Warga Tidak Patuh, Makassar Kini Jadi Episentrum Virus Corona
A
A
A
MAKASSAR - Ketidakpatuhan warga Kota Makassar terhadap instruksi pemerintah social-phsysical distancing berakibat fatal. Kini Kota Makassar menjadi salah satu episentrum virus corona Covid-19 di Sulsel.
Peningkatan kasus di kota pun ini cukup signifikan dari hari ke hari. Data pantauan di portal resmi Covid-19 Sulsel per tanggal 8 April 2020 pukul 17.41 Wita tercatat, angka orang dalam pemantauan (ODP) pun bertambah menjadi total 2.430 orang, dengan jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 324 pasien dan kasus positif menjadi total 128 orang.
"Positif bertambah sebanyak 6 pasien. Ini seluruhnya di Kota Makasar, sehingga kota Makassar sekarang berjumlah 88 pasien atau sekitar 68,75% dari total seluruh yang positif (di Sulsel),"ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel, Muhammad Ichsan, saat konferensi pers, kemarin.
Selain 88 kasus di Kota Makassar, dia merincikan total pasien Covid-19 di Sulsel selama ini berasal dari Kabupaten Gowa 11 orang, Maros 10, Sidrap 11, Pinrang 2 pasien. Lalu Bulukumba, Luwu Timur, Pangkep, Soppeng, Takalar dan Luwu masing-masing satu pasien positif Covid-19.
Pola penyebaran virus korona di Sulsel saat inipun ditegaskan sebagian besar dari local transmission. "Tidak ada imported transmission lagi. Lebih banyak kepada klaster-klaster keluarga. Ada juga klaster domisili, (misalnya) ada satu lorong kena, ini karena jaga jaraknya belum berjalan dengan baik," tambahnya.
Ichsan menilai, peningkatan kasus yang muncul selama ini karena buah dari ketidakpatuhan warga untuk disiplin menerapkan social dan phsysical distancing. Hal inilah yang diakuinya juga nenjadi hambatan dalam penanganan pencegahan Covid-19 di Sulsel.
"Kami melihat, sayapun sudah dua hari beraktivitas ke posko manunggal, melihat rumah sakit, meninjau laboratorium, itu sepanjang perjalanan saya, saya melihat sama sekali tidak ada perubahan dengan adanya covid ini. Tidak ada physical distancing. Itu yang menjadi tentu pertimbangan bahwa ini jadi masalah besar kita," keluhnya.
Padahal, kedisiplinan dan kepatuhan warga sangat diperlukan untuk memutus mata rantai pencegahan virus. Makanya, dia menegaskan, warga yang tidak patuh turut menjadi penyumbang bertambahnya kasus di Sulsel, khususnya di Kota Makassar.
"Saya bahkan sampaikan, bahwa kalau angka ini meninglat, siapapun yang tidak mematuhi ini, dia akan bertanggung jawab dengan angka-angka (bertambahnya kasus) itu. Saya kira itu kendala utama kita," tegas Ichsan.
Ketua Ikatan Dokter Wilayah (IDI) Wilayah Sulsel ini menambahkan, dengan kondisi demikian, sanksi tegas terhadap warga yang tidak patuh bukan tidak mungkin akan diberikan. Hanya saja, kebijakan ini kata Ichsan, akan menjadi pembahasan dalam rapat forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) tingkat Sulsel yang rencananya digelar, Kamis (08/04/2020) hari ini.
"Jadi bahwa besok (hari ini) Insya allah akan ada rapat forkopimda, disana akan dibahas tentu bagaimana mengatasi persoalan ini. Di tingkat pimpinan akan membahas itu, dan tentu dipikirkan bagaimana masyarakat agar bisa patuh terkait physical distancing," imbuhnya.
Dalam rapat itupula, akan dibahas terkait kebijakan yang akan diambil di tiap daerah yang menjadi episentrum penyebaran virus. Meski begitu, khusus Kota Makassar, disebutkan saat ini masih memberlakukan karantina wilayah terbatas di tingkat kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW.
Selain itu, ketersediaan stok alat pelindung diri (APD) juga masih terbatas. Pemerintah sudah menyiapkan anggaran untuk pengadaannya, namun stok APD di pasaran yang juga terbatas produksinya. Makanya hal ini akan diadakan dan distribusi ke tiap rumah sakit (RS).
Ichsan menambahkan, pola RS rujukan penanganan pasien terinfeksi Covid-19 sudah diatur ulang. Pertama, RSUD Sayang Rakyat akan menjadi screening untuk wilayah Utara. Kemudian, RSK Dadi Makassar menjadi screening pasien di bagian Selatan.
"Hasil screening akan dilihat mana PDP berat dan positif. Dan hasilnya akan dikirim (pasien akan dirujuk) ke Rumah Sakit Unhas atau Rumah Sakit Wahidin," jelasnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Sulsel, Erwin Werianto menambahkan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum diterapkan di Sulsel. Namun kebijakan penanganan Covid-19 di tiap daerah di Sulsel, akan dibahas dalam rapat forkopimda yang dipimpin Gubernur Sulsel.
"Pak gubernur dengan forkopimda, akan mengumpulkan data dan akan mengkaji daerah mana saja yang akan jadi PSBB. Tetapi kalau melihat data yang ada, menurut bapak gubernur, bahwa kalaupun itu jadi, adalah Makassar. Karena menjadi ibukota provinsi dan menjadi episentrum penyebaran Covid-19," pungkas Erwin.
