Kisah Jaka Tingkir dan Pusaka Kiai Bajulgiling (Bagian-1)
A
A
A
Kedigjayaan Jaka Tingkir yang begitu melegenda di Tanah Jawa tidak bisa dilepaskan dari pusaka berupa ikat pinggang (timang) Kiai Bajulgiling yang diberikan gurunya Ki Buyut Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro.
Karena konon timang Kiai Bajulgiling dibuat oleh Ki Buyut Banyubiru dari biji baja murni yang diambil dari dalam gumpalan magma lahar Gunung Merapi dan kulit buaya. Dengan kekuatan gaibnya, bijih baja murni itu oleh Ki Banyubiru dibuat menjadi pusaka.
Berdasarkan Babad Jawi dan Babad Pengging, kekuatan gaib yang dimiliki timang Kiai Bajulgiling ialah, barang siapa yang memakai ikat pinggang Kiai Bajulgiling ini, maka dia akan kebal dari segala macam senjata tajam dan ditakuti semua binatang buas.
Hal ini selain kekuatan alami yang dimiliki oleh inti biji baja murni itu sendiri, juga karena adanya kekuatan rajah berkekuatan gaib yang diguratkan Ki Banyubiru di seputar timang berkulit buaya tersebut.
Kekuatan dan keampuhan ikat pinggang Kiai Bajulgiling beberapa kali dialami dan dibuktikan sendiri oleh JakaTingkir.
Sebelum berguru ke Ki Banyubiru, Jaka Tingkir atau Mas Karebet ini pernah juga berguru ke Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Sela.
Setelah berguru kepada Ageng Sela, dan Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir lalu disuruh untuk mengabdi ke Keraton Demak Bintoro.
Di Kesultanan Demak ini Jaka Tingkir melamar sebagai pengawal pribadi. Keberhasilannya meloncati kolam masjid dengan lompatan ke belakang tanpa sengaja, karena sekonyong-konyong Jaka Tingkir harus menghindari Sultan dan para pengiringnya memperlihatkan bahwa dialah orang yang tepat sebagai pengawal.
Jaka Tingkir pun pandai menarik simpati raja Demak Trenggono sehingga dia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat Lurah Wiratamtama.
Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir ditugaskan menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer.
Ketika dihadapan Jaka Tingkir, Dadungawuk tidak ingin diseleksi seperti yang lain, namun malah ingin menjajal kesaktian dari Jaka Tingkir.
Karena merasa diremehkan, Jaka Tingkir sakit hati dan tidak bisa menahan emosinya sehingga Dadungawuk ditusuk dengan Sadak Kinang (tusuk konde) yang menembus jantungnya.
Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak karena konon Dadungdawuk juga merupakan kerabat Kesultanan Demak.
Kepergiannya menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan-kawannya. Dengan rasa putus asa Jaka Tingkir pulang kembali dan ingin mati saja.
Dua orang pertapa, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang (suami dari putri Bondan Kejawen atau adik Ki Ageng Getas Pendawa, kakek buyut Panempahan Senopati) memberinya semangat.
Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging. Disana Jaka Tingkir mendengar suara atau wangsit yang menyuruhnya pergi ke tokoh keramat lain, yaitu Ki Buyut dari Banyubiru.
Lalu Mas Karebet atau Jaka Tingkir pergi menemui Ki Buyut Banyubiru. Ki Banyubiru yang telah mengetahui maksud kedatangan Jaka Tingkir pun langsung menerimanya sebagai murid.
Oleh guru yang sakti ini, Jaka Tingkir diberikan pelajaran-pelajaran ilmu kedigjayaan di Gunung Lawu. Salah satunya adalah dengan merendam diri dalam sungai yang dingin, dengan tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu dalam diri Jaka Tingkir.
Setelah beberapa bulan lamanya Jaka Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru sudah memperbolehkan Jaka Tingkir untuk menemui Sultan Demak guna memohon pengampunan atas kesalahan yang pernah dilakukannya yaitu membunuh Dadungawuk.
Sebelum berangkat ke Demak Ki Buyut Banyubiru memberikannya azimat Timang Kiai Bajulgiling.
Perjalanan kembali Jaka Tingkir ke Demak dilakukan dengan getek (rakit yang hanya terdiri dari susunan beberapa batang bambu).
Saat akan melewati Kedung Srengenge, Jaka Tingkir menghadapi hambatan karena adanya sekawanan buaya, kurang lebih berjumlah 40 ekor, yang menjadi penghuni dan penjaga kedung tersebut.
Percaya dengan kekuatan gaib dari timang ikat pinggang pemberian Ki Buyut Banyubiru, Jaka Tingkir nekad mengayuhkan geteknya memasuki kawasan Kedung Srengenge.
Bahaya pun mengancam ketika sekawanan buaya menghadang dan mengitari rakitnya. Namun berkat kekuatan gaib dari Timang Kiai Bajulgiling, buaya-buaya yang semula buas beringas seketika menjadi lemah dan akhirnya tunduk pada Jaka Tingkir.
Bahkan keempat puluh buaya ekor buaya itu menjadi pengawal perjalanan Jaka Tingkir selama menyebrangi Kedung Srengenge dengan berenang di kiri-kanan, depan dan belakang rakitnya (bersambung).
