Ridwan Kamil Akui Belum Temukan Solusi Tepat Atasi COVID-19
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil memaparkan strategi yang telah dilakukan Pemprov Jabar dalam penanganan pandemi virus Corona atau COVID-19. Dalam paparannya, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengakui bahwa pihaknya masih terus berupaya mencari solusi tepat untuk melawan pandemi COVID-19.
Hal itu dipaparkan Ridwan Kamil kepada perwakilan United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB di Indonesia melalui video conference di Rumah Dinas Gubernur Jabar, Gedung Negara Pakuan, Jalan Otto Iskandardinata, Kota Bandung, Senin (27/4/2020).
"Seperti yang kita ketahui, pandemi COVID-19 ini menjadi isu global, berdampak bagi sektor harian hingga industri. Semua pemimpin di setiap provinsi pun menghadapi tantangan yang sama seperti kami," ungkapnya.
"Kami tidak memiliki teladan (solusi) yang pasti dalam menangani COVID-19. Setiap hari, kami melakukan eksperimen di sana-sini, tapi kami coba menyimpulkan apa yang kami lakukan hingga kini," sambung Kang Emil.
Menurutnya, terdapat lima kebijakan yang selama ini sudah diterapkan Pemprov Jabar dalam penanganan pandemi COVID-19 yang disebutnya kebijakan proaktif. (Baca juga; Bogor, Depok, dan Bekasi, Sepakat Perpanjang PSBB Sampai 24 Mei 2020 )
"Contohnya, Jabar adalah provinsi pertama yang melakukan tes berbasis metode PCR (polymerase chain reaction) ketika saat itu semua (uji) PCR dipusatkan di Jakarta. Jadi kami membeli tes kit dari Korea Selatan. Dua minggu setelah kami melakukan itu, pemerintah pusat mengubah aturan menjadi desentralisasi PCR (di daerah)," terangnya.
Kedua adalah transparansi. Sejak awal pandemi, kata Kang Emil, pihaknya sangat sadar tidak boleh menutupi data. Oleh karenanya, Pemprov Jabar membuat aplikasi Pikobar (Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat) yang menampilkan data mutakhir terkait penanganan pasien COVID-19. "Setiap hari ada update terkait terduga, pasien, dan alamatnya hingga level kelurahan," imbuh Kang Emil.
Ketiga, Pemprov Jabar selalu mengambil pendekatan ilmiah berdasarkan data dan ilmu pengetahuan. Pihaknya mengaku membuat kebijakan berdasarkan masukan para ahli, seperti berapa jumlah warga yang harus menjalani tes COVID-19.
"Berdasarkan masukan para ahli, kami memutuskan Jabar harus melakukan tes terhadap 0,6 persen warganya untuk mengetahui peta persebaran COVID-19," jelas Kang Emil. (Baca juga; 10.000 Paket Sembako Bakal Dibagi ke Warga Kota Bandung )
Keempat, pihaknya menggerakkan seluruh industri untuk mengubah fokusnya demi melawan pandemi COVID-19. Baru-baru ini, kata Kang Emil, PT Biofarma bisa memproduksi reagen PCR.
Pihaknya juga menggerakkan PT Dirgantara Indonesia untuk membuat ventilator bagi pasien yang masih bisa bernapas sendiri. Bahkan, PT Pindad yang biasanya memproduksi peralatan militer juga kini memproduksi ventilator untuk pasien yang tidak bisa bernapas sendiri.
"Kami juga satu-satunya provinsi yang memiliki fasilitas waste management untuk COVID-19. Jadi, seluruh Jawa, Banten, dan Jakarta menggunakan fasilitas kami," sebut Kang Emil merujuk PT Jasa Medivest, anak perusahaan BUMD Jabar Jasa Sarana yang fokus dalam pengelolaan limbah medis.
Terakhir, Kang Emil mengatakan bahwa pihaknya menerapkan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam penanggulangan pandemi ini, salah satunya yakni hampir 50 persen alat rapid diagnostic test (RDT) untuk tes masif yang dimiliki Jabar merupakan donasi dari Yayasan Buddha Tzu Chi.