Diketahui, kebijakan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PPSB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu poin PP ini menyebutkan, pembatasan kegiatan tertentu penduduk dilakukan dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus.
Peningkatan kasus di kota pun ini cukup signifikan dari hari ke hari. Data pantauan di portal resmi Covid-19 Sulsel per tanggal 8 April 2020 pukul 17.41 Wita tercatat, angka orang dalam pemantauan (ODP) pun bertambah menjadi total 2.430 orang, dengan jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 324 pasien dan kasus positif menjadi total 128 orang.
"Positif bertambah sebanyak 6 pasien. Ini seluruhnya di Kota Makasar, sehingga kota Makassar sekarang berjumlah 88 pasien atau sekitar 68,75% dari total seluruh yang positif (di Sulsel),"ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel, Muhammad Ichsan, saat konferensi pers, kemarin.
Selain 88 kasus di Kota Makassar, dia merincikan total pasien Covid-19 di Sulsel selama ini berasal dari Kabupaten Gowa 11 orang, Maros 10, Sidrap 11, Pinrang 2 pasien. Lalu Bulukumba, Luwu Timur, Pangkep, Soppeng, Takalar dan Luwu masing-masing satu pasien positif Covid-19.
Pola penyebaran virus korona di Sulsel saat inipun ditegaskan sebagian besar dari local transmission. "Tidak ada imported transmission lagi. Lebih banyak kepada klaster-klaster keluarga. Ada juga klaster domisili, (misalnya) ada satu lorong kena, ini karena jaga jaraknya belum berjalan dengan baik," tambahnya.
Ichsan menilai, peningkatan kasus yang muncul selama ini karena buah dari ketidakpatuhan warga untuk disiplin menerapkan social dan phsysical distancing. Hal inilah yang diakuinya juga nenjadi hambatan dalam penanganan pencegahan Covid-19 di Sulsel.
"Kami melihat, sayapun sudah dua hari beraktivitas ke posko manunggal, melihat rumah sakit, meninjau laboratorium, itu sepanjang perjalanan saya, saya melihat sama sekali tidak ada perubahan dengan adanya covid ini. Tidak ada physical distancing. Itu yang menjadi tentu pertimbangan bahwa ini jadi masalah besar kita," keluhnya.
Padahal, kedisiplinan dan kepatuhan warga sangat diperlukan untuk memutus mata rantai pencegahan virus. Makanya, dia menegaskan, warga yang tidak patuh turut menjadi penyumbang bertambahnya kasus di Sulsel, khususnya di Kota Makassar.
"Saya bahkan sampaikan, bahwa kalau angka ini meninglat, siapapun yang tidak mematuhi ini, dia akan bertanggung jawab dengan angka-angka (bertambahnya kasus) itu. Saya kira itu kendala utama kita," tegas Ichsan.
Ketua Ikatan Dokter Wilayah (IDI) Wilayah Sulsel ini menambahkan, dengan kondisi demikian, sanksi tegas terhadap warga yang tidak patuh bukan tidak mungkin akan diberikan. Hanya saja, kebijakan ini kata Ichsan, akan menjadi pembahasan dalam rapat forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) tingkat Sulsel yang rencananya digelar, Kamis (08/04/2020) hari ini.
"Jadi bahwa besok (hari ini) Insya allah akan ada rapat forkopimda, disana akan dibahas tentu bagaimana mengatasi persoalan ini. Di tingkat pimpinan akan membahas itu, dan tentu dipikirkan bagaimana masyarakat agar bisa patuh terkait physical distancing," imbuhnya.
Dalam rapat itupula, akan dibahas terkait kebijakan yang akan diambil di tiap daerah yang menjadi episentrum penyebaran virus. Meski begitu, khusus Kota Makassar, disebutkan saat ini masih memberlakukan karantina wilayah terbatas di tingkat kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW.
Selain itu, ketersediaan stok alat pelindung diri (APD) juga masih terbatas. Pemerintah sudah menyiapkan anggaran untuk pengadaannya, namun stok APD di pasaran yang juga terbatas produksinya. Makanya hal ini akan diadakan dan distribusi ke tiap rumah sakit (RS).
Ichsan menambahkan, pola RS rujukan penanganan pasien terinfeksi Covid-19 sudah diatur ulang. Pertama, RSUD Sayang Rakyat akan menjadi screening untuk wilayah Utara. Kemudian, RSK Dadi Makassar menjadi screening pasien di bagian Selatan.
"Hasil screening akan dilihat mana PDP berat dan positif. Dan hasilnya akan dikirim (pasien akan dirujuk) ke Rumah Sakit Unhas atau Rumah Sakit Wahidin," jelasnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Sulsel, Erwin Werianto menambahkan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum diterapkan di Sulsel. Namun kebijakan penanganan Covid-19 di tiap daerah di Sulsel, akan dibahas dalam rapat forkopimda yang dipimpin Gubernur Sulsel.
"Pak gubernur dengan forkopimda, akan mengumpulkan data dan akan mengkaji daerah mana saja yang akan jadi PSBB. Tetapi kalau melihat data yang ada, menurut bapak gubernur, bahwa kalaupun itu jadi, adalah Makassar. Karena menjadi ibukota provinsi dan menjadi episentrum penyebaran Covid-19," pungkas Erwin.
Diketahui, kebijakan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PPSB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Salah satu poin PP ini menyebutkan, pembatasan kegiatan tertentu penduduk dilakukan dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus.
(sss)