Dua Kurir 4 Kg Sabu-sabu Lolos dari Hukuman Mati
A
A
A
SLEMAN - Dua perempuan kurir narkotika lolos dari maut. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman akhirnya memvonis kurir sabu-sabu, Tuti Herawati, 34, hukuman seumur hidup potong masa tahanan dan denda Rp1 miliar subsider dua bulan.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan vonis itu, majelis hakim juga memvonis Jumidah, 40, dengan 20 tahun penjara potong masa tahanan dan denda Rp1 miliar subsider dua bulan. Dengan putusan tersebut kedua terpidana tetap ditahan. Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut keduanya dengan hukuman mati.
Tuti Herawati divonis seumur hidup karena terbukti bersalah melakukan tindakan melawan hukum, terutama sebagai perantara jual beli narkotika golongan I. Oleh karena itu, dalam perkara ini keduanya dijerat Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang (UU) No 35/2009 tentang Narkotika. Hanya hakim menilai untuk tuntutan hukuman mati terlalu berat.
Hakim Ketua Wiryatmi mengatakan hal-hal memberatkan terdakwa dalam kasus ini, yakni perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantas narkoba, dan lintas batas antarnegara. Sementara yang meringankan berlaku sopan, menyesali perbuatannya, dan tidak akan mengulangi tindakannya.
Khusus terdakwa Tuty Herawati saat ini dalam kondisi hamil, yang bersangkutan single parent, dan menanggung dua anak masih kecil. Selain itu, hukuman ini untuk pembinaan sehingga setelah kembali ke masyarakat bisa berbuat lebih baik, terutama dalam mendidik anak-anak. “Hal lainnya, untuk pertimbangan putusan, yaitu psikologis, sosiologis, dan untuk keadilan,” kata Wiryatmi sebelum mengetuk palu menetapkan putusan sidang.
Majelis hakim setelah membacakan putusan itu menawarkan kepada terdakwa dan JPU, apakah menerima atau menolak. Karena itu, kepada terdakwa diminta berkoordinasi dengan penasihat hukumnya. Setelah berkonsultasi, baik Tuti Herawati dan Jumidah, menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan JPU.
Penasihat hukum kedua terdakwa dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Yogyakarta, Adnan Pambudi mengatakan, alasan pikir-pikir selain tetap berkeyakinan kliennya hanya korban sindikat penjualan narkoba internasional, dirinya juga belum mengetahui jelas putusan hakim seperti apa. “Jadi kami akan mempelajari dulu keputusan tersebut,” katanya seusai persidangan.
JPU Slamet Supriyadi mengatakan untuk masalah ini masih menunggu keputusan dari pimpinan sehingga belum bisa memberikan keterangan pasti. “Untuk masalah ini coba tanyakan ke kapuspenkum,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Jamidah dan Tuti Herawati ditangkap petugas Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPBBC) Tipe Madya Pabean B Yogyakarta saat turun dari pesawat Silk Air rute Guangzhou, China-Yogyakarta di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Petugas berhasil mengamankan 4.010,5 gram sabu-sabu jenis metamphetamine (sabu-sabu) senilai Rp8,021 miliar.
Sabu-sabu itu disembunyikan dalam tas di koper dua penumpang ini. Tertangkapnya dua wanita itu berawal saat pemeriksaan x-ray terhadap barang-barang bawaan penumpang. Dari pemeriksaan tersebut petugas mencurigai ada bungkusan yang disembunyikan di dalam tas di dua koper penumpang ini dengan membuat dinding palsu (false compartment ).
Setelah dipemeriksa menggunakan narkotest , hasilnya dari koper pertama yang dibawa Jumidah, petugas mendapatkan lima tas yang di dalamnya terdapat 10 bungkusan berbentuk kristal seberat 1.925,5 gram. Sementara koper kedua yang dibawa Tuti Herawati ada enam tas berisi 12 bungkus berbentuk kristal seberat 2.085 gram sehingga semuanya seberat 4.010,5 gram (4 kg).
Ringannya vonis ini tentu mengingatkan kita kepada nasib Mary Jane Fiesta Veloso. WN Filipina yang dinilai banyak orang sebagai korban human trafficking (perdagangan manusia) mendapat vonis mati dari pengadilan yang sama.
