BUMDes Lontar Sewu Sulap Tanah Lapang Jadi Edu Wisata
A
A
A
GRESIK - Geliat ekonomi perdesaan makin terlihat, salah satunya di Desa Hendrosari, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Dengan pengelolaan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lontar Sewu, lapangan yang tidak berfungsi disulap menjadi Edu Wisata, sehingga memiliki nilai ekonomi dan edukasi.
(Baca juga: Desa Pandanlandung, Lawan Corona Pakai Dana Desa )
BUMDes Lontar Sewu berdiri sejak tahun 2017, dan mulai mengelola Edu Wisata Lontar Sewu pada tahun 2019. Dalam pengelolaannya, BUMDes Lontar Sewu tidak sendirian. Edu Wisata Lontar Sewu di atas lahan seluas 6000 meter persegi tersebut dikelola dengan model kemitraan yang ditawarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Kemendes PDTT melalui Program Pilot Inkubasi Inovasi Desa-Pengembangan Ekonomi Lokal (PIID-PEL) yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Usaha Ekonomi Desa (PUED) merupakan program atau kegiatan fasilitasi yang dilakukan untuk mendorong pengembangan produk unggulan desa melalui kemitraan antara KUEMD termasuk koperasi, lembaga ekonomi desa (BUMDes), dan Pelaku Bisnis Profesional melalui konsep kemitraan yang dikenal dengan konsep kerjasama Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat (Public-Private-People-Partnership).
Melalui Program PIID-PEL terbentuklah pelaku kemitraan pengelola Edu Wisata Lontar Sewu. BUMDes Lontar Sewu sebagai pengelola Edu Wisata Lontar Sewu yang terdiri dari unit usaha parkir, tiket masuk, wahana bermain anak, kios103, gazebo, dan café.
KUB Lontar Agung, dan KUB Mahkota Siwalan, sebagai penyedia bahan baku legen dan siwalan. Wahana Kreatif sebagai pelaku bisnis professional (off taker), dan Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil (PINBUK) FEB Universitas Muhammadiyah Gresik sebagai inkubator yang tugasnya memberikan pelatihan peningkatan kapasitas SDM.
Berawal dari hasil musyawarah desa yang dilakukan pada tahun 2013, dengan melihat potensi Desa Hendrosari yaitu ditumbuhi lebih dari 3.600 pohon lontar dan ada 119 petani pohon lontar yang tergabung dalam Ikatan Petani Pengusaha Legen Hendrosari (IPPLH) akhirnya diputuskan untuk menjadikan Desa Hendrosari menjadi desa wisata.
Desa dengan luas wilayah 192 Ha ini sebagian besar lahannya dipakai untuk lahan pertanian pohon siwalan (lontar), dan dimanfaatkan oleh sebagian besar warga desa sebagai mata pencaharian legen. Dari 3600 pohon lontar, masih terdapat 1.387 pohon yang dapat menghasilkan legen dan buah siwalan. Setiap tahunnya para penderes pohon lontar dapat mengambil 868.700 liter legen dari 792 pohon lontar penghasil legen dan menghasilkan buah siwalan sebanyak 17.850 bungkus (@10 buah) dari 595 pohon penghasil buah siwalan. Hasil dari seluruh legen dan buah siwalan tersebut ditampung oleh Kelompok Usaha Ekonomi Masyarakat Desa (KUEMDes) yang tergabung dalam KUB Lontar Agung dan KUB Mahkota Siwalan.
KUEMDes bekerjasama dengan BUMDes Lontar Sewu mengembangkan olahan-olahan dari bahan dasar legen dan buah siwalan. Hasil produksi olahannya berupa, sari legen, legen buah naga, saus legen, permen legen, brownis siwalan, kopi siwalan, dawet siwalan.
Potensi sumber daya alam yang saat ini sudah dikelola oleh BUMDes berupa olahan dari bahan baku pohon lontar dipadukan dengan pemanfaatan lahan yang ada di Desa Hendrosari dengan membuat konsep Edu Wisata.
Nilai lebih Edu Wisata Lontar Sewu yang ditawarkan di antaranya, akses jalan yang mudah dijangkau, tempat wisata yang alami, terdapat pembelajaran (edukasi) pelestarian pohon lontar mulai dari pembenihan, penanaman, proses produksi alamiah nira dan siwalan, jembatan sarana swa foto, wahana flying fox, arena bermain anak-anak, café lontar sebagai wahan kuliner olahan BUMDes, gazebo, Kios BUMDes.
Perjalanan panjang menuju terwujudnya desa wisata akhirnya dapat terlaksana pada tahun 2018. Pada tahun 2019 Pemerintah Desa Hendrosari menganggarkan dana desa sebesar Rp300.000.000 untuk menunjang peningkatan desa wisata. Pada tahun yang sama, Desa Hendrosari mendapatkan dana sebesar Rp1.311.597.750 melalui PIID-PEL dari Kemendes PDTT.
