Kepala UPT Metrologi Terancam Seumur Hidup
A
A
A
SURABAYA - Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Meterologi Surabaya Hadi Witomo terancam hukuman penjara seumur hidup. Dia didakwa melakukan korupsi tera ulang pada stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) saat menjabat sebagai UPT Meterologi Madiun pada 2009-2011 lalu.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adung, pria kelahiran 54 tahun lalu itu dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 dan dakwaan sekunder Pasal 3 Undang- Undang (UU) No 31/- 1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, didakwa dakwaan primer kedua Pasal 12 e dan subsider kedua Pasal 12 f, serta lebih subsider lagi Pasal 11 UU No 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam nota dakwaan tersebut, Adung menjelaskan bahwa tindakan terdakwa dilakukan ketika dia menjabat sebagai Kepala UPT Meterologi Madiun. Disebutkan bahwa tindakan terdakwa dianggap sebagai tindakan penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan atau orang lain. Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya Tahsin ini, diketahui bahwa dalam tera ulang SPBU yang berujung pada penyimpangan dan korupsi, terdakwa tidak bekerja sendiri.
Untuk melakukan tera ulang, dia menunjuk CV Anugrah Madiun untuk pelaksanaan teknis di lapangan. ”Pihak ketiga ini adalah ahli tera, dia merupakan pensiunan Pertamina,” kata Adung. Menurut Adung, penunjukan CV Anugrah Madiun sebagai rekanan di lapangan tidak ada landasan hukumnya. Selain itu, dalam pelaksanaannya, CV Anugrah Madiun juga bertugas menarik uang dari pihak SPBU.
”Penarikan disertai kuitansi di antaranya untuk biaya retribusi, biaya harian, dan biaya transportasi. Sebenarnya yang berhak untuk melakukan penarikan adalah UPT langsung, bukan pihak ketiga,” ungkapnya. Selanjutnya uang penarikan dari CV Anugrah Madiun itu diberikan kepada terdakwa. Selama 2009-2011, jumlah penarikan yang dilakukan CV Anugrah Madiun dan diserahkan ke terdakwa mencapai Rp555.600.- 000.
Selain itu, terdakwa melakukan pungutan ke SPBU yang total jumlah pungutan mencapai Rp460.000.000. Seharusnya uang tersebut dimasukkan ke kas negara sebagai pemasukan daerah. Namun, uang tersebut tidak dimasukkan kas daerah sehingga negara, dalam hal ini pemerintah daerah, mengalami kerugian Rp555.600.000 dan Rp460.- 000.000.
Terkait dakwaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Tahsin mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan para penasihatnya apakah akan melakukan eksepsi atau tidak. ”Kami akan mengajukan eksepsi yang mulia,” kata penasihat hukum terdakwa, Kukuh Pramono. Ketua Majelis Hakim Tahsin menunda sidang pada pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa.
Dalam kesempatan itu, penasihat hukumterdakwaKukuhPramono juga mengajukan data riwayat penyakit jantung yang diderita terdakwa. ”Itu hanya pemberitahuan, nanti keputusannya menunggu pemeriksaan dari medis di rutan,” kata Kukuh.
Lutfi yuhandi
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adung, pria kelahiran 54 tahun lalu itu dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 dan dakwaan sekunder Pasal 3 Undang- Undang (UU) No 31/- 1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, didakwa dakwaan primer kedua Pasal 12 e dan subsider kedua Pasal 12 f, serta lebih subsider lagi Pasal 11 UU No 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam nota dakwaan tersebut, Adung menjelaskan bahwa tindakan terdakwa dilakukan ketika dia menjabat sebagai Kepala UPT Meterologi Madiun. Disebutkan bahwa tindakan terdakwa dianggap sebagai tindakan penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan atau orang lain. Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya Tahsin ini, diketahui bahwa dalam tera ulang SPBU yang berujung pada penyimpangan dan korupsi, terdakwa tidak bekerja sendiri.
Untuk melakukan tera ulang, dia menunjuk CV Anugrah Madiun untuk pelaksanaan teknis di lapangan. ”Pihak ketiga ini adalah ahli tera, dia merupakan pensiunan Pertamina,” kata Adung. Menurut Adung, penunjukan CV Anugrah Madiun sebagai rekanan di lapangan tidak ada landasan hukumnya. Selain itu, dalam pelaksanaannya, CV Anugrah Madiun juga bertugas menarik uang dari pihak SPBU.
”Penarikan disertai kuitansi di antaranya untuk biaya retribusi, biaya harian, dan biaya transportasi. Sebenarnya yang berhak untuk melakukan penarikan adalah UPT langsung, bukan pihak ketiga,” ungkapnya. Selanjutnya uang penarikan dari CV Anugrah Madiun itu diberikan kepada terdakwa. Selama 2009-2011, jumlah penarikan yang dilakukan CV Anugrah Madiun dan diserahkan ke terdakwa mencapai Rp555.600.- 000.
Selain itu, terdakwa melakukan pungutan ke SPBU yang total jumlah pungutan mencapai Rp460.000.000. Seharusnya uang tersebut dimasukkan ke kas negara sebagai pemasukan daerah. Namun, uang tersebut tidak dimasukkan kas daerah sehingga negara, dalam hal ini pemerintah daerah, mengalami kerugian Rp555.600.000 dan Rp460.- 000.000.
Terkait dakwaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Tahsin mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan para penasihatnya apakah akan melakukan eksepsi atau tidak. ”Kami akan mengajukan eksepsi yang mulia,” kata penasihat hukum terdakwa, Kukuh Pramono. Ketua Majelis Hakim Tahsin menunda sidang pada pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa.
Dalam kesempatan itu, penasihat hukumterdakwaKukuhPramono juga mengajukan data riwayat penyakit jantung yang diderita terdakwa. ”Itu hanya pemberitahuan, nanti keputusannya menunggu pemeriksaan dari medis di rutan,” kata Kukuh.
Lutfi yuhandi
(bbg)