Jumlah Pasien Positif Bertambah, GTPP COVID-19 di Medan Dinilai Kurang Serius Bekerja
loading...
A
A
A
MEDAN - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Kota Medan yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan, Akhyar Nasution, dinilai kurang serius bekerja dalam menangani virus.
Pasalnya, sesuai data GTPP Covid-19 Kota Medan, kasus positif Covid-19 di Kota Medan terjadi peningkatan mencapai 1.094 orang hingga 3 Juli 2020. Padahal saat 2 Juni 2020, jumlah positif hanya dikisaran 288 kasus.
Uniknya, persoalan yang muncul bukan hanya kasus positif yang tidak menunjukkan penurunan angka, namun juga terdapat laporan yang ditengarai terjadi penyimpanan dalam pembagian sembako kepada sejumlah warga di Kota Medan. (BACA JUGA: Tolak RUU HIP, Pendemo Bakar Bendera PKI)
Koordinator EksekutifSentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (Sahdar) Ibrahim mengatakan,Posko Pengaduan dan Pemantauan Penanganan Covid-19 yang dibuka Sahdar bersama ICW, terlihat cukup banyak laporan yang masuk terkait persolan penanganab Covid-19 di Kota Medan.
"Sudah lebih dari 35 laporan yang kita terima, diantaranya terjadi di Kota Medan," kata Ibrahim, pria yang akrab disapa Baim ini, Minggu (4/7/2020).
Dia mengatakan, akibatnya banyaknya kasus yang dilaporkan warga, pihaknya kemudian mempertanyakan kinerja GTPP Covid-19 Kota Medan.
Sebab, pasca dikeluarkan Peraturan Walikota (Perwal) No 11 Tahun 2020, Pemko Medan seharusnya tidak cukup hanya bergerak untuk membagikan Jaringan Pengaman Sosial (JPS) seperti, menyalurkan sembako kepada masyarakat terdampak Covid-19.
Namun Pemko Medan juga harus melakukan tes massal kepada warga agar dapat melakukan pemetaan kluster yang terjadi ditengah warga.
"Sebagai tim yang dipercaya untuk penanganan, GTPP Covid-19 Pemko Medan harusnya bergerak cepat untuk melakukan test massal kepada masyarakat agar bisa memetakan kluster Covid- 29 yang terjadi di tengah masyarakat. Mengingat Kota Medan merupakan daerah dengan mobilitas yang paling tinggi di Sumatera Utara," terangnya. (BACA JUGA: Suami yang Digelandang Istri dari Hotel Ditetapkan Tersangka)
Ibrahim menjelaskan, Akhyar Nasution sebagai Ketua tim GTPP Covid-19dinilai tidak terbuka dalam berkomunikasi dalam mengatasi sejumlah permasalahan, seperti pernyataannya yang beberapa waktu lalu yang menegaskan sampai kapanpun tidak akan menghadiri undangan panitia khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Medan.
"Padahal, anggota dewan mengundangnya sebagai Ketua GTPP Covid-19, dengan tujuan berkomunikasi mencari jalan keluar masalah," paparnya.
Seperti diketahui, Pansus Covid-19 DPRD Medan sudah 3 kali mengundang Akhyar Nasution dalam kapasitasnya sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Medan untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor DPRD Medan. Rencana DPRD Medan waktu itu ingin menggunakan hak interpelasi (bertanya) terkait penanganan Covid-19 tersebut. Namun rencana itu pupus akibat Akhyar tak kunjung hadir memenuhi undangan DPRD tersebut.
Sementara itu,Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan, Wijaya Juwarna sempat mengungkapkan keraguannya pada kinerja GTPP Covid-19 Kota Medan.
"Hingga kini kasus Covid-19 di Kota Medan, tidak pernah nampak puncaknya dimana. Sementara Jakarta yang lebih komplek permasalahannya bisa," tuturnya.