Dari pengembangan Edu Wisata lontar sewu tersebut mampu menyerap tenaga kerja dan terjadi peningkatan jumlah orang yang bekerja secara langsung, dari delapan orang menjadi 103 orang dengan tingkat pendapatan Rp1,5-2 juta/orang/bulan. Para pekerja pengelola edu wisata diutamakan dari keluarga miskin yang belum memiliki pekerjaan tetap atau berpendapatan rendah.
Meningkatkan pendapatan bagi 119 petani siwalan dari semula Rp100 ribu/hari menjadi sebesar Rp300 ribu/ari dari hasil penjualan legen ke BUMDes.
Jumlah keluarga miskin di Desa Hendrosari, telah berkurang dari 114 Keluarga menjadi 88 Keluarga. Secara bertahap jumlah keluarga miskin akan terus berkurang seiring dengan
perkembangan usaha pariwisata.
Dari segi jumlah pengunjung pun meningkat, yang sebelumnya 100 orang pengunjung, menjadi 3000 orang saat akhir pekan, dan 300-400 orang di hari biasa.
Omzet dari pengelolaan Edu Wisata mencapai Rp32 juta pada akhir pekan, dan Rp10 juta pada hari biasa, yang sebelumnya kurang dari Rp5 juta/hari. Dengan pembagian hasil 25% PADes, 25% pengurus, 50% pengelolaan BUMDes.
Kedepannya diharapkan dengan bantuan program PIID PEL ini, kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa meningkat. Pengelolaan edu wisata yang berbasis pada keunikan dan kekhasan lokal seperti di Desa Hendrosari, dengan potensi pohon siwalan ini sangat efektif untuk bisa meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Direktur BUMDes Lontar Sewu, Aristoteles mengatakan, prinsipnya dalam mengembangkan BUMDes tak hanya bagaimana BUMDes dapat meningkatkan omzet dan PADes. Menurutnya prinsip utamanya adalah bagaimana BUMDes dapat memberikan dampak kepada aktivitas ekonomi masyarakat.
"Sejak berdirinya edu wisata ini, masyarakat memiliki ragam usaha tambahan, adanya kios-kios, produk-produk hasil masyarakat juga bisa dipasarkan melalui BUMDes, intinya ada aktivitas ekonomi, selain itu masyarakat juga jadi punya wahana hiburan dan edukasi," ungkapnya.
Hal tersebut sejalan dengan pesan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar yaitu untuk mendirikan BUMDes berdasarkan kebutuhan, permasalahan, dan potensi lokal desa.
"Contohnya di Desa Hendrosari ini, dengan memanfaatkan potensi tumbuhnya ribuan pohon lontar di lapangan yang tadinya tak terpakai, disulap menjadi lapangan yang bernilai fungsi berupa edu wisata," ujar pejabat yang akrab disapa Gus Menteri ini.
(Baca juga: Desa Pandanlandung, Lawan Corona Pakai Dana Desa )
BUMDes Lontar Sewu berdiri sejak tahun 2017, dan mulai mengelola Edu Wisata Lontar Sewu pada tahun 2019. Dalam pengelolaannya, BUMDes Lontar Sewu tidak sendirian. Edu Wisata Lontar Sewu di atas lahan seluas 6000 meter persegi tersebut dikelola dengan model kemitraan yang ditawarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Kemendes PDTT melalui Program Pilot Inkubasi Inovasi Desa-Pengembangan Ekonomi Lokal (PIID-PEL) yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Usaha Ekonomi Desa (PUED) merupakan program atau kegiatan fasilitasi yang dilakukan untuk mendorong pengembangan produk unggulan desa melalui kemitraan antara KUEMD termasuk koperasi, lembaga ekonomi desa (BUMDes), dan Pelaku Bisnis Profesional melalui konsep kemitraan yang dikenal dengan konsep kerjasama Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat (Public-Private-People-Partnership).
Melalui Program PIID-PEL terbentuklah pelaku kemitraan pengelola Edu Wisata Lontar Sewu. BUMDes Lontar Sewu sebagai pengelola Edu Wisata Lontar Sewu yang terdiri dari unit usaha parkir, tiket masuk, wahana bermain anak, kios103, gazebo, dan café.
KUB Lontar Agung, dan KUB Mahkota Siwalan, sebagai penyedia bahan baku legen dan siwalan. Wahana Kreatif sebagai pelaku bisnis professional (off taker), dan Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil (PINBUK) FEB Universitas Muhammadiyah Gresik sebagai inkubator yang tugasnya memberikan pelatihan peningkatan kapasitas SDM.
Berawal dari hasil musyawarah desa yang dilakukan pada tahun 2013, dengan melihat potensi Desa Hendrosari yaitu ditumbuhi lebih dari 3.600 pohon lontar dan ada 119 petani pohon lontar yang tergabung dalam Ikatan Petani Pengusaha Legen Hendrosari (IPPLH) akhirnya diputuskan untuk menjadikan Desa Hendrosari menjadi desa wisata.
