Pendaki Merapi Bakal Dipulangkan Jika Peralatan Tak Lengkap
A
A
A
YOGYAKARTA - Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) terus meningkatkan pengawasannya kepada para pendaki. Mereka yang dirasa tak memenuhi ketentuan maupun peralatan akan segera dipulangkan.
“Misalnya ketahuan naik memakai sandal jepit, akan langsung disuruh pulang. Logistik mereka juga harus dicek. Peralatan harus standar,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha (TU) TNGM, Tri Atmojo, Minggu (31/5/2015).
Sudah sejak dari basecamp, sebelum berangkat pendaki akan mendapatkan edukasi terlebih dahulu. Baik dari TNGM maupun komunitas relawan, Barameru Boyolali, yang selalu berkoordinasi dengannya. “Selama ini memang sudah kita lakukan, tapi tetap saja seperti itu (melanggar),” ujarnya.
Menurut dia, pendakian ke Puncak Merapi, hanya diperbolehkan ketika orang melakukan riset atau penelitian. Bukan untuk mereka yang hanya ingin sekedar berfoto-foto saja.
Pendaki harusnya mengetahui, tujuan mereka. Yaitu bisa menyatu atau belajar dari alam. Maka dari itu, melakukan pendakian tak harus sampai ke puncak. “Pendakian itu jangan niatnya menaklukkan alam. Tapi menyatu dengan alam,” timpalnya.
Jalur pendakian ke Merapi dari Selo, Boyolali sendiri baru akan dibukanya pada 16 Juni mendatang.
Sementara ini, selain melakukan pembersihan juga berkoordinasi dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta untuk bisa mengakses jaringan Closed Circuit Television (CCTV) mereka, guna memantau pendaki. “Sudah diperbolehkan BPPTKG,” katanya.
Pendakian ke Merapi semakin diperketat ini karena munculnya kasus salah satu pendaki asal Sleman, yang kecelakaan pada pertengahan Mei lalu. Korban tergelincir masuk ke dalam kawah, dan akhirnya tewas.
Hal yang sama juga dikatakan, Komandan Search and Rescue (SAR) Daerah Istimewa Yogyakarta, Brotoseno.
Sebelum beraktivitas di alam, sebaiknya dipersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Dari mulai pakaian, hingga peralatan yang dibutuhkan.
“Mental, fisik, kesehatan dan peralatan teknis harus dipersiapkan secara baik,” kata Brotoseno.
Kalau perlu, menurutnya, bagi mereka yang masih minim akan pengetahuan pendakian, agar memakai jasa pemandu. Dengan begitu, bisa meminimalkan tingkat risiko bahayanya. “Kalau perlu juga sewa pemandu,” tandasnya.
“Misalnya ketahuan naik memakai sandal jepit, akan langsung disuruh pulang. Logistik mereka juga harus dicek. Peralatan harus standar,” kata Kepala Sub Bagian Tata Usaha (TU) TNGM, Tri Atmojo, Minggu (31/5/2015).
Sudah sejak dari basecamp, sebelum berangkat pendaki akan mendapatkan edukasi terlebih dahulu. Baik dari TNGM maupun komunitas relawan, Barameru Boyolali, yang selalu berkoordinasi dengannya. “Selama ini memang sudah kita lakukan, tapi tetap saja seperti itu (melanggar),” ujarnya.
Menurut dia, pendakian ke Puncak Merapi, hanya diperbolehkan ketika orang melakukan riset atau penelitian. Bukan untuk mereka yang hanya ingin sekedar berfoto-foto saja.
Pendaki harusnya mengetahui, tujuan mereka. Yaitu bisa menyatu atau belajar dari alam. Maka dari itu, melakukan pendakian tak harus sampai ke puncak. “Pendakian itu jangan niatnya menaklukkan alam. Tapi menyatu dengan alam,” timpalnya.
Jalur pendakian ke Merapi dari Selo, Boyolali sendiri baru akan dibukanya pada 16 Juni mendatang.
Sementara ini, selain melakukan pembersihan juga berkoordinasi dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta untuk bisa mengakses jaringan Closed Circuit Television (CCTV) mereka, guna memantau pendaki. “Sudah diperbolehkan BPPTKG,” katanya.
Pendakian ke Merapi semakin diperketat ini karena munculnya kasus salah satu pendaki asal Sleman, yang kecelakaan pada pertengahan Mei lalu. Korban tergelincir masuk ke dalam kawah, dan akhirnya tewas.
Hal yang sama juga dikatakan, Komandan Search and Rescue (SAR) Daerah Istimewa Yogyakarta, Brotoseno.
Sebelum beraktivitas di alam, sebaiknya dipersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Dari mulai pakaian, hingga peralatan yang dibutuhkan.
“Mental, fisik, kesehatan dan peralatan teknis harus dipersiapkan secara baik,” kata Brotoseno.
Kalau perlu, menurutnya, bagi mereka yang masih minim akan pengetahuan pendakian, agar memakai jasa pemandu. Dengan begitu, bisa meminimalkan tingkat risiko bahayanya. “Kalau perlu juga sewa pemandu,” tandasnya.
(sms)