Menurut Juwana, sebenarnya sudah cukup lelah juga mengingatkan pihak terkait di tim GTPP Covid-19, sebab penyakit ini adalah penyakit karantina. Dan sumbernya dari sejumlah turis yang masuk ke wilayah ini. Maka tentu harus diperketat sistem karantina di bandara dan pelabuhan.
Selain itu, IDI Kota Medan juga sudah mengingatkan, Covid-19 merupakan penyakit ini mudah menular dari manusia ke manusia, sehingga perlu penanganan penyakit terpusat.
"Tidak boleh seluruh rumah sakit melayani penyakit ini. Karena pasien bukan cuma Covid-19," jelasnya.
Juwana menambahkan, jika semua rumah sakit menangani pasien Covid-19, maka problem yang muncul adalah potensi menularkan pasien non Covid-19 dan masyarakat sekitar lebih besar. Selain itu, tenaga medis tidak bisa dikendalikan rotasinya.
"Misalnya ada 10 rumah sakit, ada 10 spesialis parunya. Kalau semua melayani, maka dia akan sampai pada titik jenuh atau kelelahan. Akhirnya, rentan tertular," jelas dokter spesialis THT ini. (BACA JUGA: Sengketa lahan di Asahan, Kelompok Tani Pasada Lestari: Itu Hutan Kami)
Untuk salah satu solusinya kata dia, harus ada Rumah Sakit (RS) khusus untuk itu menangani Covid-19. Misalnya, pihak terkait harus menetapkan, RS Adam Malik, RS Pirngadi, RS Haji dan RS USU sebagai pusat penanganan.
Perlunya penetapan RS khusus Covid-19 milik pemerintah tersebut, karena dianggap memiliki peralatan medis yang lebih lengkap, sehingga dapat lebih maksimal. Namun karena kurangnya peralatan medis disejumlah RS swasta, maka potensi terpapar kepada paramedis dan dokter ditengarai lebih besar.
"Artinya ada masalah di situ (RS Swasta). Kita tidak bisa akses ke dalam, tapi melihat kasus yang banyak, kemungkinan ada problem di situ,” tandasnya.
Pasalnya, sesuai data GTPP Covid-19 Kota Medan, kasus positif Covid-19 di Kota Medan terjadi peningkatan mencapai 1.094 orang hingga 3 Juli 2020. Padahal saat 2 Juni 2020, jumlah positif hanya dikisaran 288 kasus.
Uniknya, persoalan yang muncul bukan hanya kasus positif yang tidak menunjukkan penurunan angka, namun juga terdapat laporan yang ditengarai terjadi penyimpanan dalam pembagian sembako kepada sejumlah warga di Kota Medan. (BACA JUGA: Tolak RUU HIP, Pendemo Bakar Bendera PKI)
Koordinator EksekutifSentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (Sahdar) Ibrahim mengatakan,Posko Pengaduan dan Pemantauan Penanganan Covid-19 yang dibuka Sahdar bersama ICW, terlihat cukup banyak laporan yang masuk terkait persolan penanganab Covid-19 di Kota Medan.
"Sudah lebih dari 35 laporan yang kita terima, diantaranya terjadi di Kota Medan," kata Ibrahim, pria yang akrab disapa Baim ini, Minggu (4/7/2020).
Dia mengatakan, akibatnya banyaknya kasus yang dilaporkan warga, pihaknya kemudian mempertanyakan kinerja GTPP Covid-19 Kota Medan.
Sebab, pasca dikeluarkan Peraturan Walikota (Perwal) No 11 Tahun 2020, Pemko Medan seharusnya tidak cukup hanya bergerak untuk membagikan Jaringan Pengaman Sosial (JPS) seperti, menyalurkan sembako kepada masyarakat terdampak Covid-19.
Namun Pemko Medan juga harus melakukan tes massal kepada warga agar dapat melakukan pemetaan kluster yang terjadi ditengah warga.
