU APBN-P Tahun 2015 di Jakarta, kemarin.

Selama ini, kata Dedi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) melihat bencana erupsi Sinabung belum memenuhi kriteria sebagai bencana nasional menurut UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“Namun dengan rentang waktu hingga 21 bulan bencana Sinabung, saya pikir masuk kategori bencana nasional. Lama waktu bencana sebenarnya juga bisa menjadi bagian kriteria bencana nasional,” ujarnya.

Jika bencana erupsi Sinabung menjadi bencana nasional, terbuka peluang revisi UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, terutama Pasal 7 ayat 2. Pada klausul tersebut tidak mencantumkan rentang waktu bencana berlangsung.

“Namun dalam jangka pendek sekarang ini yang penting seluruh kementerian, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum dan Permukiman, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pendidikan, Basarnas, dan lainnya, harus segera melakukan langkah konkret menangani bencana. Termasuk juga menghitung kebutuhan anggaran untuk perbaikan infrastruktur dan lainnya,” ucapnya.

Riza pinem / vitrianda siregar
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1718 seconds (0.1#10.140)