Bupati Tak Awasi Hibah Persiba
A
A
A
YOGYAKARTA - Bupati Bantul Sri Suryawidati (Ida), akhirnya memenuhi panggilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk bersaksi di Pengadilan Tipikor Yogyakarta atas kasus dugaan korupsi dana hibah Persiba tahun 2011 sebesar Rp12,5 miliar.
Namun di persidangan dengan terdakwa Maryani, Direktur PT Aulia Trijaya Mandiri; dan Dahono, Bendahara 1 klub sepak bola Persiba; Ida lebih banyak men jawab tidak tahu dan tidak ingat saat ditanya majelis hakim soal penerbitan dasar hukum pengelolaan dana hibah, serta bentuk pengawasan yang di lakukan oleh bupati.
Dia justru me lempar tanggung jawab ada pa da satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Saat ditanya hakim soal penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2011, Ida me ngaku lupa. Istri dari mantan Bupati Bantul dua periode, Idham Samawi yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, ber alasan saat itu pihaknya banyak mengeluarkan perbup. Ter masuk soal penomoran dan pe nanggalan perbup, dia ber dalih hanya menandatangani saja.
"Perbup yang masuk, selalu tak ada nomor dan tanggal, saya hanya tinggal tanda tangan. Saat pelaksanaan baru dinomori, ada tupoksi masing-masing, yang tangani SKPD," katanya pa da sidang yang dipimpin Hakim Ketua Barita Saragih, kemarin.
Keterangan dari Ida juga berseberangan dengan keterangan mantan Kepala Kantor Pemuda dan Olahraga (Pora) Bantul, Edy Bowo Nurcahyo, yang telah diperiksa di persidangan ke marin. Menurut keterangan Edy yang juga menjadi tersangka di kasus ini, pengawasan dana hibah Persiba ada di pundak bupati berdasar Perbup 6 c Tahun 2008.
Namun Ida mengaku itu ada lah tanggung jawab SKPD. "Pengawasan ada di SKPD teknis (Kantor Pora), bupati hanya dilapori. Tapi selama ini saya tak per nah dilapori, tanggung jawab pengawasan ada di SKPD tek nis," kata Ida. Orang nomor satu di Bantul itu juga mengaku tidak tahu jika dana hibah Persiba dipakai untuk melunasi utang atau mengem balikan dana talangan ke pihak ketiga.
Selaku pihak yang mem beri dana hibah, Ida juga me ngaku tidak tahu rincian alokasi dana hibah ke masing-masing cabang olahraga di bawah na ungan KONI. "Usulan dari ca bor, diteruskan ke Pora, kemudian ke TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) yang diketuai sekda. Lalu dibahas di Dewan dan ditetapkan jadi APBD," ucapnya.
Saat ditanya JPU soal kenapa bupati menguasakan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) kepada Wakil Bupati Sumarno, Ida men ja wab karena alasan psikologis. Saat itu NPHD ditandatanga ni oleh wakil bupati dengan Ketua KONI Bantul, Idham Sama wi. "Untuk hilangkan kesan, kok yang tanda tangan suami istri? Alasan psikologis saja," kata Ida kepada JPU Ismaya Hera Wardani.
Sementara Koordinator Gerakan Antikorupsi Yogyakarta (GAKY), Tri Wahyu yang memantau jalannya persidangan me nilai sikap ketua majelis hakim Barita Saragih beda jika dibandingkan dengan sidang Per -siba sebelumnya. "Kemarin-kema rin dia tegas terhadap saksisaksi, tapi hari ini terlihat kurang independen dan progresif," ujarnya seusai persidangan. Tri juga menyoroti hakim Ba rita yang panggil Ida dengan sebutan ibu bupati.
Menu rutnya, sesuai kode etik hakim harus panggil dengan sebutan saksi. "Ini soal kode etik hakim yang mestinya bersikap independen menyebut saksi di persidangan," katanya. Namun demikian, soal ke terangan Ida di persidangan dinilainya semakin menguak fakta hukum dana hibah Persiba. Yaitu Ida sebagai bupati mengaku ti dak pernah lakukan pengawas an penggunaan dana hibah Persiba.
"Ida sempat sebut Perbup 6 c/2008 yang dipakai sebelum keterangannya di potong oleh hakim tadi. Edy sebelumnya juga sebut Perbup 6 c/2008, padahal di perbup itu bupatilah yang berwenang dalam pengawasan dana hibah Persiba, bukan SKPD," katanya. Di persidangan, Ida memang sempat menyebut dasar hukum dana hibah Persiba ini pa kai Perbup 6 c/2008 saat men jawab pertanyaan JPU.
Tapi tiba-tiba hakim Barita memotong jawaban Ida dengan alasan pertanyaan itu tidak patut ditanyakan ke bupati selaku saksi. Tapi lebih pas ditanyakan ke pendapat ahli. GAKY mengindikasikan kuat bahwa bupati Bantul terlibat dalam kasus korupsi dana hibah Persiba. Karena semestinya bupa ti melakukan pengawasan tapi ternyata berdasar pengakuan di persidangan menyebutkan ti dak melakukan pengawasan.