"Dengan berkolaborasi, kami juga menggerakkan Karang Taruna untuk membantu warga yang terinfeksi. Ibu-ibu PKK juga fokus membuat dapur umum karena kami ingin memastikan tidak ada yang kelaparan. Jadi kolaborasi juga menjadi kunci dalam penanganan (COVID-19)," ujarnya.
Hal itu dipaparkan Ridwan Kamil kepada perwakilan United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB di Indonesia melalui video conference di Rumah Dinas Gubernur Jabar, Gedung Negara Pakuan, Jalan Otto Iskandardinata, Kota Bandung, Senin (27/4/2020).
"Seperti yang kita ketahui, pandemi COVID-19 ini menjadi isu global, berdampak bagi sektor harian hingga industri. Semua pemimpin di setiap provinsi pun menghadapi tantangan yang sama seperti kami," ungkapnya.
"Kami tidak memiliki teladan (solusi) yang pasti dalam menangani COVID-19. Setiap hari, kami melakukan eksperimen di sana-sini, tapi kami coba menyimpulkan apa yang kami lakukan hingga kini," sambung Kang Emil.
Menurutnya, terdapat lima kebijakan yang selama ini sudah diterapkan Pemprov Jabar dalam penanganan pandemi COVID-19 yang disebutnya kebijakan proaktif. (Baca juga; Bogor, Depok, dan Bekasi, Sepakat Perpanjang PSBB Sampai 24 Mei 2020 )
"Contohnya, Jabar adalah provinsi pertama yang melakukan tes berbasis metode PCR (polymerase chain reaction) ketika saat itu semua (uji) PCR dipusatkan di Jakarta. Jadi kami membeli tes kit dari Korea Selatan. Dua minggu setelah kami melakukan itu, pemerintah pusat mengubah aturan menjadi desentralisasi PCR (di daerah)," terangnya.
Kedua adalah transparansi. Sejak awal pandemi, kata Kang Emil, pihaknya sangat sadar tidak boleh menutupi data. Oleh karenanya, Pemprov Jabar membuat aplikasi Pikobar (Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat) yang menampilkan data mutakhir terkait penanganan pasien COVID-19. "Setiap hari ada update terkait terduga, pasien, dan alamatnya hingga level kelurahan," imbuh Kang Emil.
Ketiga, Pemprov Jabar selalu mengambil pendekatan ilmiah berdasarkan data dan ilmu pengetahuan. Pihaknya mengaku membuat kebijakan berdasarkan masukan para ahli, seperti berapa jumlah warga yang harus menjalani tes COVID-19.
"Berdasarkan masukan para ahli, kami memutuskan Jabar harus melakukan tes terhadap 0,6 persen warganya untuk mengetahui peta persebaran COVID-19," jelas Kang Emil. (Baca juga; 10.000 Paket Sembako Bakal Dibagi ke Warga Kota Bandung )
Keempat, pihaknya menggerakkan seluruh industri untuk mengubah fokusnya demi melawan pandemi COVID-19. Baru-baru ini, kata Kang Emil, PT Biofarma bisa memproduksi reagen PCR.
Pihaknya juga menggerakkan PT Dirgantara Indonesia untuk membuat ventilator bagi pasien yang masih bisa bernapas sendiri. Bahkan, PT Pindad yang biasanya memproduksi peralatan militer juga kini memproduksi ventilator untuk pasien yang tidak bisa bernapas sendiri.
"Kami juga satu-satunya provinsi yang memiliki fasilitas waste management untuk COVID-19. Jadi, seluruh Jawa, Banten, dan Jakarta menggunakan fasilitas kami," sebut Kang Emil merujuk PT Jasa Medivest, anak perusahaan BUMD Jabar Jasa Sarana yang fokus dalam pengelolaan limbah medis.
Terakhir, Kang Emil mengatakan bahwa pihaknya menerapkan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam penanggulangan pandemi ini, salah satunya yakni hampir 50 persen alat rapid diagnostic test (RDT) untuk tes masif yang dimiliki Jabar merupakan donasi dari Yayasan Buddha Tzu Chi.
"Dengan berkolaborasi, kami juga menggerakkan Karang Taruna untuk membantu warga yang terinfeksi. Ibu-ibu PKK juga fokus membuat dapur umum karena kami ingin memastikan tidak ada yang kelaparan. Jadi kolaborasi juga menjadi kunci dalam penanganan (COVID-19)," ujarnya.
(wib)