Padahal Mary Jane menyelundupkan 2,6 kg heroin lewat bandara yang sama. Jumlah sabu-sabu yang kalah banyak dari dua terpidana tersebut.
Priyo setyawan
Dalam sidang dengan agenda pembacaan vonis itu, majelis hakim juga memvonis Jumidah, 40, dengan 20 tahun penjara potong masa tahanan dan denda Rp1 miliar subsider dua bulan. Dengan putusan tersebut kedua terpidana tetap ditahan. Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut keduanya dengan hukuman mati.
Tuti Herawati divonis seumur hidup karena terbukti bersalah melakukan tindakan melawan hukum, terutama sebagai perantara jual beli narkotika golongan I. Oleh karena itu, dalam perkara ini keduanya dijerat Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang (UU) No 35/2009 tentang Narkotika. Hanya hakim menilai untuk tuntutan hukuman mati terlalu berat.
Hakim Ketua Wiryatmi mengatakan hal-hal memberatkan terdakwa dalam kasus ini, yakni perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantas narkoba, dan lintas batas antarnegara. Sementara yang meringankan berlaku sopan, menyesali perbuatannya, dan tidak akan mengulangi tindakannya.
Khusus terdakwa Tuty Herawati saat ini dalam kondisi hamil, yang bersangkutan single parent, dan menanggung dua anak masih kecil. Selain itu, hukuman ini untuk pembinaan sehingga setelah kembali ke masyarakat bisa berbuat lebih baik, terutama dalam mendidik anak-anak. “Hal lainnya, untuk pertimbangan putusan, yaitu psikologis, sosiologis, dan untuk keadilan,” kata Wiryatmi sebelum mengetuk palu menetapkan putusan sidang.
Majelis hakim setelah membacakan putusan itu menawarkan kepada terdakwa dan JPU, apakah menerima atau menolak. Karena itu, kepada terdakwa diminta berkoordinasi dengan penasihat hukumnya. Setelah berkonsultasi, baik Tuti Herawati dan Jumidah, menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan JPU.
Penasihat hukum kedua terdakwa dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PHBI) Yogyakarta, Adnan Pambudi mengatakan, alasan pikir-pikir selain tetap berkeyakinan kliennya hanya korban sindikat penjualan narkoba internasional, dirinya juga belum mengetahui jelas putusan hakim seperti apa. “Jadi kami akan mempelajari dulu keputusan tersebut,” katanya seusai persidangan.
JPU Slamet Supriyadi mengatakan untuk masalah ini masih menunggu keputusan dari pimpinan sehingga belum bisa memberikan keterangan pasti. “Untuk masalah ini coba tanyakan ke kapuspenkum,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Jamidah dan Tuti Herawati ditangkap petugas Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPBBC) Tipe Madya Pabean B Yogyakarta saat turun dari pesawat Silk Air rute Guangzhou, China-Yogyakarta di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Petugas berhasil mengamankan 4.010,5 gram sabu-sabu jenis metamphetamine (sabu-sabu) senilai Rp8,021 miliar.
Sabu-sabu itu disembunyikan dalam tas di koper dua penumpang ini. Tertangkapnya dua wanita itu berawal saat pemeriksaan x-ray terhadap barang-barang bawaan penumpang. Dari pemeriksaan tersebut petugas mencurigai ada bungkusan yang disembunyikan di dalam tas di dua koper penumpang ini dengan membuat dinding palsu (false compartment ).
Setelah dipemeriksa menggunakan narkotest , hasilnya dari koper pertama yang dibawa Jumidah, petugas mendapatkan lima tas yang di dalamnya terdapat 10 bungkusan berbentuk kristal seberat 1.925,5 gram. Sementara koper kedua yang dibawa Tuti Herawati ada enam tas berisi 12 bungkus berbentuk kristal seberat 2.085 gram sehingga semuanya seberat 4.010,5 gram (4 kg).
Ringannya vonis ini tentu mengingatkan kita kepada nasib Mary Jane Fiesta Veloso. WN Filipina yang dinilai banyak orang sebagai korban human trafficking (perdagangan manusia) mendapat vonis mati dari pengadilan yang sama.
Padahal Mary Jane menyelundupkan 2,6 kg heroin lewat bandara yang sama. Jumlah sabu-sabu yang kalah banyak dari dua terpidana tersebut.
Priyo setyawan
(ftr)