TKI beresiko tinggi tertular HIV/AIDS
A
A
A
Sindonews.com - Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Blitar terhitung Januari-Juli 2013 mencapai 66 jiwa, 26 di antaranya meninggal dunia.
Dari kuantitas tersebut, tidak sedikit angka kasus disumbang dari kelompok tenaga kerja Indonesia (buruh migran). Karenanya disimpulkan bahwa TKI masih termasuk kelompok masyarakat yang beresiko tinggi.
"Ini menunjukkan kelompok TKI termasuk beresiko tinggi dalam kasus penularan HIV/AIDS," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani kepada wartawan, Rabu (2/6/2013).
Sekedar mengingat, bahwa kasus HIV/AIDS di Kabupaten Blitar pertama kali ditemukan pada tahun 2005.
Mengacu pada grafik yang ada, jumlah penderita, khususnya yang berasal dari kelompok buruh migran, dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Selain pola interaksi seksual yang longgar (ganti pasangan), menurut Kuspardani penyebab penularan masih berasal dari penggunaan narkoba, terutama yang bermedia jarum suntik.
"Dari semula satu orang yang terjangkit, kemudian menulari pasangannya, termasuk juga keturunannya," terang Kuspardani.
Tidak heran, hingga saat ini tercatat 22 anak di Kabupaten Blitar positif mengidap HIV/AIDS. Para bocah tersebut tertulari orang tua mereka yang sebelumnya berstatus sebagai ODHA.
"Semuanya dalam pantauan pemerintah. Termasuk pemenuhan obat dan gizinya," terangnya.
Sebagai antisipasi lebih lanjut, pemeriksaan dan pembekalan terkait HIV/AIDS diberikan secara khusus kepada para calon buruh migran.
Begitu juga dengan sekembalinya mereka ke tanah air, chek up ulang juga dilakukan. "Sebab, buruh migran yang terjangkit HIV/AIDS tentunya tidak bisa lagi menjadi buruh migran," pungkasnya.
Menanggapi permasalahn yang ada, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar, Ahmad Tamim meminta Pemkab Blitar melakukan deteksi dini penyebaran HIV/AIDS, khususnya yang ditularkan kelompok TKI.
"Sebab, dari laporan yang kami terima, mayoritas angka kasus HIV/AIDS justru dibawa kelompok buruh migran," ujarnya.
Lebih jauh Ahmad Tamim berharap segera adanya payung hukum sejenis peraturan bupati atau perda yang khusus mengatur masalah buruh migran di Kabupaten Blitar.
"Termasuk juga mengefektifkan tim sosialisasi ke masyarakat terkait dengan bahaya HIV/AIDS," pungkasnya.
Dari kuantitas tersebut, tidak sedikit angka kasus disumbang dari kelompok tenaga kerja Indonesia (buruh migran). Karenanya disimpulkan bahwa TKI masih termasuk kelompok masyarakat yang beresiko tinggi.
"Ini menunjukkan kelompok TKI termasuk beresiko tinggi dalam kasus penularan HIV/AIDS," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar Kuspardani kepada wartawan, Rabu (2/6/2013).
Sekedar mengingat, bahwa kasus HIV/AIDS di Kabupaten Blitar pertama kali ditemukan pada tahun 2005.
Mengacu pada grafik yang ada, jumlah penderita, khususnya yang berasal dari kelompok buruh migran, dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Selain pola interaksi seksual yang longgar (ganti pasangan), menurut Kuspardani penyebab penularan masih berasal dari penggunaan narkoba, terutama yang bermedia jarum suntik.
"Dari semula satu orang yang terjangkit, kemudian menulari pasangannya, termasuk juga keturunannya," terang Kuspardani.
Tidak heran, hingga saat ini tercatat 22 anak di Kabupaten Blitar positif mengidap HIV/AIDS. Para bocah tersebut tertulari orang tua mereka yang sebelumnya berstatus sebagai ODHA.
"Semuanya dalam pantauan pemerintah. Termasuk pemenuhan obat dan gizinya," terangnya.
Sebagai antisipasi lebih lanjut, pemeriksaan dan pembekalan terkait HIV/AIDS diberikan secara khusus kepada para calon buruh migran.
Begitu juga dengan sekembalinya mereka ke tanah air, chek up ulang juga dilakukan. "Sebab, buruh migran yang terjangkit HIV/AIDS tentunya tidak bisa lagi menjadi buruh migran," pungkasnya.
Menanggapi permasalahn yang ada, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar, Ahmad Tamim meminta Pemkab Blitar melakukan deteksi dini penyebaran HIV/AIDS, khususnya yang ditularkan kelompok TKI.
"Sebab, dari laporan yang kami terima, mayoritas angka kasus HIV/AIDS justru dibawa kelompok buruh migran," ujarnya.
Lebih jauh Ahmad Tamim berharap segera adanya payung hukum sejenis peraturan bupati atau perda yang khusus mengatur masalah buruh migran di Kabupaten Blitar.
"Termasuk juga mengefektifkan tim sosialisasi ke masyarakat terkait dengan bahaya HIV/AIDS," pungkasnya.
(lns)