Kisah Munculnya Nama Fakfak dalam Kitab Majapahit serta Jejaknya di Bumi Papua

Senin, 28 November 2022 - 05:11 WIB
loading...
Kisah Munculnya Nama Fakfak dalam Kitab Majapahit serta Jejaknya di Bumi Papua
Kekuasaan Kerajaan Majapahit, tercatat hingga ke wilayah Papua. Foto/Ilustrasi/Dok.SINDOphoto
A A A
Kekuasaan Kerajaan Majapahit, membentang di seluruh wilayah Nusantara. Jejak-jejaknya, masih dapat dilihat dari berbegai catatan sejarah, benda-benda peninggalan, serta budaya turun-temurun yang berkembang di tengah masyarakat.



Wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit itu, salah satunya tercatat di timur Nusantara, yakni di wilayah yang kini dikenal sebagai tanah Papua. Jejak Kerajaan Majapahit itu, ada di wilayah Kabupaten Fakfak, Papua Barat.



Dilansir dari situs resmi Pemkab Fakfak, fakfakkab.go.id, disebutkan, Kabupaten Fakfak yang juga dikenal sebagai Kota Tua, Kota Sejarah, Kota Perjuangan, serta Kota Pala tersebut, sudah tercatat dalam kitab Negara Kertagama, karya Mpu Prapanca yang ditulis tahun 1364 Masehi.



Dalam kita Negara Kertagama, disebutkan sejumlah nama daerah yang terletak di bagian timur wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit, yakni Wwanin, Sran, dan Timur. Wwanin menurut ahli Jawa kuno adalah nama lain daerah Onin di Kabupaten Fakfak, yang kini menjadi kabupaten tertua di Papua.

Kehadiran Kerajaan Majapahit di wilayah timur Nusnatara, tentunya tidak lepas dari kekuatan armada lautnya. Di bawah Laksamana Mpu Nala, kekuatan armada laut Kerajaan Majapahit menjelma sebagai kekuatan dahsyat, dengan doktrin Jalesveva Jayamahe, yang bermakna "Justru di Lautan Kita Menang" atau "Kejayaan Kita Ada di Laut".

Mpu Nala sebagai panglima angkatan laut Kerajaan Majapahit, memiliki strategi kemaritiman yang handal, hingga Kerajaan Majapahit mampu menguasai setiap jengkal samudera Nusantara pada abad XIII, saat Prabu Hayam Wuruk bertahta.

Bak dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Mahapatih Gajah Mada, dan Laksamana Mpu Nala, menjadi juru taktik dan strategi kemiliteran yang membawa Majapahit menguasai Nusantara, dan sangat disegani oleh bangsa lain.

Mpu Nala sebagai Panglima Angkatan Laut Kerajaan Majapahit, yang banyak diulas oleh Agus S. Serono dalam buku "Jayaning Majapahit: Kisah Para Kesatria Penjaga Samudra"; dan Irawan Joko dalam buku berjudul " Majapahit Peradaban Maritim". Disebut memiliki strategi jitu, dengan menempatkan puluhan kapal perangnya untuk menjaga lima titik penting perairan Nusantara.



Armada-armada perang Kerajaan Majapahit itu, antara lain ditempatkan di barat Sumatera, yakni Armada gugus ke-1. Tugasnya, yakni sebagai penjaga Samudera Hindia. Armada gugus ke-1 ini dikendalikan oleh seorang laksamana yang berasal dari Jawa Tengah.

Sementara Armada gugus ke-2 Kerajaan Majapahit kapal perang penjaga Laut Kidul, atau sebelah selatan Jawa di bawah pimpinan seorang laksamana putra Bali. Armada gugus ke-3 bertugas menjaga perairan Selat Makassar, dan wilayah Ternate, Tidore, serta Halmahera, di bawah pimpinan seorang laksamana putra Makassar.

Sedangkan Armada gugus ke-4 Majapahit menjaga Selat Malaka, dan Kepulauan Natuna, di bawah pimpinan seorang laksamana dari Jawa Barat. Dan yang terakhir adalah Armada gugus ke-5 Majapahit menjaga Laut Jawa, sampai ke arah timur hingga kepulauan rempah-rempah Maluku. Armada gugus ke-5 yang biasanya dipimpin laksamana dari Jawa Timur ini, mengibarkan bendera Majapahit dan bendera emas simbol istana Majapahit.

Kapal bendera ditempatkan disetiap armada gugus kapal perang Majapahit, yang menjadi tempat kedudukan pimpinan komando tertinggi bagi semua kapal penyerang, kapal perbekalan, dan pelindung kapal bendera.

Menjaga perairan Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan, menjadi tugas Armada gugus ke-4 Majapahit. Tugas yang diemban sangat berat. Pasalnya, di wilayah perairan tersebut penuh dengan perompak berbahaya. Para perompak itu biasa berpangkalan di sekitar wilayah Campa, Vietnam, dan Tiongkok.



