Mengurai Pemahaman Falsafah Kacijulangan yang Jarang Diketahui

Jum'at, 13 Januari 2017 - 05:00 WIB
Mengurai Pemahaman Falsafah Kacijulangan yang Jarang Diketahui
Mengurai Pemahaman Falsafah Kacijulangan yang Jarang Diketahui
A A A
PANGANDARAN - Pemahaman falsafah Kacijulangan yang saat ini jarang diketahui oleh publik akhirnya diuraikan oleh salah satu kasepuhan Cijulang bernama Aki Ajim.

Dalam pemaparannya dia mengatakan, Kacijulangan memiliki arti yang sangat sakral lantaran erat kaitannya dengan kehidupan.

"Kacijulangan dalam kitab purwaningjagat diuraikan sebagai falsafah hidup manusia mengenal jati dirinya menjelang kematian," kata Aki Ajim.

Kacijulangan bukan berarti nama salah satu daerah Kecamatan yang saat ini membawahi 7 Desa, tetapi Kacijulangan merupakan ajaran dan falsafah yang memiliki siloka ketauhidan.

"Pada dasarnya manusia diciptakan dari air melalui proses pernikahan antara pria dengan wanita, setelah lahir ke muka bumi manusia menjalani kehidupan," tambahnya.

Dalam kitab purwaningjagat, manusia memiliki beberapa sifat, diantaranya sifat nafsu lawiah yang selalu berkeinginan menguasai duniawi, sifat nafsu amarah yang memiliki karakter buruk kepada sesame manusia.

Kemudian sifat nafsu sawiah yang menuju ketasawufan atau irfani dan sifat nafsu mutma’inah nafsu yang sempurna dan tenang saat terpisahnya raga dan sukma.

"Ketiga sifat tersebut digambarkan dalam salah satu pusaka haur Kacijulangan yang berasal dari bambu jenis ampel dengan bentuk dari akarnya lurus dipertengahannya membentuk lingkaran dan ujungnya lurus lagi," papar Aki Ajim.

Aki Ajim menjelaskan, bentuk tersebut memiliki filosofi bahwa kehidupan manusia tidak seutuhnya lurus, tetapi mengalami beberapa penyimpangan dan akhirnya harus lurus kembali sebelum ajal menjemput.

"Manusia yang sempurna menjelang ajalnya tidak akan tersesat saat menghadapi maut karena telah menguasai dan mengendalikan jiwa nafsunya," jelas Aki Ajim.

Namun femahaman tersebut jarang diketahui oleh publik lantaran ajaran tersebut kini mulai punah dan jarang diceritrakan oleh orang tua dulu pada keturunannya.

"Ajaran Kacijulangan pun kini sudah jarang digunakan oleh masyarakat, lantaran jarang yang tertarik pada patokan atau ketentuan buhun," terangnya.

Salah satu ajaran yang saat ini mulai punah digunakan diantaranya saat seseorang hendak melakukan aktivitas apakah cuaca hujan atau cerah dan saat hendak pergi melaut.

Orangtua dulu sebelum pergi ke laut memiliki perhitung dari mulai hari dan melihat bintang dilangit sehingga bisa memprediksi hasil yang akan diraih.

"Sekarang sudah moderen orang lebih menggunakan perkiraan cuaca saat melakukan aktivitas," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6257 seconds (0.1#10.140)