Hadir di UMM, Guru Besar Hukum AS Serukan Deklarasi Universal HAM
A
A
A
MALANG - "Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai salah satu The Most Beautiful Campus, karena pemandangan sekitarnya sangat indah," ujar Brett G. Scharff.
Ungkapan itu, disampaikan Brett di hadapan civitas akademika Fakultas Hukum (FH) UMM. Guru besar hukum Law School of Bringham Young University, Amerika Serikat (AS), hadir di UMM untuk memberikan kuliah tamu.
Dalam kuliah tamunya, dia menyampaikan pesan yang sangat penting dalam rangka menguatkan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) pada tahun 1948, dihadapan ratusan mahasiswa. "Kita semua hidup dalam dunia yang memandang HAM dari sisi yang terkesan politis," ungkapnya.
Selain itu, Brett juga menyatakan, bahwa dirinya kurang melihat HAM sebagai hak yang harus dipenuhi secara universal.
"Deklarasi seperti ini sebenarnya memiliki tujuan menyelesaikan permasalahan tersebut, melalui cara yang mengingatkan kembali kepada kita tentang nilai dan manfaat dari konsep martabat manusia," ujar Brett, yang juga sekaligus menjadi pembicara di gelaran Master Level Course UMM.
Dilanjutkan kembali oleh Brett, bahwa setidaknya deklarasi Universal HAM bisa memberikan gambaran tentang bagaimana kekuatan yang telah dimiliki. Dalam hal ini yaitu konsep martabat manusia di berbagai macam situasi dan kondisi. Seperti menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, memajukan pendidikan tentang HAM, serta berbagai hal yang mengacu pada proses legislasi dan proses pengadilan.
Selain itu, Brett menjelaskan bahwa saat ini kedudukan HAM selalu mendapatkan banyak tekanan dari berbagai pihak yang memiliki paham tertentu. Empat paham yang disebut Brett di antaranya, pertama ialah maksimalism, paham Hak Asasi Manusia yang menganggap bahwa semua hal itu adalah hak asasi manusia sampai seperti hak untuk berlibur, hak untuk rekreasi dan hak-hak lainnya.
Kedua, lanjut Brett, ialah skeptisme terhadap hak asasi manusia. "Sebagian besar penganut faham ini menganggap bahwa hak asasi manusia itu bukanlah hak, karena ia sebagai sesuatu yang abstrak dan cenderung dipaksakan untuk keperluan. Ketiga monism atau spesial pleading atau hanya sebagai suatu permohonan khusus yang berkaitan dengan kelompok kepentingan," katanya melanjutkan.
"Terakhir ialah Politisasi Hak Asasi Manusia. Pada paham ini mereka menganggap bahwa Hak Asasi Manusia itu digunakan sebagai senjata untuk menyerang kelompok lain dengan dalih menegakkan Hak Asasi Manusia," kata Direktur International Center for Law and Religion Studies (ICLRS) yang pada MLC mengisi materi The Universal Declaration of Human Right: a Basic Intrduction to its History and Drafting.
Dekan FH UMM, Tongat mengaku, apa yang disampaikan Brett pada gelaran kuliah dengan tema Restoring Human Dignity for Everyone Everywhere : The Possible Contributions of Indonesia", sangat bermanfaat.
"Terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Profesor Brett. Semoga mampu menginspirasi mahasiswa kami yang ada di fakultas hukum ini," pungkas Tongat.
Ungkapan itu, disampaikan Brett di hadapan civitas akademika Fakultas Hukum (FH) UMM. Guru besar hukum Law School of Bringham Young University, Amerika Serikat (AS), hadir di UMM untuk memberikan kuliah tamu.
Dalam kuliah tamunya, dia menyampaikan pesan yang sangat penting dalam rangka menguatkan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) pada tahun 1948, dihadapan ratusan mahasiswa. "Kita semua hidup dalam dunia yang memandang HAM dari sisi yang terkesan politis," ungkapnya.
Selain itu, Brett juga menyatakan, bahwa dirinya kurang melihat HAM sebagai hak yang harus dipenuhi secara universal.
"Deklarasi seperti ini sebenarnya memiliki tujuan menyelesaikan permasalahan tersebut, melalui cara yang mengingatkan kembali kepada kita tentang nilai dan manfaat dari konsep martabat manusia," ujar Brett, yang juga sekaligus menjadi pembicara di gelaran Master Level Course UMM.
Dilanjutkan kembali oleh Brett, bahwa setidaknya deklarasi Universal HAM bisa memberikan gambaran tentang bagaimana kekuatan yang telah dimiliki. Dalam hal ini yaitu konsep martabat manusia di berbagai macam situasi dan kondisi. Seperti menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, memajukan pendidikan tentang HAM, serta berbagai hal yang mengacu pada proses legislasi dan proses pengadilan.
Selain itu, Brett menjelaskan bahwa saat ini kedudukan HAM selalu mendapatkan banyak tekanan dari berbagai pihak yang memiliki paham tertentu. Empat paham yang disebut Brett di antaranya, pertama ialah maksimalism, paham Hak Asasi Manusia yang menganggap bahwa semua hal itu adalah hak asasi manusia sampai seperti hak untuk berlibur, hak untuk rekreasi dan hak-hak lainnya.
Kedua, lanjut Brett, ialah skeptisme terhadap hak asasi manusia. "Sebagian besar penganut faham ini menganggap bahwa hak asasi manusia itu bukanlah hak, karena ia sebagai sesuatu yang abstrak dan cenderung dipaksakan untuk keperluan. Ketiga monism atau spesial pleading atau hanya sebagai suatu permohonan khusus yang berkaitan dengan kelompok kepentingan," katanya melanjutkan.
"Terakhir ialah Politisasi Hak Asasi Manusia. Pada paham ini mereka menganggap bahwa Hak Asasi Manusia itu digunakan sebagai senjata untuk menyerang kelompok lain dengan dalih menegakkan Hak Asasi Manusia," kata Direktur International Center for Law and Religion Studies (ICLRS) yang pada MLC mengisi materi The Universal Declaration of Human Right: a Basic Intrduction to its History and Drafting.
Dekan FH UMM, Tongat mengaku, apa yang disampaikan Brett pada gelaran kuliah dengan tema Restoring Human Dignity for Everyone Everywhere : The Possible Contributions of Indonesia", sangat bermanfaat.
"Terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Profesor Brett. Semoga mampu menginspirasi mahasiswa kami yang ada di fakultas hukum ini," pungkas Tongat.
(eyt)