Untuk membantu tugas Armada gugus ke-4 Majapahit yang menjaga Selat Malaka, biasanya dibantu armada pertama penjaga Samudera Hindia, hal ini untuk mengantisipasi adanya perompak yang melarikan diri ke barat laut menyusuri Selat Malaka.

Sementara untuk Armada Laut Selatan, juga bertugas membantu Armada Jawa Majapahit dalam menjaga keamanan kapal-kapal dagang pembawa rempah-rempah yang melewati Selat Sunda sebagai jalur laut yang lebih aman menuju India, dan Timur Tengah. Selain itu, armada Laut Kidul juga bertugas menjaga Selat Bali dan perairan selatan Nusa Tenggara.

Tugas tak kalah berat juga diemban armada gugus ke-3 Majapahit. Para pasukan laut ini, memiliki tugas mengantisipasi masuknya kapal-kapal penyusup dari wilayah Mindanao, Filipina. Selain itu, mereka juga bertugas menjaga kepulauan rempah-rempah Maluku, utamanya saat kekuatan armada Jawa sedang bertugas mengawal Sang Prabu Hayam Wuruk.

Dari seluruh armada gugus Kerajaan Majapahit tersebut, Armada Jawa menjadi kekuatan terbesar armada gugus kapal perang milik Majapahit. Hal ini sangatlah wajar, mengingat Armada Jawa bertanggungjawab menjaga pusat Kerajaan Majapahit, sekaligus menjaga jalur laut yang menghubungkan kepulauan rempah-rempah Maluku.

Tak main-main, kapal-kapal perang Majapahit tersebut dilengkapi dengan meriam Jawa, atau akrab disebut cetbang Majapahit. Meriam-meriam itu diproduksi oleh pandai besi yang berada di Blambangan.



Cetbang Majapahit adalah hasil penemuan Mahapatih Gajah Mada. Kemampuannya menciptakan meriam tersebut diperoleh saat masih kanak-kanak, karena konon kabarnya Gajah Mada sempat diasuh oleh tentara Mongol atau Tartar yang menyerang kerajaan Singhasari.

Sementara untuk semua jenis kapal Majapahit, mulai dari kapal perbekalan sampai kapal bendera adalah kreasi jenius dari Mpu Nala yang sekaligus seorang laksamana laut andal. Kapal-kapal Majapahit itu, diciptakan Mpu Nala dari sejenis kayu raksasa yang hanya tumbuh di suatu pulau rahasia. Hal ini membuat kapal-kapal Majapahit cukup besar pada masa itu.

Kehadiran Laksamana Nala sebagai panglima angkatan laut Kerajaan Majapahit, barawal dari kesadaran Gajah Mada untuk meminta bantuannya. Gajah Mada yang telah mengucapkan Sumpah Palapa, menyadari tidak mungkin dapat mewujudkan sumpahnya menguasai Nusantara, hanya mengandalkan jalur darat.

Kala sumpah Amukti Palapa diucapkan sang Mahapatih Kerajaan Majapahit, Pulau Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Tumasik (Singapura) belum berada di bawah panji kekuasaan Majapahit. Gajah Mada membutuhkan armada laut uang kuat, untuk menyatukan pulau-pulau tersebut melalui ekspedisi maritim.

Kala itu, Majapahit sebenarnya sudah memiliki angkatan laut. Angkatan laut itu menggunakan kapal-kapal perang bekas tentara Mongol, yang dikirim oleh Kubilai Khan untuk menaklukkan Jawa, pada saat pemerintahan Kertanegara.



Kekuatan angkatan laut Kerajaan Majapahit kala itu masih sangat lemah. Gajah Mada memberanikan diri meminta bantuan dari Laksamana Nala untuk memperkuat angkatan laut Kerajaan Majapahit. Penguatan angkatan laut ini dilakukan dari sisi kualitas dan kesejahteraan prajurit, serta kualitas kapal perangnya.

Mpu Nala secara resmi diangkat menjadi Panglima Angkatan Laut Kerajaan Majapahit, oleh Rajaputri Tribhuwana Tunggadewi. Sejak itu, Laksamana Nala banyak menghabiskan waktunya untuk di Pelabuhan Ujung Galuh atau sekarang lebih dikenal sebagai Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kala itu, Ujung Galuh merupakan pangkalan angkatan laut Kerajaan Majapahit.

Bagi Mpu Nala, dunia kemaritiman bukan hal yang asing lagi, karena dia dibesarkan di wilayah pesisir. Selama berada di pangkalan militer angkatan laut Kerajaan Majapahit, dia langsung mempelajari konstruksi kapal perang peninggalan tentara Mongol.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Laksamana Nala, akhirnya dapat ditemukan kelemahan dari kapal perang peninggalan tentara Mongol, yang menjadi kekuatan utama angkatan laut Majapahit. Salah satun kelemahannya adalah, bentuk badan kapal yang gemuk sehingga mempersulit sistem navigasi kapal.

Berangkat dari data tersebut, Mpu Nala akhirnya merancang bentuk kapal yang ideal bagi angkatan laut Majapahit. Dia mampu merancang badan kapal yang lebih ramping namun kapasitasnya jauh lebih besar daripada kapal sebelumnya.



