Tekan Listrik AC lewat Sensor Bunyi
A
A
A
Proses kreativitas melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) terus berjalan di kampus-kampus, salah satunya di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebanyak dua dari hasil PKM tahun ini ialah AC atau pendingin ruangan yang bekerja dengan sensor bunyi, dan Medical Finger Glow (Mediglow) atau lampu untuk pemeriksaan gigi.
Untuk AC bersensor bunyi sendiri dibuat lima mahasiswa Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM, yakni Kristina Widowati, Naim Aryudya, Herdian, Nur Cholida, dan Wayan Eka. Latar belakang penelitian kreativitas mereka tersebut ialah makin meningkatnya jumlah bangunan besar seperti hotel dan mal di Yogyakarta.
“Bertambahnya bangunan tentu berdampak pada peningkatan konsumsi energi. Salah satu energi terbesar yang digunakan adalah penggunaan AC (air conditioning) yang menyerap hingga 50% dari konsumsi energi total. Karena itulah kami terdorong melakukan inovasi AC yang diberi nama Thermal Controller Based on Acoustic Sensor (TC-BASS),” ujar Kristina Widowati, kemarin. Kepada wartawan di UGM, Kristina menjelaskan, dengan inovasi yang mereka lakukan, AC bekerja menggunakan intensitas bunyi.
Artinya, suhu yang dihasilkan AC dikontrol berdasarkan tingkat tekanan bunyi dalam sebuah ruangan. TC-BASS dilengkapi sensor berupa microphone omnidirectional yang berfungsi menangkap suara keramaian dalam bangunan. Alat itu juga menggunakan arduino mega sebagai mikro prosesor guna mengolah data dan LCD untuk menampilkan hasil olahan data.
“Cara kerja alat ini ialah TC-BASS bekerja dengan menangkap suara yang berada di ruangan. Selanjutnya suara yang ditangkap michrophone omnidirectional berupa sinyal dikirim ke mikro prosesor untuk diolah. Makin besar bunyi yang ditangkap, makin cepat pula putaran kipas atau blower pada AC. Makin cepat putaran kipas, tentu suhu udara yang dihasilkan makin dingin. Sebaliknya, makin kecil bunyi yang ditangkap, makin lambat pula putaran kipas atau blower,” ucapnya.
Sementara lima mahasiswa UGM lainnya berhasil mengembangkan portable (Mediglow) untuk mempermudah tenaga medis dalam melakukan pemeriksaan gigi. Mereka adalah Silva Eliana Aspriyanti dan Ratih Setyawati dari Fakultas Kedokteran Gigi; Zakaria Abdur Rahman dan Dennis Atyugrastiwi dari Teknik Industri; serta Muhammad Belva Ababil dari Teknik Mesin. Silva Eliana menuturkan, pengembangan Mediglow berawal dari kondisi tenaga medis yang sering kali merasa kesulitan saat memeriksa gigi.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, dokter gigi memerlukan alat penerangan rongga mulut seperti senter sebagai sumber cahaya tapi masih harus memegang alat periksa gigi lainnya. “Kegiatan ini jelas mempersulit kerja dokter karena harus memegang dua alat sekaligus. Karenanya, kami berpikir mengembangkan sebuah alat penerangan pemeriksaan gigi dan mulut yang lebih praktis. Jadilah Mediglow ini,” ujarnya.
Mediglow sendiri merupakan alat penerangan jenis LED yang bisa digunakan pada jari di balik sarung tangan tenaga medis. Alat tersebut sengaja dirancang tidak hanya mudah digunakan, tapi juga bisa dibawa ke mana saja.
“Saat ini kami sudah memasarkan Mediglow di kalangan dokter, perawat, maupun mahasiswa kedokteran gigi. Sudah satu bulan terakhir, kami berhasil menjual 200 Mediglow dengan harga Rp99.000 per alat. Kami juga tengah dalam proses pengajuan paten dari Dirjen HKI,” ucapnya.
Ratih Keswara
Yogyakarta
Untuk AC bersensor bunyi sendiri dibuat lima mahasiswa Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM, yakni Kristina Widowati, Naim Aryudya, Herdian, Nur Cholida, dan Wayan Eka. Latar belakang penelitian kreativitas mereka tersebut ialah makin meningkatnya jumlah bangunan besar seperti hotel dan mal di Yogyakarta.
“Bertambahnya bangunan tentu berdampak pada peningkatan konsumsi energi. Salah satu energi terbesar yang digunakan adalah penggunaan AC (air conditioning) yang menyerap hingga 50% dari konsumsi energi total. Karena itulah kami terdorong melakukan inovasi AC yang diberi nama Thermal Controller Based on Acoustic Sensor (TC-BASS),” ujar Kristina Widowati, kemarin. Kepada wartawan di UGM, Kristina menjelaskan, dengan inovasi yang mereka lakukan, AC bekerja menggunakan intensitas bunyi.
Artinya, suhu yang dihasilkan AC dikontrol berdasarkan tingkat tekanan bunyi dalam sebuah ruangan. TC-BASS dilengkapi sensor berupa microphone omnidirectional yang berfungsi menangkap suara keramaian dalam bangunan. Alat itu juga menggunakan arduino mega sebagai mikro prosesor guna mengolah data dan LCD untuk menampilkan hasil olahan data.
“Cara kerja alat ini ialah TC-BASS bekerja dengan menangkap suara yang berada di ruangan. Selanjutnya suara yang ditangkap michrophone omnidirectional berupa sinyal dikirim ke mikro prosesor untuk diolah. Makin besar bunyi yang ditangkap, makin cepat pula putaran kipas atau blower pada AC. Makin cepat putaran kipas, tentu suhu udara yang dihasilkan makin dingin. Sebaliknya, makin kecil bunyi yang ditangkap, makin lambat pula putaran kipas atau blower,” ucapnya.
Sementara lima mahasiswa UGM lainnya berhasil mengembangkan portable (Mediglow) untuk mempermudah tenaga medis dalam melakukan pemeriksaan gigi. Mereka adalah Silva Eliana Aspriyanti dan Ratih Setyawati dari Fakultas Kedokteran Gigi; Zakaria Abdur Rahman dan Dennis Atyugrastiwi dari Teknik Industri; serta Muhammad Belva Ababil dari Teknik Mesin. Silva Eliana menuturkan, pengembangan Mediglow berawal dari kondisi tenaga medis yang sering kali merasa kesulitan saat memeriksa gigi.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, dokter gigi memerlukan alat penerangan rongga mulut seperti senter sebagai sumber cahaya tapi masih harus memegang alat periksa gigi lainnya. “Kegiatan ini jelas mempersulit kerja dokter karena harus memegang dua alat sekaligus. Karenanya, kami berpikir mengembangkan sebuah alat penerangan pemeriksaan gigi dan mulut yang lebih praktis. Jadilah Mediglow ini,” ujarnya.
Mediglow sendiri merupakan alat penerangan jenis LED yang bisa digunakan pada jari di balik sarung tangan tenaga medis. Alat tersebut sengaja dirancang tidak hanya mudah digunakan, tapi juga bisa dibawa ke mana saja.
“Saat ini kami sudah memasarkan Mediglow di kalangan dokter, perawat, maupun mahasiswa kedokteran gigi. Sudah satu bulan terakhir, kami berhasil menjual 200 Mediglow dengan harga Rp99.000 per alat. Kami juga tengah dalam proses pengajuan paten dari Dirjen HKI,” ucapnya.
Ratih Keswara
Yogyakarta
(ars)