Menpar Apresiasi Kota Solo Jadi Tuan Rumah ICCC

Jum'at, 23 Oktober 2015 - 22:49 WIB
Menpar Apresiasi Kota Solo Jadi Tuan Rumah ICCC
Menpar Apresiasi Kota Solo Jadi Tuan Rumah ICCC
A A A
SOLO - Menteri Pariwisata Arif Yahya mengapresiasi inisiasi Kota Solo yang menjadi tuan rumah International Creative Cities Conference (ICCC) and Expo.

Dia juga merespons positif pada 60 daerah dari jejaring Kota Pusaka yang juga diundang, dan akan turut mendeklarasikan Kota Kreatif itu. Termasuk empat kota inisiator lain yang sudah siap, Bandung, Jogja, Pekalongan dan Denpasar.

"Perang Bharatayudha-nya gelombang keempat revolusi industri itu ada di era cultural industry. Jika dulu kala diawali dengan pertarungan di era agriculture (pertanian), lalu manufacturing (produksi, pabrikasi, mekanisasi), dan era teknologi informasi (The Third Wave Alvin Toffler)," ujar Arief.

Maka lanjut Arief, ujung dari pertempuran revolusi itu adalah cultural industry atau industri yang berbasis pada budaya.

"Di sini ada creative economy (ekonomi kreatif), serta pariwisata. Saat ini sebenarnya kita sudah masuk di era creative ini. Pertarungan final dan global itu sudah dimulai sekarang," papar Arief meminjam istilah entrepreneur Peter Dracker

Soal kapasitas kemampuan berkreasi, Arief Yahya mengakui, Solo sudah sangat siap. Komunitas kreatifnya sudah kuat.

Sudah akan mendeklarasikan kota kreatif dan track nya sudah betul mendesain kota sebagai kota kreatif. "Tetapi, itu saja belum cukup, karena itu kalau disuruh menilai, angkanya masih C," sebutnya.

Mendengar Menpar menyebut huruf C , seluruh audience di open space itu terdiam, saling memandang satu sama lain, bisik-bisik terdengar. "Kok cuma C ya. Tidak B atau A? Padahal panitia sudah merasa habis-habisan menyiapkan acara ini?" kata salah seorang panitian.

Nah, untuk mendapatkan nilai B dari Menpar, Wali Kota Solo dan seluruh stakeholder harus mendukung, dengan menyiapkan tempat yang kita namakan incubator.

Tempat untuk membesarkan karya-karya kreatif dari creators Solo. Inkubasi ini dibagi dua, pertama creative camp dan kedua creative center.

"Creative camp itu untuk menampung anak-anak muda yang masih amatir, masih mencari bentuk, masih belajar, atau yang sudah jadi tapi menginginkan karya seni sebagai seni saja. Tidak mau dikomersialisasi dan dikemas di pasar dunia sebagai produk kreatif," sebutnya.

Sedangkan di kamar creative center, berkumpul mereka yang sudah dipasarkan, dipromosikan, dikemas, dikomersialisasi. "Agar menghasilkan benefit dan menguntungkan secara finansial," pungkasnya.

Nah, kalau ingin poin A, lanjut Arief Yahya, setelah proses inkubasi itu berlangsung, selanjutnya ditambah dengan sentuhan komersialisasi. Tentu berbasis digital, dengan aplikasi teknologi yang bisa membuat diakses secara global, di seluruh dunia.

"Jadi karya kebudayaan atau cultural industry itu harus dikreasi agar memberi dampak ekonomi yang konkret, buat Solo dan Indonesia," pungkasnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6108 seconds (0.1#10.140)