Kapal hasil desain Mpu Nala tersebut, mampu menampung ratusan prajurit angkatan laut Kerajaan Majapahit, beserta perbekalan untuk hidup selama satu tahun di tengah lautan, dapat untuk mengangkut puluhan ribu kuda.

Selain desain yang sangat bagus, kapal perang angkatan laut Majapahit juga dilengkapi meriam cetbang yang dikenal dengan keganasannya dalam setiap pertempuran. Meriam karya Gajah Mada yang dipasang di kapal-kapal perang angkatan laut Majapahit tersebut, membuat para pelaut dari Eropa ciut nyalinya.

Pembenahan di internal angkatan laut Majapahit, akhirnya mampu dituntaskan oleh Laksamana Nala. Bermodal kekuatan internal yang utuh, Laksamana Nala mulai memimpin ekspedisi maritim Kerajaan Majapahit, ke seluruh Nusantara. Tentunya ekspedisi maritim ini juga langsung di bawah pengawasan Gajah Mada.

Pada sekitar tahun 1339-1341, angkatan laut Majapahit yang dipimpin oleh Laksamana Nala berhasil menundukkan seluruh Nusantara bagian barat, yang dimulai dari kerajaan Samudra Pasai, berlanjut ke seluruh Pulau Sumatera, Semenanjung Melayu, dan berakhir di Kalimantan.

Ekspedisi Majapahit ke tanah Samudra Pasai, dinilai para ahli sejarah merupakan ekspedisi terbesar selama Kerajaan Majapahit berdiri. Yakni, mengikutsertakan 400 kapal, di mana masing-masing kapalnya mampu menampung 200-1.000 orang.



Laju ekspedisi kerajaan Majapahit terus berlanjut. Salah satunya dilakukan pada tahun 1343. Bersama-sama dengan Mahapatih Gajah Mada, Laksamana Nala mampu menaklukkan Nusantara Timur, yakni mulai dari Bali, Lombok, Sumbawa, Seram, Sulawesi, dan berakhir di Dompo.

Di bawah komando Laksamana Nala, angkatan laut Kerajaan Majapahit menjadi angkatan laut terbesar dan terkuat di dataran Asia Tenggara. Angkatan laut Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan Laksamana Nala, memiliki sekitar 40 ribu tentara. Kekuatan ini membuat Majapahit disegani di kawasan Asia Tenggara, bahkan hingga Kekaisaran China.

Laksamana Nala menjadi panglima angkatan laut permata Kerajaan Majapahit, yang memiliki kejeniusan tinggi pada zamannya. Saat belum ada sekolah kelautan, Laksamana Nala mampu menciptakan kapal-kapal canggih dengan bermodalkan hasil mempelajari kapal-kapal perang milik bangsa Mongol.

Berkat tangan dingin Laksamana Nala, kekuatan angkatan laut Kerajaan Majapahit menjadi sangat dahsyat dan tak terkalahkan. Kekuatan maritim ini, menjadikan kedigdayaan Majapahit melegenda hingga kini.

Sesudah Laksamana Nala, dan Mahapatih Gajah Mada mangkat, secara nerangsur-angsur kedigdayaan Majapahit melemah. Berbagai pemberontakan yang berujung pada perang saudara, membuat Majapahit semakin lumpuh.



Kondisi karut-marut ini juga terjadi pada angkatan lautnya, di mana saat terjadi Perang Paregreg, kapal-kapal perang karya Laksamana Nala terlibat saling serang, sehingga kehancuran armada laut Kerajaan Majapahit itu tak dapat dihindarkan lagi.

Saat kekuatan Kerajaan Majapahit semakin lemah. Kekuatan armada gugus tempur laut yang dimiliki hanya tersisa Armada Jawa saja. Armada Jawa yang bertugas mengawal Laut Jawa, dan jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah, semakin terdesak dengan hadirnya bangsa kulit putih Eropa.

Bangsa kulit putih Eropa tersebut, datang ke wilayah Nusantara, dengan tujuan utama menguasai daerah-daerah penghasil rempah-rempah. Mereka datang dengan kapal-kapal yang telah dimodernkan.

Kapal-kapalnya lebih gesit dan lincah, serta ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan kapal-kapal Kerajaan Majapahit. Bukan hanya itu, kapal-kapal asing bersenjata lebih unggul, seperti meriam yang dapat memuntahkan bola-bola besi dengan jarak tembak lebih jauh dibanding kemampuan jarak tembak cetbang Majapahit.

Majapahit akhirnya berangsur lenyap dari peradaban. Namun, namanya hingga kini tetap abadi sebagai bangsa adikuasa dari Asia Tenggara. Kebesaran Majapahit, tak terlepas dari peran sang Laksamana Nala, yang dengan gagah berani menerjang ganasnya ombak lautan, menegakkan panji-panji kedaulatan di setiap wilayah laut Nusantara.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3375 seconds (0.1#10.140)