Umat Beragama Serukan Perdamaian
A
A
A
BANDUNG - Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) 2015 atau Konferensi Agama dan Perdamaian se-Asia digelar di Gedung Merdeka, Kota Bandung, kemarin.
Dalam kon ferensi ini, seluruh peserta menye rukan perdamaian dunia, terutama antarumat beragama. Konferensi tersebut digelar di tengah keprihatinan bersama atas kondisi hubungan antar umat beragama, etnik, suku, dan ras yang terjadi akhir-akhir ini. Seperti pengusiran, pembantaian, dan pembersihan etnis (genosida) Rohingya di Myan mar dan aksi brutal kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). ACRP 2015 bertema “Asian Multi-religious Action to Over come Violent Religious Ex tre mism”.
Seminar ini bertujuan un tuk men jalin komitmen umar beragama dan keyakinan untuk bersatu dalam ke da mai an dan harmoni. Konferensi tersebut dihadiri oleh lebih 250 peserta dari 60 anggota komite eksekutif ACRP dan delegasi dari beberapa negara di Asia, termasuk tokoh agama Budha dari Myanmar.
Konferensi Agama dan Perdamaian se-Asia yang ber langsung selama dua hari ini, Rabu- Kamis (3-4/6), pertama kali digelar di Singapura pada 1976. Konferensi itu, berawal dari World Conference of Religions for Peace (WCRP) II di Leuveun, Belgia pada September 1974.
Gubernur Jabar Ahmad Her yawan dalam konferensi ter sebut menyerukan agar seluruh umat beragama bersatu. Dengan bersatunya umat, di harapkan tidak ada lagi konflik keaga maan baik secara nasional maupun internasional. “Pada dasarnya manusia merupakan mahluk individu dan sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia harus bisa ber interaksi dengan baik agar tercipta kedamaian dan harmoni dalam kehidupan,” kata Heryawan dalam pembukaan ACRP 2015 yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dan Presiden Asian Conference of Re ligions for Peace Din Syamsuddin, kemarin.
Wapres Jusuf Kalla membuka sekaligus menjadi keynote speech pada ACRP 2015. JK mamaparkan ten tang kondisi keagamaan dan pluralisme di In do nesia. Na mun umat beraga ma di Indo ne sia hidup harmonis dan saling menghargai. Sementara itu, Presiden ACRP Din Syamsuddin mengung kapkan, tidak ada satupun agama yang memperkenankan kekerasan. Karena itu, tindak ke kerasan, merusak, dan menghilangkan nyawa orang lain, yang mengatasnamakan agama, adalah penyalahgunaan dan pembegalan terhadap nilainilai agama itu sendiri.
“Kita khawatir tentang ektremisme keagamaan yang menggunakan kekerasan. Ini semua adalah masalah dan ancaman bagi umat manusia, maka agama harus berbicara itu semua. Islam memandang kekerasan menggunakan agama itu bukanlah sikap keagamaan. Namun itu sikap yang ber tentangan dengan agama,” kata Din.
“Bahwa segala macam kekerasan, terorisme, tidak diperkenankan dalam agama manapun. Makanya kita harus bergandengan tangan meng ha da pi masalah ini,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah ini. Dalam kesempatan itu, Din menyatakan, ASEAN harus bisa menekan Myanmar terkait penyelesaian masalah pengungsi muslim Rohingya.
Yugi prasetyo/ant
Dalam kon ferensi ini, seluruh peserta menye rukan perdamaian dunia, terutama antarumat beragama. Konferensi tersebut digelar di tengah keprihatinan bersama atas kondisi hubungan antar umat beragama, etnik, suku, dan ras yang terjadi akhir-akhir ini. Seperti pengusiran, pembantaian, dan pembersihan etnis (genosida) Rohingya di Myan mar dan aksi brutal kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). ACRP 2015 bertema “Asian Multi-religious Action to Over come Violent Religious Ex tre mism”.
Seminar ini bertujuan un tuk men jalin komitmen umar beragama dan keyakinan untuk bersatu dalam ke da mai an dan harmoni. Konferensi tersebut dihadiri oleh lebih 250 peserta dari 60 anggota komite eksekutif ACRP dan delegasi dari beberapa negara di Asia, termasuk tokoh agama Budha dari Myanmar.
Konferensi Agama dan Perdamaian se-Asia yang ber langsung selama dua hari ini, Rabu- Kamis (3-4/6), pertama kali digelar di Singapura pada 1976. Konferensi itu, berawal dari World Conference of Religions for Peace (WCRP) II di Leuveun, Belgia pada September 1974.
Gubernur Jabar Ahmad Her yawan dalam konferensi ter sebut menyerukan agar seluruh umat beragama bersatu. Dengan bersatunya umat, di harapkan tidak ada lagi konflik keaga maan baik secara nasional maupun internasional. “Pada dasarnya manusia merupakan mahluk individu dan sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia harus bisa ber interaksi dengan baik agar tercipta kedamaian dan harmoni dalam kehidupan,” kata Heryawan dalam pembukaan ACRP 2015 yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dan Presiden Asian Conference of Re ligions for Peace Din Syamsuddin, kemarin.
Wapres Jusuf Kalla membuka sekaligus menjadi keynote speech pada ACRP 2015. JK mamaparkan ten tang kondisi keagamaan dan pluralisme di In do nesia. Na mun umat beraga ma di Indo ne sia hidup harmonis dan saling menghargai. Sementara itu, Presiden ACRP Din Syamsuddin mengung kapkan, tidak ada satupun agama yang memperkenankan kekerasan. Karena itu, tindak ke kerasan, merusak, dan menghilangkan nyawa orang lain, yang mengatasnamakan agama, adalah penyalahgunaan dan pembegalan terhadap nilainilai agama itu sendiri.
“Kita khawatir tentang ektremisme keagamaan yang menggunakan kekerasan. Ini semua adalah masalah dan ancaman bagi umat manusia, maka agama harus berbicara itu semua. Islam memandang kekerasan menggunakan agama itu bukanlah sikap keagamaan. Namun itu sikap yang ber tentangan dengan agama,” kata Din.
“Bahwa segala macam kekerasan, terorisme, tidak diperkenankan dalam agama manapun. Makanya kita harus bergandengan tangan meng ha da pi masalah ini,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah ini. Dalam kesempatan itu, Din menyatakan, ASEAN harus bisa menekan Myanmar terkait penyelesaian masalah pengungsi muslim Rohingya.
Yugi prasetyo/ant
(ars)