BUMDes Tawangsari, Bukan Sekedar Mencari Keuntungan

Selasa, 04 Juni 2019 - 10:03 WIB
BUMDes Tawangsari, Bukan Sekedar Mencari Keuntungan
Aktivitas pelayanan di swalayan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tawangsari, Desa Ketawang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
MALANG - Kesibukan di toko swalayan dan grosir Tawangsari Gross mengalami peningkatan. Banyak masyarakat berbelanja untuk kebutuhan Ramadhan, dan merayakan lebaran.

Dua pegawai yang menjaga toko, tetap ramah memberikan pelayanan, meskipun mereka juga sedang menjalani puasa di bulan suci Ramadhan ini.

Hilir mudik warga yang berbelanja kebutuhan pokok dapat terlayani dengan baik. Para pelayan toko tersebut masih muda-muda dan penuh semangat.

Ya, anak-anak muda itu adalah warga Desa Ketawang, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Mereka kini aktif bersama-sama mengelola toko swalayan dan grosir Tawang Gross, yang merupakan salah satu unit usaha dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tawangsari.

Toko swalayan dan grosir ini, berdiri tepat di tepi jalan raya Gondanglegi, di samping Balai Desa Ketawang. Lahan parkirnya cukup luas, dan bersebalahan dengan lapangan desa, serta dekat dengan pondok pesantren.

Di antara tumpukan barang dagangan, terlihat sosok pemuda yang sedang duduk di belakang meja kerjanya. Dia dengan cekatan mengerjakan laporan yang ada di atas meja kerja.

"Mari silahkan duduk," ujar Kharisma Kefin Iskandar (24), dengan penuh keramahan, saat Sindonews datang ke toko swalayan dan grosir tersebut.

Pemuda yang baru menamatkan pendidikannya di Fakultas Teknik Sipil Universitas Negeri Malang (UM) tersebut, merupakan direktur BUMDes Tawangsari. Usianya masih sangat muda, dan penuh semangat untuk memajukan desanya.

Sejak dua tahun lalu, dia menjabat sebagai direktur BUMDes Tawangsari. Awalnya, unit usahanya hanya penyediaan air bersih untuk masyarakat, yang dibuka tahun 2016 silam.

"Kebutuhan utama masyarakat di sini memang air bersih, karena desa kami sulit air bersih. Modal awal untuk membangun layanan ini sebesar Rp120 juta, dari APBDes," tuturnya.

Dana tersebut digunakan untuk pembuatan sumur bor, tandon air, dan jaringan pipa ke rumah-rumah warga. Jaringan air bersih ini mampu melayani 200 kepala keluarga, dan menyelesaikan persoalan kebutuhan air bersih sebagian besar warga Desa Ketawang.

"Ada lima karyawan yang menangani unit usaha air bersih ini. Mereka digaji dari hasil iuran warga pengguna layanan air bersih, dengan sistem bagi hasil," terangnya.

Selain unit air bersih, BUMDes Tawangsari juga memiliki unit usaha pelayanan sampah, dan unit simpan pinjam untuk masyarakat yang membutuhkan permodalan usaha mandiri.

Unit usaha pelayanan sampah memiliki empat karyawan. Unit usaha ini didirikan agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan. Selama ini sampah dibuang ke sungai, dan dibakar, sehingga mencemari lingkungan.

"Adanya unit usaha pengelolaan sampah ini, membuat perilaku warga membuang sampah sembarangan dapat ditekan. Kini dengan empat karyawan, dan satu unit mobil pick up, dapat melayani sampah dari 350 kepala keluarga. Bahkan, melayani sampah dari desa tetangga dan Pondok Pesantren Al Rifai," ungkapnya.

Unit usaha air bersih, dan pengelolaan sampah merupakan unit usaha yang fokus kepada pelayanan sosial masyarakat, sehingga tidak ditargetkan untuk meraup keuntungan. Menurutnya, yang terpenting biaya operasional dan gaji karyawan tidak sampai tertunggak.

BUMDes Tawangsari, Bukan Sekedar Mencari Keuntungan


Tahun 2017, unit usaha baru dibuka. Yakni toko swalayan dan grosir Tawang Gross, yang melayani kebutuhan masyarakat dan pertokoan kecil di wilayah desa tersebut. Awalnya, swalayan ini diberikan modal Rp213 juta habis untuk membangun gedungnya saja. Sementara barang dagangannya dibantu pihak ketiga, senilai Rp318 juta, termasuk untuk biaya pendampingan pengelolaannya.

