Florence Harus Dihukum Agar Ada Efek Jera
A
A
A
YOGYAKARTA - Fajar Rianto, pelapor kasus penghinaan warga Yogyakarta yang dilakukan Florence Sihombing, mahasiswi Pascasarjana UGM Yogyakarta, mengaku tidak akan mencabut laporannya.
Melalui kuasa hukumnya Erry Supriyanto dan Dwi Saputro, pihaknya kukuh menginginkan proses pidana terhadap Florence. Mereka menginginkan kasus itu berlanjut hingga persidangan.
"Tidak, kita tidak akan mencabut laporan, harus jalan terus hingga sampai pengadilan," kata Erry Supriyanto, kepada wartawan, usai bertemu dengan Direskrimsus Polda DIY Kokot Indarto, di Mapolda DIY, Rabu (3/9/2014).
Alasan tidak ingin mencabut laporan, karena kasus ini sudah masuk ranah pidana. Pihaknya bersama LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura) tidak ingin kejadian serupa dilakukan oleh orang lain.
"Harus ada efek jera, kita tak ingin kejadian ini dilakukan orang lain, hukum itu kaku, lurus, dan tidak melihat siapa yang berbuat," katanya.
Pihaknya tidak memperadukan hasil putusan oleh majelis hakim nantinya. Jika putusan itu nanti ringan, mereka mengaku akan tetap menghormati proses persidangan.
"Misal nanti diputus sehari, kita tetap akan terima. Yang jelas kasus ini tidak boleh berhenti di tengah jalan, harus dituntaskan hingga pengadilan," tambahnya.
Erry juga menyampaikan, alasan yuridis mengenai kasus ini, yakni ada unsur melakukaan pelanggaran Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 2 UU No 11 tahun 2008, Junto Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
Bunyi dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Sedangkan bunyi Pasal 28 ayat 2 berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informassi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan.
"Unsur pelangarannya sudah jelas, harus tetap diproses sampai tuntas," pungkasnya.
Melalui kuasa hukumnya Erry Supriyanto dan Dwi Saputro, pihaknya kukuh menginginkan proses pidana terhadap Florence. Mereka menginginkan kasus itu berlanjut hingga persidangan.
"Tidak, kita tidak akan mencabut laporan, harus jalan terus hingga sampai pengadilan," kata Erry Supriyanto, kepada wartawan, usai bertemu dengan Direskrimsus Polda DIY Kokot Indarto, di Mapolda DIY, Rabu (3/9/2014).
Alasan tidak ingin mencabut laporan, karena kasus ini sudah masuk ranah pidana. Pihaknya bersama LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura) tidak ingin kejadian serupa dilakukan oleh orang lain.
"Harus ada efek jera, kita tak ingin kejadian ini dilakukan orang lain, hukum itu kaku, lurus, dan tidak melihat siapa yang berbuat," katanya.
Pihaknya tidak memperadukan hasil putusan oleh majelis hakim nantinya. Jika putusan itu nanti ringan, mereka mengaku akan tetap menghormati proses persidangan.
"Misal nanti diputus sehari, kita tetap akan terima. Yang jelas kasus ini tidak boleh berhenti di tengah jalan, harus dituntaskan hingga pengadilan," tambahnya.
Erry juga menyampaikan, alasan yuridis mengenai kasus ini, yakni ada unsur melakukaan pelanggaran Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 2 UU No 11 tahun 2008, Junto Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
Bunyi dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Sedangkan bunyi Pasal 28 ayat 2 berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informassi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan.
"Unsur pelangarannya sudah jelas, harus tetap diproses sampai tuntas," pungkasnya.
(san)