Pesona Tenun Ikat Garutan
A
A
A
KAIN tenun ikat tradisional memang sudah dikenal sebagai warisan kreatif masyarakat Indonesia. Biasanya jenis ini lahir di kawasan Nusa Tenggara Barat dan Timur. Di luar perhatian publik, ternyata Garut pun memiliki beberapa jenis ikat Garutan yang tak kalah memesona.
Adalah Malik Moestaram, desainer dan koreografer asal Jabar yang berhasil menggalinya menjadi produk sandang premium. Tahun ini, perancang anggota APPMI Jabar ini menegaskan, kiblat rancangannya pada eksplorasi kain tenun ikat khas Garutan.
Sebelumnya, Garut memang sudah termashur dengan corak kain batiknya yang atraktif. Namun seiring perkembangan, para perajin mulai memperluas khasanah kreasinya pada teknik tenun ikat yang hasilnya terlihat etnik dan tak biasa. Satu hal yang membuat Malik kagum, kain tenun asal Garut memiliki kekhasan dari warnanya yang lebih cerah dan modern.
“Sebagai desainer saya memang harus fokus saling mendukung para perajin dari UKM di daerah. Salah satunya tenun ikat Garut. Di tahun ini saya mengeksplorasi ragam kain tenun ini menjadi busana hijab dan non-hijab yang kelasnya premium. Inovasi ini harus diapresasi, mengingat Garut sejak lama bermain di batik, dan mereka memperluas daya kreasinya ke tenun ikat,” ujar Malik, seusai fashion showdi Hotel Citarum, belum lama ini.
Menurut Malik, kain tenun ikat khas Garut sepantasnya dikenal luas, khususnya di Indonesia karena motifnya yang diluar kelaziman tenun ikat. Meski dibuat dalam gradasi warna pastel, karakter dan cara mengikatnya sangat modern dan presisi. Apalagi saat teknik menenun tradisional ini dilekatkan pada bahan sutera. “Metode menenunnya klasik, nuansanya juga sangat etnik. Namun warna-warna yang dihasilkan disukai kalangan modern. Jadi ketika dijadikan busana muslim formal dan semi formal tetap terlihat memikat,” papar Malik.
Kolaborasi antara Malik dan perajin kain tenun ikat Garutan juga bukan sebuah proyek ‘karbitan’. Sejak lama, desainer yang sohor dengan evening dressmewah ini mempersiapkannya. Baru di tahun ini Malik memamerkannya di berbagai peragaan busana berkelas. Salah satunya di event Jakarta Fashion & Food Festival2015 beberapa waktu silam. Terinspirasi dari busana era Edwardiandan Victorian, untuk koleskinya kali ini Malik Moestaram mengangkat tema Cuento, yang berasal dari bahasa Spanyol yaitu bercerita.
Dengan kecintaannya pada tenun dan kain ikat Garut, Malik termotivasi untuk mengangkat tenun Jabar, karena ia memang berasal dari tatar priangan. Terlebih selama ini sudah terlalu banyak desainer kawakan yang menggunakan kain tenun ikat dari luar Jabar. “Garut sendiri dikenal sebagai tempat penghasil sutra, dengan aksen ciri khas berbentuk geometris dan motif bunga-bunga berukuran besar. Saya akhirnya mengolahnya menjadi outfitberwarna cerah nan lembut.
Sementara untuk desain busana mengacu kepada siluet berbentuk A line, karena menurutnya potongan siluet tersebut membuat tubuh wanita yang memakai busananya akan terlihat lebih feminin, elegan dan fashionable,” rincinya. Dia bercerita, motif flora yang diangkatnya dari kain tenun ikat yang bercorak tentang alam, unsur daun dan bunga-bunga. Malik tetap mempertahankan warna dasar tenun ikat Garut yang banyak bermain dalam warna-warna soft.
“Untuk terlihat mewah, kain etnik memang harus dipadukan dengan akrilik, metal, payet dan bebatuan yang berkilau. Namun itu hanya sebatas detail, agar filosofi kain tenun ikatnya tetap terjaga dan tersampaikan oleh siapa saja yang mengamatinya,” tukasnya. Salah satu penikmat kain Garutan, Nadia bercerita, inovasi dari para perajin ini menjadi geliat baru dari produsen batik yang sudah eksis sejak puluhan tahun lalu. Kendati mempertahankan cara dan pakem membatik, para pelaku usaha tetap merasa perlu mengembangkan kreativitasnya.
Salah satu pengembangan itu adalah membidik warisan tenun ikat khas Garut. “Selama ini kita memang terpaku pada kain tenun ikat NTB NTT dan Makassar, lihat saja hasilnya, ternyata produk Garut tak kalah bersaing.
