Pulang Rimba, Kisah Pauzan Pemuda Suku Anak Dalam yang Kuliah dan Pertama Akan Menyandang Gelar Sarjana

Rabu, 04 Januari 2023 - 13:36 WIB
loading...
Pulang Rimba, Kisah Pauzan Pemuda Suku Anak Dalam yang Kuliah dan Pertama Akan Menyandang Gelar Sarjana
Kisah pemuda Suku Anak Dalam berjuang kuliah diabadikan dalam Film Pulang Rimba. Foto/MPI/Eka Setiawan
A A A
SEORANG pemuda dari keluarga Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di Jambi memilih jalur tak biasa dari adat kebiasaan sukunya. Pemuda itu, MT Pauzan (24) kini menempuh pendidikan tinggi di Politeknik Pengembangan Pertanian (Polbangtan) Bogor, Jabar selangkah lagi menyandang gelar sarjana.

Bagi Suku Anak Dalam, bersekolah hingga perguruan tinggi apalagi sampai lulus adalah sesuatu yang tak biasa. Pauzan akan jadi generasi pertama Suku Anak Dalam yang menyandang gelar sarjana.


Masyarakat Melayu, dulu menyebut Orang Rimba dengan Suku Kubu konotasinya adalah primitif. Kelompok ini tersebar di hutan tropis Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo Tebo hingga Kabupaten Batanghari atau sekitar Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), Provinsi Jambi.

Hal itu terungkap saat pemutaran film dokumenter bertajuk Pulang Rimba yang dibuat Prasasti Production dari Kreasi Prasasti Perdamaian. Film yang dibuat tahun 2022 itu kali pertama diputar di Omah Betakan, Moyudan, Sleman, Provinsi DIY, Selasa (3/1/2023).

“Saya mengajak, memberi motivasi kepada teman-teman, ke adik-adik yang masih malas sekolah, nggak tahu nanti perubahan dunia seperti apa. Kebun-kebun hilang satu-satu karena perkembangan masa, ini kekhawatiranku. Nanti mereka kemana kalau tidak punya pendidikan?” kata Pauzan, anak pertama dari tiga bersaudara, yang juga hadir pada kegiatan pemutaran film itu.

Pauzan, beberapa tahun silam, sempat hendak mengambil jalan yang biasa dilakukan anak-anak seusianya. Malas sekolah, memilih bekerja. Bahkan, seusianya rata-rata sudah menikah dan punya anak dua.



Pemikirannya ketika itu membuatnya tidak mau melanjutkan pendidikan SMP di Merangin. Ketika itu Pauzan duduk di kelas 3 SMP.

Dia memilih bekerja kasar di hutan. Hal ini membuat Rudiana, ibu Pauzan, kesal. Ibunya menginginkan Pauzan bersekolah sehingga bisa pandai dan bisa bekerja yang layak, di kantor ataupun perusahaan-perusahaan.

Pauzan kemudian melanjutkan SMP. Lalu dilanjutkan ke Yogyakarta untuk menempuh pendidikan SMK. Baru setelah itu Pauzan berkuliah di Bogor.

“Setelah lulus kuliah ingin kembali ke daerah saya untuk mengembangkan pertanian,” lanjut Pauzan yang kini menempuh kuliah semester V.

Saat ini, jumlah Suku Anak Dalam terdata sekitar 4.000 orang. Hingga Juli 2022, baru 117 Suku Anak Dalam di antaranya yang bersekolah. Namun, belum satu pun yang lulus dari perguruan tinggi.

Kakek Pauzan, Tumenggung Tharib, menyebutkan budaya Suku Anak Dalam adalah berpindah-pindah atau Melangun. Tumenggung adalah sebutan bagi ketua rombongan di sana.

Executive Produser film itu Noor Huda Ismail, menyebut pihaknya membuat gerakan sociopreneurship yakni berupaya menyelesaikan persoalan sosial dengan wirausaha.

“Jadi melibatkan pelakunya itu sendiri atau credible voice untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi, karena mereka yang paling punya pengalaman untuk itu,” kata Huda yang juga Direktur Eksekutif Kreasi Prasasti Perdamaian.

Film yang dibuat memang digunakan untuk memantik diskusi. “Film and Forum,” lanjutnya.

Direktur Omah Betakan, Annisa Triguna mengatakan film-film dokumenter yang dibuat berdasarkan riset-riset yang digarap. Omah Betakan sendiri bagian dari KPP.

Rudi Hartono selaku Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kerja sama Polbangtan Bogor, mengatakan adanya Pauzan yang berkuliah di sana adalah kali pertama untuk Suku Anak Dalam.

“Kalau yang dari daerah berstatus 3 T (terdepan, terluar, tertinggal) banyak,” ungkapnya.

Sutradara film itu, Rahmat Triguna alias Mamato mengatakan potret permasalahan sosial seperti dalam film itu sangat mungkin terjadi di wilayah lain.

“Sengaja memilih durasi 15 menit (film) harapannya jadi pemantik diskusi. Film-film yang kami buat berangkat dari empati,” ungkap Mamato seraya mengemukakan proses mendapatkan kepercayaan dari para narasumber membutuhkan waktu yang cukup lama.

Videographer film itu, Ridho Dwi Ristiyanto, menyebut akses transportasi ke wilayah itu jadi tantangan tersendiri. Menuju ke permukiman Suku Anak Dalam bagian luar ditempuh 6 jam travel dari bandara (Kota Jambi), dilanjut ojek motor 2 jam perjalanan, kemudian berjalan kaki sekira 30 menit.

Hal yang cukup merepotkan, lanjut Ridho, adalah persoalan pengurusan perizinan.

“Kami tidak langsung bisa syuting. Dibutuhkan pendekatan dahulu kepada para tokoh di sana. Kami sangat terbantu karena telah terlebih dahulu mengenal Pauzan. Pamannya merupakan Tumenggung dan kakeknya mantan Tumenggung, sehingga sangat membantu mempermudah proses perizinan,” katanya.

Rektor Universitas Jambi Prof. Sutrisno yang hadir di kegiatan itu mengatakan perlu kolaborasi bersama untuk mencari solusi persoalan seperti itu.

Pada kegiatan pemutaran film itu, hadir pula di antaranya; Manajer Komunikasi LSM Gemawan M. Reza, CEO LSM Pundi Sumatera Dewi Yunita Widiarti, termasuk dari perwakilan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2039 seconds (0.1#10.140)