Sumber: wikipedia dan majalah misteri (diolah dari berbagai sumber)
Karena konon timang Kiai Bajulgiling dibuat oleh Ki Buyut Banyubiru dari biji baja murni yang diambil dari dalam gumpalan magma lahar Gunung Merapi dan kulit buaya. Dengan kekuatan gaibnya, bijih baja murni itu oleh Ki Banyubiru dibuat menjadi pusaka.
Berdasarkan Babad Jawi dan Babad Pengging, kekuatan gaib yang dimiliki timang Kiai Bajulgiling ialah, barang siapa yang memakai ikat pinggang Kiai Bajulgiling ini, maka dia akan kebal dari segala macam senjata tajam dan ditakuti semua binatang buas.
Hal ini selain kekuatan alami yang dimiliki oleh inti biji baja murni itu sendiri, juga karena adanya kekuatan rajah berkekuatan gaib yang diguratkan Ki Banyubiru di seputar timang berkulit buaya tersebut.
Kekuatan dan keampuhan ikat pinggang Kiai Bajulgiling beberapa kali dialami dan dibuktikan sendiri oleh JakaTingkir.
Sebelum berguru ke Ki Banyubiru, Jaka Tingkir atau Mas Karebet ini pernah juga berguru ke Sunan Kalijaga dan Ki Ageng Sela.
Setelah berguru kepada Ageng Sela, dan Sunan Kalijaga, Jaka Tingkir lalu disuruh untuk mengabdi ke Keraton Demak Bintoro.
Di Kesultanan Demak ini Jaka Tingkir melamar sebagai pengawal pribadi. Keberhasilannya meloncati kolam masjid dengan lompatan ke belakang tanpa sengaja, karena sekonyong-konyong Jaka Tingkir harus menghindari Sultan dan para pengiringnya memperlihatkan bahwa dialah orang yang tepat sebagai pengawal.
Jaka Tingkir pun pandai menarik simpati raja Demak Trenggono sehingga dia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat Lurah Wiratamtama.
Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir ditugaskan menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer.
Ketika dihadapan Jaka Tingkir, Dadungawuk tidak ingin diseleksi seperti yang lain, namun malah ingin menjajal kesaktian dari Jaka Tingkir.
Karena merasa diremehkan, Jaka Tingkir sakit hati dan tidak bisa menahan emosinya sehingga Dadungawuk ditusuk dengan Sadak Kinang (tusuk konde) yang menembus jantungnya.
Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak karena konon Dadungdawuk juga merupakan kerabat Kesultanan Demak.
Kepergiannya menimbulkan rasa sedih yang mendalam pada kawan-kawannya. Dengan rasa putus asa Jaka Tingkir pulang kembali dan ingin mati saja.
Dua orang pertapa, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang (suami dari putri Bondan Kejawen atau adik Ki Ageng Getas Pendawa, kakek buyut Panempahan Senopati) memberinya semangat.
Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging. Disana Jaka Tingkir mendengar suara atau wangsit yang menyuruhnya pergi ke tokoh keramat lain, yaitu Ki Buyut dari Banyubiru.
Lalu Mas Karebet atau Jaka Tingkir pergi menemui Ki Buyut Banyubiru. Ki Banyubiru yang telah mengetahui maksud kedatangan Jaka Tingkir pun langsung menerimanya sebagai murid.
Oleh guru yang sakti ini, Jaka Tingkir diberikan pelajaran-pelajaran ilmu kedigjayaan di Gunung Lawu. Salah satunya adalah dengan merendam diri dalam sungai yang dingin, dengan tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu dalam diri Jaka Tingkir.
Setelah beberapa bulan lamanya Jaka Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru sudah memperbolehkan Jaka Tingkir untuk menemui Sultan Demak guna memohon pengampunan atas kesalahan yang pernah dilakukannya yaitu membunuh Dadungawuk.
Sebelum berangkat ke Demak Ki Buyut Banyubiru memberikannya azimat Timang Kiai Bajulgiling.
Perjalanan kembali Jaka Tingkir ke Demak dilakukan dengan getek (rakit yang hanya terdiri dari susunan beberapa batang bambu).
Saat akan melewati Kedung Srengenge, Jaka Tingkir menghadapi hambatan karena adanya sekawanan buaya, kurang lebih berjumlah 40 ekor, yang menjadi penghuni dan penjaga kedung tersebut.
Percaya dengan kekuatan gaib dari timang ikat pinggang pemberian Ki Buyut Banyubiru, Jaka Tingkir nekad mengayuhkan geteknya memasuki kawasan Kedung Srengenge.
Bahaya pun mengancam ketika sekawanan buaya menghadang dan mengitari rakitnya. Namun berkat kekuatan gaib dari Timang Kiai Bajulgiling, buaya-buaya yang semula buas beringas seketika menjadi lemah dan akhirnya tunduk pada Jaka Tingkir.
Bahkan keempat puluh buaya ekor buaya itu menjadi pengawal perjalanan Jaka Tingkir selama menyebrangi Kedung Srengenge dengan berenang di kiri-kanan, depan dan belakang rakitnya (bersambung).
Sumber: wikipedia dan majalah misteri (diolah dari berbagai sumber)
(sms)