Sejarah dan Asal Usul Madiun: Bermakna Hantu Berayunan Kini Dijuluki Kota Pecel

Sabtu, 07 Januari 2023 - 11:56 WIB
loading...
Sejarah dan Asal Usul Madiun: Bermakna Hantu Berayunan Kini Dijuluki Kota Pecel
Madiun merupakan suatu wilayah yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Foto DOK ist
A A A
JAKARTA - Madiun merupakan suatu wilayah yang ada di Provinsi Jawa Timur , Indonesia. Kota ini menjadi salah satu kota terbesar keempat yang ada di Jawa Timur setelah Surabaya, Kediri dan Malang.

Madiun sering kali mendapat julukan yang berbeda-beda, mulai dari Kota Brem, Kota Sastra, Kota Kereta, Kota Pelajar, Kota Budaya, Kota Sastra, Kota Pecel, Kota Karismatik, Kota Industri dan juga Kota Pendekar.

Julukan tersebut merupakan sebuah julukan atau nama yang tak lepas dari kisah sang pendahulunya. Berikut sejarah dan asal usul dari kota terbesar keempat Jawa Timur tersebut.

Baca juga : Asal Usul Nama Kota Pontianak, Sejarah dan Kisahnya: Dari Sarang Kuntilanak hingga Tempat Persinggahan

Nama kota Madiun merupakan sebuah kota yang pada awalnya dirintis oleh ki Panembahan Ronggo Jumeno yang berasal dari kata “Medi” (hantu) dan “Ayun” (berayunan) atau hantu yang berayunan.

Maksudnya adalah pada saat Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun”, terjadi banyak hantu yang berkeliaran di sekitar tanah yang akan dijadikan tempat tinggal itu.

Selain itu, nama yang dipakai juga ada beberapa versi yaitu (desa atau kabupaten) Wonorejo dan Purbaya. Sementara di Wikipedia muncul dua nama yaitu Wonosari dan Purbaya.

Perubahan nama tersebut ditandai dengan adanya perpindahan pusat pemerintahan oleh para pemimpin terdahulu yang dimulai dari Pangeran Surya Pati Unus atau sistem pemerintahan yang pertama kali ada.

Dilansir dari madiunkab.go.id, Bahwa Kabupaten Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah terhadap negara Indonesia telah berdiri pada tahun 1568 Masehi tepatnya jatuh hari Kamis Kliwon tanggal 18 Juli 1568 atau Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 kalender Jawa Islam.

Pemerintahan tersebut berawal dari masa Kesultanan Demak, yang ditandai dengan adanya perkawinan putra mahkota Demak Pangeran Surya Pati Unus dengan seorang putri dari Pangeran Adipati Gugur yang berkuasa di Ngurawan, Dolopo yang bernama Raden Ayu Retno Lembah.

Dengan adanya perkawinan tersebut, sistem pemerintahan Ngurawan telah beralih takhta kepada Pangeran Surya Pati unus yang menduduki kesultanan hingga tahun 1521 dan diteruskan oleh Kyai Rekso Gati. Pada era pemerintahannya ia berhasil memindahkan pusat pemerintahan dari Ngurawan hingga Purbaya dari tahun 1518-1575 Masehi.

Baca juga : Mengenal Asal Usul Daerah Rawalumbu Bekasi

Kemudian pada tahun 1575, pusat pemerintahan kembali mengalami perpindahan yakni dari Purbaya hingga Wonorejo atau Kuncen. Perpindahan tersebut dilakukan oleh Bupati Pangeran Timur (Panembahan Rangga Jumena) kepada putrinya Raden Ayu Retno Dumilah.

Pada tahun 1586 dan 1587 Kerajaan Mataram melakukan penyerangan ke Wonorejo. Namun Mataram menderita kekalahan berat.

Alih-alih takluk dari Kesultanan Wonorejo, pada tahun 1590 Mataram kembali menaklukkan penyerangan terhadap pusat istana Kabupaten Wonorejo.

Dengan adanya penyerangan tersebut, Raden Ayu Retno Djumilah tidak bisa mempertahankan kekuasaannya. Sehingga ia rela dipersunting oleh Sutawidjaja dan diboyong ke istana Mataram di Plered.

Sebagai tanda peringatan penguasaan Mataram atas Kesultanan Wonorejo tersebut, maka pada hari Jumat Legi tanggal 16 November 1590 Masehi nama “Purbaya” diganti menjadi “Madiun”.
(bim)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1981 seconds (0.1#10.140)