Nelayan Minta Moratorium Dicabut

Selasa, 02 Juni 2015 - 07:50 WIB
Nelayan Minta Moratorium Dicabut
Nelayan Minta Moratorium Dicabut
A A A
PEKALONGAN - Setidaknya 150 nelayan Kota Pekalongan melakukan unjuk rasa di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Pekalongan kemarin.Mereka menuntut sejumlah peraturan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) direvisi.

Ketua Asosiasi Purse Seine Indonesia (API) Pekalongan Mufhid mengatakan, mereka menuntut sejumlah kebijakan yang tertuang dalam Permen KP Nomor 57/PERMEN-KP/- 2014 tentang Larangan Transhipment direvisi. Transhipment adalah layanan bongkar muat barang terutama ikan di laut.

Selain itu, juga Permen 56/2014 tentang Perhentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan NKRI. “Dalam Permen 57 tersebut malah menghapus transhipment. Padahal, transhipment dinilai membantu nelayan. Transhipment itu ikan tangkapan nelayan biasanya kan dititipkan ke kapal nelayan lain yang mau pulang agar kondisi ikannya bagus. Selain itu, juga untuk tambahan perbekalan nelayan yang melaut,” paparnya.

Sebelum 2000, jumlah kapal di atas 30 GT yang ada di Kota Pekalongan mencapai 763 unit kapal. Akibat banyaknya aturan yang ada, saat ini hanya tersisa 126 unit kapal. “Ini akibat muncul Permen No 56 itu, SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) yang sudah habis tidak bisa diperpanjang. Karena semua aturan tersebut sehingga kapal dijual besar-besaran dan tersisa 126 unit kapal, yang aktif tinggal 96 unit kapal. Dari kapal yang aktif itu, 30% di antaranya sudah habis SIPI-nya dan tidak bisa diperpanjang. Kami mau makan apa kalau tidak bisa melaut,” kata Mufhid.

Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Mansur menerima dan mengakomodasi aspirasi dari para nelayan. Nanti aspirasi para nelayan itu akan dilaporkan pada Kantor KKP. “Kami dukung aspirasi teman-teman nelayan dan kami tampung. Nanti aspirasi ini kami sampaikan ke pusat,” ujarnya.

Setelah mendapat penjelasan dari kepala PPN Kota Pekalongan, ratusan nelayan tersebut membubarkan diri dengan tertib. Meski berlangsung tertib, unjuk rasa para nelayan itu mendapat pengawalan ketat ratusan personil Polresta Pekalongan. Sebelumnya di Kota Tegal, para nelayan kapal cantrang meminta KKP memberi kelonggaran waktu untuk tetap melaut hingga tiga tahun.

Toleransi tersebut diperlukan agar nelayan bisa melunasi hutang di bank dan mengubah alat tangkap. “Kalau peraturan itu memang tidak bisa diubah, paling tidak berilah kelonggaran waktu bagi kami untuk melunasi utang di bank paling tidak tiga tahun,” ujar Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) Eko Susanto.

Selain untuk melunasi hutang di bank, waktu tiga tahun juga diperlukan nelayan agar bisa mengumpulkan biaya untuk mengubah alat tangkap cantrang dengan alat tangkap baru yang tidak dilarang. “Kami butuh modal untuk memodifikasi kapal dengan alat tangkap baru. Biaya modifikasi per kapal butuh sekitar Rp 500 juta,” ucap Eko.

Dari 500 unit kapal dengan alat tangkap cantrang di Kota Tegal, sekitar 100 unit kapal dengan yang sudah tidak melaut sejak Permen No 2/2015 tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawls ) dan pukat tarik (seine nets ) diterbitkan.

“Sekitar 100 kapal sudah tidak bisa melaut karena SIPI-nya sudah habis dan tidak bisa diperpanjang lagi karena pakai cantrang,” ujar Eko. “Tiap satu kapal cantrang mempekerjakan sekitar 25 anak buah kapal (ABK). Di Kota Tegal ada 500 kapal cantrang. Bayangkan, sebanyak 12.500 nelayan menganggur seketika,” ucapnya.

Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari Agus Budiono mengungkapkan harapan serupa. Dia menilai perlu ada kebijakan khusus dengan memberi kelonggaran bagi para nelayan pengguna kapal cantrang di Kota Tegal untuk mengganti alat tangkapnya.

“Perlu ada toleransi untuk mengganti alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. Minimal dua tahun. Kalau tidak ada toleransi, kasihan ABK-nya kalau menganggur,” katanya.

Prahayuda febrianto/ Farid firdaus
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8512 seconds (0.1#10.140)