Kualitasnya bagus, lalu ketika dibuat menjadi busana muslim hasilnya sangat luar biasa,. Mudah-mudahan ini menjadi pemicu untuk daerah lain untuk memperluas ide kreatifnya di kain etnik. Artinya nggak terpaku hanya batik saja,” jelasnya.
Adalah Malik Moestaram, desainer dan koreografer asal Jabar yang berhasil menggalinya menjadi produk sandang premium. Tahun ini, perancang anggota APPMI Jabar ini menegaskan, kiblat rancangannya pada eksplorasi kain tenun ikat khas Garutan.
Sebelumnya, Garut memang sudah termashur dengan corak kain batiknya yang atraktif. Namun seiring perkembangan, para perajin mulai memperluas khasanah kreasinya pada teknik tenun ikat yang hasilnya terlihat etnik dan tak biasa. Satu hal yang membuat Malik kagum, kain tenun asal Garut memiliki kekhasan dari warnanya yang lebih cerah dan modern.
“Sebagai desainer saya memang harus fokus saling mendukung para perajin dari UKM di daerah. Salah satunya tenun ikat Garut. Di tahun ini saya mengeksplorasi ragam kain tenun ini menjadi busana hijab dan non-hijab yang kelasnya premium. Inovasi ini harus diapresasi, mengingat Garut sejak lama bermain di batik, dan mereka memperluas daya kreasinya ke tenun ikat,” ujar Malik, seusai fashion showdi Hotel Citarum, belum lama ini.
Menurut Malik, kain tenun ikat khas Garut sepantasnya dikenal luas, khususnya di Indonesia karena motifnya yang diluar kelaziman tenun ikat. Meski dibuat dalam gradasi warna pastel, karakter dan cara mengikatnya sangat modern dan presisi. Apalagi saat teknik menenun tradisional ini dilekatkan pada bahan sutera. “Metode menenunnya klasik, nuansanya juga sangat etnik. Namun warna-warna yang dihasilkan disukai kalangan modern. Jadi ketika dijadikan busana muslim formal dan semi formal tetap terlihat memikat,” papar Malik.
Kolaborasi antara Malik dan perajin kain tenun ikat Garutan juga bukan sebuah proyek ‘karbitan’. Sejak lama, desainer yang sohor dengan evening dressmewah ini mempersiapkannya. Baru di tahun ini Malik memamerkannya di berbagai peragaan busana berkelas. Salah satunya di event Jakarta Fashion & Food Festival2015 beberapa waktu silam. Terinspirasi dari busana era Edwardiandan Victorian, untuk koleskinya kali ini Malik Moestaram mengangkat tema Cuento, yang berasal dari bahasa Spanyol yaitu bercerita.
Dengan kecintaannya pada tenun dan kain ikat Garut, Malik termotivasi untuk mengangkat tenun Jabar, karena ia memang berasal dari tatar priangan. Terlebih selama ini sudah terlalu banyak desainer kawakan yang menggunakan kain tenun ikat dari luar Jabar. “Garut sendiri dikenal sebagai tempat penghasil sutra, dengan aksen ciri khas berbentuk geometris dan motif bunga-bunga berukuran besar. Saya akhirnya mengolahnya menjadi outfitberwarna cerah nan lembut.
Sementara untuk desain busana mengacu kepada siluet berbentuk A line, karena menurutnya potongan siluet tersebut membuat tubuh wanita yang memakai busananya akan terlihat lebih feminin, elegan dan fashionable,” rincinya. Dia bercerita, motif flora yang diangkatnya dari kain tenun ikat yang bercorak tentang alam, unsur daun dan bunga-bunga. Malik tetap mempertahankan warna dasar tenun ikat Garut yang banyak bermain dalam warna-warna soft.
“Untuk terlihat mewah, kain etnik memang harus dipadukan dengan akrilik, metal, payet dan bebatuan yang berkilau. Namun itu hanya sebatas detail, agar filosofi kain tenun ikatnya tetap terjaga dan tersampaikan oleh siapa saja yang mengamatinya,” tukasnya. Salah satu penikmat kain Garutan, Nadia bercerita, inovasi dari para perajin ini menjadi geliat baru dari produsen batik yang sudah eksis sejak puluhan tahun lalu. Kendati mempertahankan cara dan pakem membatik, para pelaku usaha tetap merasa perlu mengembangkan kreativitasnya.
Salah satu pengembangan itu adalah membidik warisan tenun ikat khas Garut. “Selama ini kita memang terpaku pada kain tenun ikat NTB NTT dan Makassar, lihat saja hasilnya, ternyata produk Garut tak kalah bersaing.
Kualitasnya bagus, lalu ketika dibuat menjadi busana muslim hasilnya sangat luar biasa,. Mudah-mudahan ini menjadi pemicu untuk daerah lain untuk memperluas ide kreatifnya di kain etnik. Artinya nggak terpaku hanya batik saja,” jelasnya.
(ars)