Desa dengan luas wilayah 192 Ha ini sebagian besar lahannya dipakai untuk lahan pertanian pohon siwalan (lontar), dan dimanfaatkan oleh sebagian besar warga desa sebagai mata pencaharian legen. Dari 3600 pohon lontar, masih terdapat 1.387 pohon yang dapat menghasilkan legen dan buah siwalan. Setiap tahunnya para penderes pohon lontar dapat mengambil 868.700 liter legen dari 792 pohon lontar penghasil legen dan menghasilkan buah siwalan sebanyak 17.850 bungkus (@10 buah) dari 595 pohon penghasil buah siwalan. Hasil dari seluruh legen dan buah siwalan tersebut ditampung oleh Kelompok Usaha Ekonomi Masyarakat Desa (KUEMDes) yang tergabung dalam KUB Lontar Agung dan KUB Mahkota Siwalan.
KUEMDes bekerjasama dengan BUMDes Lontar Sewu mengembangkan olahan-olahan dari bahan dasar legen dan buah siwalan. Hasil produksi olahannya berupa, sari legen, legen buah naga, saus legen, permen legen, brownis siwalan, kopi siwalan, dawet siwalan.
Potensi sumber daya alam yang saat ini sudah dikelola oleh BUMDes berupa olahan dari bahan baku pohon lontar dipadukan dengan pemanfaatan lahan yang ada di Desa Hendrosari dengan membuat konsep Edu Wisata.
Nilai lebih Edu Wisata Lontar Sewu yang ditawarkan di antaranya, akses jalan yang mudah dijangkau, tempat wisata yang alami, terdapat pembelajaran (edukasi) pelestarian pohon lontar mulai dari pembenihan, penanaman, proses produksi alamiah nira dan siwalan, jembatan sarana swa foto, wahana flying fox, arena bermain anak-anak, café lontar sebagai wahan kuliner olahan BUMDes, gazebo, Kios BUMDes.
Perjalanan panjang menuju terwujudnya desa wisata akhirnya dapat terlaksana pada tahun 2018. Pada tahun 2019 Pemerintah Desa Hendrosari menganggarkan dana desa sebesar Rp300.000.000 untuk menunjang peningkatan desa wisata. Pada tahun yang sama, Desa Hendrosari mendapatkan dana sebesar Rp1.311.597.750 melalui PIID-PEL dari Kemendes PDTT.
Dari pengembangan Edu Wisata lontar sewu tersebut mampu menyerap tenaga kerja dan terjadi peningkatan jumlah orang yang bekerja secara langsung, dari delapan orang menjadi 103 orang dengan tingkat pendapatan Rp1,5-2 juta/orang/bulan. Para pekerja pengelola edu wisata diutamakan dari keluarga miskin yang belum memiliki pekerjaan tetap atau berpendapatan rendah.
Meningkatkan pendapatan bagi 119 petani siwalan dari semula Rp100 ribu/hari menjadi sebesar Rp300 ribu/ari dari hasil penjualan legen ke BUMDes.
Jumlah keluarga miskin di Desa Hendrosari, telah berkurang dari 114 Keluarga menjadi 88 Keluarga. Secara bertahap jumlah keluarga miskin akan terus berkurang seiring dengan
perkembangan usaha pariwisata.
Dari segi jumlah pengunjung pun meningkat, yang sebelumnya 100 orang pengunjung, menjadi 3000 orang saat akhir pekan, dan 300-400 orang di hari biasa.
Omzet dari pengelolaan Edu Wisata mencapai Rp32 juta pada akhir pekan, dan Rp10 juta pada hari biasa, yang sebelumnya kurang dari Rp5 juta/hari. Dengan pembagian hasil 25% PADes, 25% pengurus, 50% pengelolaan BUMDes.
Kedepannya diharapkan dengan bantuan program PIID PEL ini, kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa meningkat. Pengelolaan edu wisata yang berbasis pada keunikan dan kekhasan lokal seperti di Desa Hendrosari, dengan potensi pohon siwalan ini sangat efektif untuk bisa meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Direktur BUMDes Lontar Sewu, Aristoteles mengatakan, prinsipnya dalam mengembangkan BUMDes tak hanya bagaimana BUMDes dapat meningkatkan omzet dan PADes. Menurutnya prinsip utamanya adalah bagaimana BUMDes dapat memberikan dampak kepada aktivitas ekonomi masyarakat.
"Sejak berdirinya edu wisata ini, masyarakat memiliki ragam usaha tambahan, adanya kios-kios, produk-produk hasil masyarakat juga bisa dipasarkan melalui BUMDes, intinya ada aktivitas ekonomi, selain itu masyarakat juga jadi punya wahana hiburan dan edukasi," ungkapnya.
Hal tersebut sejalan dengan pesan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar yaitu untuk mendirikan BUMDes berdasarkan kebutuhan, permasalahan, dan potensi lokal desa.
"Contohnya di Desa Hendrosari ini, dengan memanfaatkan potensi tumbuhnya ribuan pohon lontar di lapangan yang tadinya tak terpakai, disulap menjadi lapangan yang bernilai fungsi berupa edu wisata," ujar pejabat yang akrab disapa Gus Menteri ini.
(eyt)