Merajut Limbah Plastik Menjadi Bahan Fesyen yang Mendunia

Senin, 02 September 2019 - 17:59 WIB
Merajut Limbah Plastik Menjadi Bahan Fesyen yang Mendunia
Sejumlah pekerja tengah membuat produk fesyen dari plastik kresek. FOTO/SINDOnews/Ahmad Antoni
A A A
AMBARAWA - Sejumlah pekerja tampak lesehan sambil merajut olahan limbah plastik di sebuah rumah yang berada di pinggir gang sempit, di Jalan Jenderal Sudirman 43 RT 6 RW II, Kelurahan Kupang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Namun siapa sangka, di rumah kecil itu ada tangan-tangan kreatif yang begitu terampil merajut beragam jenis desain produk fesyen berbahan olahan limbah kantong plastik hingga memiliki nilai tambah dan kegunaan. Bahkan, mereka mampu memproduksinya hingga menembus pasar dunia.

Adalah Deasy Esterina, seorang putri daerah asli Ambarawa yang telah berhasil ‘menyulap’ kresek menjadi produk fesyen bergaya, berkarakter hingga bernilai jual.

Kreskros, begitulah nama merek yang disematkan pada rumah produksi yang didirikannya. Nama Kreskros berasal kata kresek dan crochet, yang berarti salah satu teknik merajut.

Deasy mengungkapkan, munculnya gagasan untuk menghadirkan produk fesyen dengan merek Kreskros diperolehnya secara tidak sengaja. “Sekitar setahun usai tamat kuliah (Oktober 2014), ide membuat rajutan berbahan kantong plastik ini muncul untuk pertama kali. Keterampilan saya merajut awalnya hanya sebatas membentuk obyek persegi saja,” ungkap Deasy kepada SINDOnews, Senin (2/9/2019).

Seiring berjalannya waktu, hasil rajutan itu dikembangkan menjadi produk fesyen berupa tas. Namun tidak seluruh bagiannya berupa rajutan melainkan dipadukan dengan bahan lain.

Dan, untuk pertama kali ia menampilkan karyanya ke publik melalui sebuah acara di Surabaya, Jawa Timur dan ternyata ludes dibeli pengunjung. “Nah dari sini saya berpikir untuk lebih serius menggarap produk berbahan sampah plastik yang memiliki nilai tambah dan kegunaan,” ujar lulusan S1 Arsitektur Interior Ciputra Surabaya ini.

Namun dia tidak lantas menggebu-gebu untuk memproduksi barang hasil rajutan itu lebih banyak. Deasy memilih ‘menganggur’ selama 1,5 tahun. "Di masa itu, justru saya menggarap rencana bisnis lebih serius. Saya memutuskan bikin produk unisex dengan ciri khas warna monokrom," beber gadis kelahiran 7 Desember 1990 ini.

Setelah merancang bisnis, dia selanjutnya bergerilya mencari sumber bahan baku berupa kantong plastik. Dengan berbekal sekitar Rp10 juta sebagai modal awal ini diprioritaskan untuk membeli peralatan termasuk mesin jahit dan bahan baku. “Sampah kantong plastik dibeli dari pengepul dan limbah plastik yang dibuang dari pabrik-pabrik tapi bukan pabrik plastik,” ungkap anak ketiga dari empat bersaudara ini.

Kebutuhan bahan baku pun bertambah secara bertahap dan hingga kini telah mencapai kisaran 150 kilogram per tiga bulan. Saat ini, Rumah produksi Kreskros melibatkan 13 pekerja yang terdiri dari perajut, perajin, dan administrasi. Dia mengakui bahwa produk handmade seperti Kreskros sukar dipaksa untuk mengejar kuantitas.

Varian produk fesyen yang ditawarkan Kreskros di antaranya tas tote, ransel, tas genggam, kantong alat tulis, buku organizer, hingga tas toiletries. Semua produk itu ditampilkan dalam warna monokrom karena dinilai modern, netral, dan elegan.

Deasy menyampaikan, pemasaran seluruh produk Kreskros dengan memanfaatkan platform digital. Laman web dan akun media sosial (medsos) menjadi medium.

"Kami memperbanyak edukasi untuk membangun kesadaran pemanfaatkan sampah plastik. Kami juga kolaborasi, semisal dengan desainer atau dengan organisasi, atau Kreskros jadi suvenir kampanye (lingkungan)," ucapnya.

Ke depan, dia berkeinginan menjadikan Kreskros tak sekadar memproduksi aksesori penunjang fesyen melainkan menjadi studio desain. Rancangan lain yang tengah dibidik adalah dekorasi hunian. Tak hanya furnitur tetapi juga aneka aksesori rumah, seperti lampu tidur, sarung bantal, dan lain sebagainya.

Kreskros lebih mengincar pemasaran di kota besar seprti DKI Jakarta dan Kota Semarang. Produk fesyen berbahan olahan kantong plastik ini sudah tampil di Jakarta Fashion Week.

Bahkan sekarang ini, produk rajutan Kreskros banyak diminati pasar internasional. Diantaranya Belanda, Singapura, Amerika, dan Australia yang menjadi tujuan ekspor tas Kreskros.

Atas kreativitasnya mengubah limbah plastik menjadi barang yang bernilai guna, Deasy pun mendapatkan apresiasi penghargaan dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid)

Ketua Umum dan Pendiri Leprid, Paulus Pangka mengungkapkan bahwa ada banyak anak muda yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Namun, baru Deasy Esterina, seorang anak muda yang mengubah limbah plastik menjadi barang bernilai guna.

“Leprid bangga dan kagum atas prestasi Deasy Esterina yang masih usia muda sudah memiliki visi, misi yang revolusioner dalam pengolahan limbah, khusunya limbah plastik menjadi barang yang bernilai ekonomis tinggi,” ungkap Paulus kepada SINDOnews.

“Dengan talenta yang dimilikinya menjadikan limbah plastik menjadi produk tas, dompet yang berkelas dengan harga yang tinggi. Apalagi produk - produknya diminati oleh kalangangan dengan segmen menengah dan atas, baik di Indonesia maupun di luar negeri,” ujarnya.

Pihaknya berharap prestasi Deasy dapat merangsang generasi milenial lainnya untuk berpikir global dan bertindak lokal serta menghasilkan sesuatu, baik bagi pribadi dan juga bagi sesama.

Sementara, Deasy mengungkapkan bahwa dengan mewakili Pemerintah Kabupaten Semarang mendapatkan penghargaan rekor pengolahan limbah plastik dari Leprid seperti mendapatkan dorongan motivasi tambahan untuk berkarya lagi.

“Ini juga sebagai pembuktian bahwa sampah atau secondary material bisa menjadi sebuah produk yang diterima oleh masyarakat kembali dan punya nilai lebih tinggi,” ungkapnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0942 seconds (0.1#10.140)