TNI AL Mampu Angkat Pesawat AirAsia Tanpa Dipotong
A
A
A
SURABAYA - TNI AL siap mengevakuasi bangkai pesawat AirAsia QZ8501 dalam keadaan utuh, tanpa pemotongan bawah air. Pesawat bisa diapungkan di permukaan air laut, baru dinaikkan ponton menuju ke darat guna diperiksa Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT).
Kesiapan TNI Laut ini sebagai kelanjutan terdeteksinya serpihan berukuran besar yang dipastikan oleh Badan SAR Nasional (Basarnas) sebagai pesawat.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksdya TNI Ade Supandi mengatakan, pihaknya terbiasa mengangkat obyek yang tenggelam di dasar laut. Jangankan pesawat, kapal laut saja bisa diangkat.
"Kita terbiasa angkat kapal-kapal tenggelam. Pesawat Lion Air yang tergelincir di Bali itu yang angkat kita (TNI AL), Dislambair (Dinas Penyelam Bawah Air)," kata Ade jelang keberangkatan KRI Usman Harun-359 dan KRI Frans Kaisiepo-368, di Dermaga Ujung, Koarmatim, Minggu (4/1/15).
Dua kapal ini memperkuat evakuasi di Perairan Teluk Kumai. Sedangkan KRI Bung Tomo-357, ditarik ke Pangkalan Koarmatim. Ini untuk rolling armada KRI berikut awaknya.
Perwira bintang tiga ini menegaskan pihaknya memiliki pelampung yang mampu mengangkat obyek bawah air hingga kapasitas 95 ton. Untuk tonase bangkai pesawat Air Asia tidak sampai 95 ton. Karena itu, TNI AL optimis mampu mengevakuasi pesawat.
"Yang perlu dipersiapkan adalah alat untuk mengangkat (pesawat) setelah mengapung. Tidak mungkin (pesawat) dibawah ke darat. Perlu ponton untuk ke darat. Karena itu akan kita komunikasikan dengan Basarnas," rinci mantan Asrena KSAL ini.
Selama teknis penyelaman dijalankan, kata Ade, seluruh pihak di bawah Basarnas akan diajak koordinasi. Termasuk awak kapal perang negara sahabat yang ikut membantu.
Tujuannya mengantisipasi pihak pemilik kapal mengaktifkan sonar saat penyelam masuk ke dasar air. Sonar membahayakan telinga penyelam. TNI AL ingin saat penyelamnya terjun tidak ada sonar yang aktif.
Karena itu akan disepakati pemasangan bendera anti-sonarisasi ketika penyelaman dilakukan.
Ade yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo ini mengingatkan bahwa koordinasi evakuasi dibawah Basarnas. Dari Basarnas ada komando pengendali taktis.
Di area pencarian yang semakin menyempit perlu pengaturan. Tidak bisa rebutan. "Tidak bisa rebutan. Komandan teknis lapangan SAR harus mengatur," tukasnya.
Ade tidak menampik munculnya ego kesatuan dalam pencarian korban berikut pesawat nahas itu.
"Jangan ego-egoan di sana. Yang perlu diselamatkan pesawat dan korban yang belum ditemukan," tegasnya.
KSAL mengingatkan semua tim pencarian dari Indonesia memiliki satu bendera yang sama, Merah Putih.
"Tidak ada Pangarmabar, Pangarmatim. Demikian dengan Angkatan Udara. Soal klaim (menemukan) yang pertama ada semacam itu. Cuma itu harus dihilangkan," pungkasnya.
Kesiapan TNI Laut ini sebagai kelanjutan terdeteksinya serpihan berukuran besar yang dipastikan oleh Badan SAR Nasional (Basarnas) sebagai pesawat.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksdya TNI Ade Supandi mengatakan, pihaknya terbiasa mengangkat obyek yang tenggelam di dasar laut. Jangankan pesawat, kapal laut saja bisa diangkat.
"Kita terbiasa angkat kapal-kapal tenggelam. Pesawat Lion Air yang tergelincir di Bali itu yang angkat kita (TNI AL), Dislambair (Dinas Penyelam Bawah Air)," kata Ade jelang keberangkatan KRI Usman Harun-359 dan KRI Frans Kaisiepo-368, di Dermaga Ujung, Koarmatim, Minggu (4/1/15).
Dua kapal ini memperkuat evakuasi di Perairan Teluk Kumai. Sedangkan KRI Bung Tomo-357, ditarik ke Pangkalan Koarmatim. Ini untuk rolling armada KRI berikut awaknya.
Perwira bintang tiga ini menegaskan pihaknya memiliki pelampung yang mampu mengangkat obyek bawah air hingga kapasitas 95 ton. Untuk tonase bangkai pesawat Air Asia tidak sampai 95 ton. Karena itu, TNI AL optimis mampu mengevakuasi pesawat.
"Yang perlu dipersiapkan adalah alat untuk mengangkat (pesawat) setelah mengapung. Tidak mungkin (pesawat) dibawah ke darat. Perlu ponton untuk ke darat. Karena itu akan kita komunikasikan dengan Basarnas," rinci mantan Asrena KSAL ini.
Selama teknis penyelaman dijalankan, kata Ade, seluruh pihak di bawah Basarnas akan diajak koordinasi. Termasuk awak kapal perang negara sahabat yang ikut membantu.
Tujuannya mengantisipasi pihak pemilik kapal mengaktifkan sonar saat penyelam masuk ke dasar air. Sonar membahayakan telinga penyelam. TNI AL ingin saat penyelamnya terjun tidak ada sonar yang aktif.
Karena itu akan disepakati pemasangan bendera anti-sonarisasi ketika penyelaman dilakukan.
Ade yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo ini mengingatkan bahwa koordinasi evakuasi dibawah Basarnas. Dari Basarnas ada komando pengendali taktis.
Di area pencarian yang semakin menyempit perlu pengaturan. Tidak bisa rebutan. "Tidak bisa rebutan. Komandan teknis lapangan SAR harus mengatur," tukasnya.
Ade tidak menampik munculnya ego kesatuan dalam pencarian korban berikut pesawat nahas itu.
"Jangan ego-egoan di sana. Yang perlu diselamatkan pesawat dan korban yang belum ditemukan," tegasnya.
KSAL mengingatkan semua tim pencarian dari Indonesia memiliki satu bendera yang sama, Merah Putih.
"Tidak ada Pangarmabar, Pangarmatim. Demikian dengan Angkatan Udara. Soal klaim (menemukan) yang pertama ada semacam itu. Cuma itu harus dihilangkan," pungkasnya.
(sms)