"Sebagai tim yang dipercaya untuk penanganan, GTPP Covid-19 Pemko Medan harusnya bergerak cepat untuk melakukan test massal kepada masyarakat agar bisa memetakan kluster Covid- 29 yang terjadi di tengah masyarakat. Mengingat Kota Medan merupakan daerah dengan mobilitas yang paling tinggi di Sumatera Utara," terangnya. (BACA JUGA: Suami yang Digelandang Istri dari Hotel Ditetapkan Tersangka)
Ibrahim menjelaskan, Akhyar Nasution sebagai Ketua tim GTPP Covid-19dinilai tidak terbuka dalam berkomunikasi dalam mengatasi sejumlah permasalahan, seperti pernyataannya yang beberapa waktu lalu yang menegaskan sampai kapanpun tidak akan menghadiri undangan panitia khusus (Pansus) Covid-19 DPRD Medan.
"Padahal, anggota dewan mengundangnya sebagai Ketua GTPP Covid-19, dengan tujuan berkomunikasi mencari jalan keluar masalah," paparnya.
Seperti diketahui, Pansus Covid-19 DPRD Medan sudah 3 kali mengundang Akhyar Nasution dalam kapasitasnya sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Medan untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kantor DPRD Medan. Rencana DPRD Medan waktu itu ingin menggunakan hak interpelasi (bertanya) terkait penanganan Covid-19 tersebut. Namun rencana itu pupus akibat Akhyar tak kunjung hadir memenuhi undangan DPRD tersebut.
Sementara itu,Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Medan, Wijaya Juwarna sempat mengungkapkan keraguannya pada kinerja GTPP Covid-19 Kota Medan.
"Hingga kini kasus Covid-19 di Kota Medan, tidak pernah nampak puncaknya dimana. Sementara Jakarta yang lebih komplek permasalahannya bisa," tuturnya.
Menurut Juwana, sebenarnya sudah cukup lelah juga mengingatkan pihak terkait di tim GTPP Covid-19, sebab penyakit ini adalah penyakit karantina. Dan sumbernya dari sejumlah turis yang masuk ke wilayah ini. Maka tentu harus diperketat sistem karantina di bandara dan pelabuhan.
Selain itu, IDI Kota Medan juga sudah mengingatkan, Covid-19 merupakan penyakit ini mudah menular dari manusia ke manusia, sehingga perlu penanganan penyakit terpusat.
"Tidak boleh seluruh rumah sakit melayani penyakit ini. Karena pasien bukan cuma Covid-19," jelasnya.
Juwana menambahkan, jika semua rumah sakit menangani pasien Covid-19, maka problem yang muncul adalah potensi menularkan pasien non Covid-19 dan masyarakat sekitar lebih besar. Selain itu, tenaga medis tidak bisa dikendalikan rotasinya.
"Misalnya ada 10 rumah sakit, ada 10 spesialis parunya. Kalau semua melayani, maka dia akan sampai pada titik jenuh atau kelelahan. Akhirnya, rentan tertular," jelas dokter spesialis THT ini. (BACA JUGA: Sengketa lahan di Asahan, Kelompok Tani Pasada Lestari: Itu Hutan Kami)
Untuk salah satu solusinya kata dia, harus ada Rumah Sakit (RS) khusus untuk itu menangani Covid-19. Misalnya, pihak terkait harus menetapkan, RS Adam Malik, RS Pirngadi, RS Haji dan RS USU sebagai pusat penanganan.
Perlunya penetapan RS khusus Covid-19 milik pemerintah tersebut, karena dianggap memiliki peralatan medis yang lebih lengkap, sehingga dapat lebih maksimal. Namun karena kurangnya peralatan medis disejumlah RS swasta, maka potensi terpapar kepada paramedis dan dokter ditengarai lebih besar.
"Artinya ada masalah di situ (RS Swasta). Kita tidak bisa akses ke dalam, tapi melihat kasus yang banyak, kemungkinan ada problem di situ,” tandasnya.
(vit)