Wirausaha Berbasis Limbah Rumah

Jum'at, 19 Juni 2015 - 08:59 WIB
Wirausaha Berbasis Limbah Rumah
Wirausaha Berbasis Limbah Rumah
A A A
PROBOLINGGO - Limbah rumah tangga masih menjadi isu lingkungan yang mengemuka. Berbagai kampanye dan program dilakukan untuk mereduksi limbah rumah tangga, termasuk sosialisasi teknologi pengolahannya.

Pengolahan limbah secara terpadu terbukti bisa mengubah lingkungan kotor menjadi bersih dan berpotensi mendatangkan manfaat ekonomi. Lihat yang dilakukan Pondok Pesantren (Ponpes) An Nur, Desa Sumber Taman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo. Melalui program mandi cuci kakus (MCK) plus, yakni instalasi pengolahan air limbah (IPAL), Ponpes An Nur mengelola limbah yang dihasilkan rumah tangga di sekitarnya.

Saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang berbentuk septic tank raksasa berukuran 7 x 9 meter persegi ini mampu menampung limbah rumah tangga dari 117 kepala keluarga (KK) dan 500 santri. SPAL ini tak hanya sekadar menampung limbah, tetapi juga mengubah perilaku masyarakat menjalani hidup bersih dan sehat.

Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat An Nur, Kiai Mahfud Sahal mengungkapkan, pada bagian akhir SPAL dibangun kolam indikator untuk menguji kualitas air sebelum dibuang ke sungai. Kolam yang diisi ikan lele ternyata menunjukkan perkembangan baik dari segi kualitas air maupun pertumbuhan ikan.

“Air limbah ini mengandung banyak vitamin bagi ikan lele sehingga produktivitasnya terus meningkat. Air limbah ini kemudian dialirkan pada kolam budi daya sebanyak 3.000 ikan lele. Hasilnya luar biasa,” kata Kiai Mahfud.

Untuk memberikan nilai tambah budi daya ikan lele, pihaknya mengolah menjadi produk abon lele. Pengolahan yang melibatkan siswa SMK dan santri Ponpes An Nur ini menghasilkan produk abon lele 1 kuintal per dua hari. Abon lele ini dijual dengan harga Rp15.000 per bungkus ukuran 75 gram. “Abon lele ini sementara hanya melayani pesanan di Jakarta. Kami akan melibatkan warga sekitar untuk pengembangan wirausaha abon lele,” kata Kiai Mahfud.

Seno Setyoaji, staf Dinas Kesehatan Kota Probolinggo mengatakan, MCK plus yang diawali pada tahun 2012 itu merupakan program yang ditujukan mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Kebiasaan masyarakat buang air besar (BAB) sembarangan menjadi salah satu sumber penyebab timbulnya penyakit.

“Limbah rumah tangga yang ditampung dalam IPAL komunal ini telah mengubah kebiasaan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. IPAL ini juga bisa menampung limbah industri tempe yang kerap menimbulkan bau tak sedap,” kata Seno.

Pengelolaan IPAL komunal ini, katanya, diserahkan kepada masyarakat untuk perawatannya. Masyarakat cukup membayar Rp2.500 per bulan sebagai ganti biaya perawatan dilakukan petugas teknis untuk memeriksa saluran IPAL yang terganggu atau buntu.

Arie yoenianto
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8407 seconds (0.1#10.140)