Ristu hanafi
Namun di persidangan dengan terdakwa Maryani, Direktur PT Aulia Trijaya Mandiri; dan Dahono, Bendahara 1 klub sepak bola Persiba; Ida lebih banyak men jawab tidak tahu dan tidak ingat saat ditanya majelis hakim soal penerbitan dasar hukum pengelolaan dana hibah, serta bentuk pengawasan yang di lakukan oleh bupati.
Dia justru me lempar tanggung jawab ada pa da satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Saat ditanya hakim soal penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 1 Tahun 2011, Ida me ngaku lupa. Istri dari mantan Bupati Bantul dua periode, Idham Samawi yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, ber alasan saat itu pihaknya banyak mengeluarkan perbup. Ter masuk soal penomoran dan pe nanggalan perbup, dia ber dalih hanya menandatangani saja.
"Perbup yang masuk, selalu tak ada nomor dan tanggal, saya hanya tinggal tanda tangan. Saat pelaksanaan baru dinomori, ada tupoksi masing-masing, yang tangani SKPD," katanya pa da sidang yang dipimpin Hakim Ketua Barita Saragih, kemarin.
Keterangan dari Ida juga berseberangan dengan keterangan mantan Kepala Kantor Pemuda dan Olahraga (Pora) Bantul, Edy Bowo Nurcahyo, yang telah diperiksa di persidangan ke marin. Menurut keterangan Edy yang juga menjadi tersangka di kasus ini, pengawasan dana hibah Persiba ada di pundak bupati berdasar Perbup 6 c Tahun 2008.
Namun Ida mengaku itu ada lah tanggung jawab SKPD. "Pengawasan ada di SKPD teknis (Kantor Pora), bupati hanya dilapori. Tapi selama ini saya tak per nah dilapori, tanggung jawab pengawasan ada di SKPD tek nis," kata Ida. Orang nomor satu di Bantul itu juga mengaku tidak tahu jika dana hibah Persiba dipakai untuk melunasi utang atau mengem balikan dana talangan ke pihak ketiga.
Selaku pihak yang mem beri dana hibah, Ida juga me ngaku tidak tahu rincian alokasi dana hibah ke masing-masing cabang olahraga di bawah na ungan KONI. "Usulan dari ca bor, diteruskan ke Pora, kemudian ke TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) yang diketuai sekda. Lalu dibahas di Dewan dan ditetapkan jadi APBD," ucapnya.
Saat ditanya JPU soal kenapa bupati menguasakan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) kepada Wakil Bupati Sumarno, Ida men ja wab karena alasan psikologis. Saat itu NPHD ditandatanga ni oleh wakil bupati dengan Ketua KONI Bantul, Idham Sama wi. "Untuk hilangkan kesan, kok yang tanda tangan suami istri? Alasan psikologis saja," kata Ida kepada JPU Ismaya Hera Wardani.
Sementara Koordinator Gerakan Antikorupsi Yogyakarta (GAKY), Tri Wahyu yang memantau jalannya persidangan me nilai sikap ketua majelis hakim Barita Saragih beda jika dibandingkan dengan sidang Per -siba sebelumnya. "Kemarin-kema rin dia tegas terhadap saksisaksi, tapi hari ini terlihat kurang independen dan progresif," ujarnya seusai persidangan. Tri juga menyoroti hakim Ba rita yang panggil Ida dengan sebutan ibu bupati.
Menu rutnya, sesuai kode etik hakim harus panggil dengan sebutan saksi. "Ini soal kode etik hakim yang mestinya bersikap independen menyebut saksi di persidangan," katanya. Namun demikian, soal ke terangan Ida di persidangan dinilainya semakin menguak fakta hukum dana hibah Persiba. Yaitu Ida sebagai bupati mengaku ti dak pernah lakukan pengawas an penggunaan dana hibah Persiba.
"Ida sempat sebut Perbup 6 c/2008 yang dipakai sebelum keterangannya di potong oleh hakim tadi. Edy sebelumnya juga sebut Perbup 6 c/2008, padahal di perbup itu bupatilah yang berwenang dalam pengawasan dana hibah Persiba, bukan SKPD," katanya. Di persidangan, Ida memang sempat menyebut dasar hukum dana hibah Persiba ini pa kai Perbup 6 c/2008 saat men jawab pertanyaan JPU.
Tapi tiba-tiba hakim Barita memotong jawaban Ida dengan alasan pertanyaan itu tidak patut ditanyakan ke bupati selaku saksi. Tapi lebih pas ditanyakan ke pendapat ahli. GAKY mengindikasikan kuat bahwa bupati Bantul terlibat dalam kasus korupsi dana hibah Persiba. Karena semestinya bupa ti melakukan pengawasan tapi ternyata berdasar pengakuan di persidangan menyebutkan ti dak melakukan pengawasan.
Ristu hanafi
(ftr)