Sebelum membuka toko swalayan dan grosir, Kharisma mengaku sudah melakukan survei terlebih dahulu di desanya. Ada 114 toko milik masyarakat, yang tentunya tidak boleh mati gara-gara adanya unit usaha dari BUMDes.

"Masyarakt desa ini biasanya belanja ke kota, jraknya cukup jauh. Makanya kami meencoba membuka unit usaha baru ini, harapannya bisa menyuplai kebutuhan masyarakat, termasuk menyuplai barang dagangan toko-toko milik masyarakat," tuturnya.

Dia mengaku, ada empat kluster harga yang diterapkan di toko swalayan ini, sehingga bisa tetap melayani masyarakat yang ingin mencari barang dagangan untuk dijual lagi di tokonya, dan tetap bisa membuka layanan penjualan eceran.

Berkat kerja keras yang dilakukan enam karyawan toko swalayan dan grosir tersebut, akhirnya modal usaha pinjaman dari pihak ketiga senilai Rp318 juta bisa dilunasi dalam jangka waktu enam bulan.

Bahkan, toko swalayan dan grosir ini juga sudah bisa menyumbang Pendapatan Asli Desa (PADes) senilai Rp15 juta. "Target kami, ditahun 2019 ini bisa menyumbangkan PADes senilai Rp50 juta," ungkapnya.

Sebagai anak muda asli desa tersebut, dia mengaku merasa terpanggil untuk membangun desanya. Kesadaran ini didapatkannya saat mengikuti pembekalan kuliah kerja nyata (KKN) di kampusnya.

"Saat itu dosen pembimbing kami mengatakan, di Jepang para peemudanya lari ke desa, karena desa menjadi lumbung kekuatan pangan dan ekonomi. Dari situ saya bersemangat untuk mengabdi di desa, dengan segala potensi dan kekurangan yang ada," ujar Kharisma.

BUMDes Tawangsari, mampu menyabet penghargaan sebagai BUMDes terbaik di Kabupaten Malang, pada tahun 2018, dan kemudian tahun 2019 dinobatkan menjadi BUMDes terbaik tingkat Provinsi Jatim.

Kharisma mengaku, masih akan terus berupaya mengembangkan BUMDes Tawangsari. Salah satunya dengan menjadikannya sebagai lembaga berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas (PT), sehingga bisa lebih berkembang lagi.

Selain itu, tahun 2019 ini juga dilakukan perluasan bangunan toko dengan anggaran dari APBDes senilai Rp229 juta. Toko yang awalnya seluas 80 meter persegi, akan ditambah bangunan seluas 80 meter persegi untuk gudang.

Unit usahanya juga terus diupayakan bertambah. Salah satu targetnya adalah di bidang pertandian, dengan penyediaan tractor dan hand tractor untuk melayani petani di desanya sendiri.

"Kalau bisa, kekayaan yang ada di desa ini bisa dikelola semaksimal mungkin, untuk masyarakat desa sendiri," katanya.

Pengembangan toko swalayan dan grosir tersebut, bukanlah semudah membalikkan tangan. Banyak tantangan yang hadur dihadapi. Menurut manajer toko swalayan dan grosir, Bashori sejak awal proses pembangunan toko saja sudah banyak tantangannya.

"Saya kebetulan yang awalnya menjadi pelaksana pembangunan toko, banyak penentangan yang datang karena kabar bohong. Tetapi, semua kami jalani dengan ikhlas dan jujur, serta kami jelaskan apa adanya ke masyarakat, sehingga mereka memahami," tuturnya.

Dia sendiri awalnya bekerja sebagai buruh di pabrik triplek, akhirnya diajak bergabung sebagai manajer toko. Sehingga banyak persoalan perdagangan yang haruss dipelajarinya, agar toko tidak sampai merugi.

"Pada saat pembukaan, toko bisa meraih omset senilai Rp16 juta. Setelah itu langsung turun drastis tinggal Rp2 juta/hari. Akhirnya kami terus menyosialisasikan ke masyarakat, dan toko-toko kecil, sehingga pembelinya bisa naik," tuturnya.

Agar tidak ketinggalan informasi, dia bahkan harus memantau harga telur ayam setiap 12 jam sekali, dan berkeliling ke petani tebu untuk bisa membeli gula milik petani yang ada di pabrik gula sehingga harga bisa bersaing ketat.

Seperti semboyan BUMDes Tawangsari, yakni "Demi Kemaslahatan Bersama, dari Rakyat untuk Rakyat", BUMDEs yang dikelola dan dikembangkan anak-anak muda desa ini, terus berkembang bukan sekedar mencari laba, tapi untuk kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat desa.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.7965 seconds (0.1#10.140)