Kabar Baik, Vaksin Covid-19 Bisa Tersedia pada September 2020
loading...
A
A
A
LONDON - Kabar baik datang dari Universitas Oxford di Inggris. Para ilmuwan, khususnya pakar vaksin kampus ternama itu optimistis bisa merampungkan vaksin untuk virus corona baru alias covid-19 pada September 2020. Keberadaan vaksin tersebut diharapkan dapat mengakhiri pandemi corona yang telah merenggut puluhan ribu nyawa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tiga kandidat vaksin sedang menjalani uji klinis pada manusia. Sedangkan 67 vaksin lainnya dalam fase praklinis. Paling standar, penemuan dan pengujian sebuah vaksin memerlukan waktu selama 18 bulan. Namun, Universitas Oxford yakin hanya butuh waktu lima bulan lagi agar vaksin corona buatannya rampung.
"Saya 80% percaya diri bahwa vaksin yang dikembangkan tim penelitinya akan bekerja dan siap untuk digunakan dalam lima bulan mendatang,” kata Sarah Gilbert, profesor vaksin di Universitas Oxford, kepada The Times. Uji pada manusia akan dilaksanakan dalam dua pekan mendatang.
“Saya pikir kesempatannya sangat besar bahwa itu akan bekerja dan kita telah mendapatkan vaksin tipe ini,” kata Gilbert. “Itu bukan dugaan dan setiap pekan kita bekerja dengan banyak data. Saya yakin 80%. Itu pandangan saya,” sambung Sarah.
Pakar vaksin ternama Inggris itu menyatakan timnya sedang berunding dengan pemerintah Inggris untuk memulai produksi vaksin secara massal secepatnya. “Kita tidak ingin menunda. Vaksin ini sangat efektif,” paparnya.
Setidaknya terdapat 60 kandidat vaksin dan obat untuk virus corona yang dikembangkan berbagai laboratorium, institusi, dan perusahaan di seluruh dunia. Umumnya, sebagian besar vaksin dan obat itu dalam uji klinis. Sedikitnya satu vaksin yang dikembangkan Moderna asal Amerika Serikat (AS) sedang menjalani uji klinis bulan lalu.
Di Israel, para ilmuwan dari Migal Galilee Research Institute menyatakan vaksin virus corona siap uji coba dalam beberapa pekan mendatang. Namun, vaksin tersebut tidak akan tersedia dalam beberapa bulan karena proses pengujian yang birokratis dan proses persetujuan.
Para pakar farmasi dan industri memperingatkan bahwa pengembangan vaksin memerlukan waktu 12 hingga 18 bulan untuk pengembangan, pengujian klinis, dan persetujuan keselamatan.
Di AS sendiri, para peneliti melakukan pengujian keamanan dan keselamatan vaksin Covid-19 dengan menggunakan suntikan. “Hal paling penting adalah pengujian yang pernah kita laksanakan,” kata John Ervin dari Center for Pharmaceutical Research.
Pengujian vaksin juga dikembangkan Inovio Pharmaceuticals, sebagai bagian kerja sama global untuk menemukan perlindungan terhadap virus yang memicu krisis ekonomi dan memaksakan miliaran orang harus bertahan di rumah. Penelitian Inovio telah menguji dua dosis vaksin bernama INO-4800 terhadap 40 sukarelawan di laboratorium penelitian Kansas dan Universitas Pennsylvania. Mereka juga bekerja dengan peneliti China yang melakukan kajian sama.
Tahap awal penelitian itu menunjukkan vaksin tersebut cukup aman dan perlunya pengujian dalam jumlah besar. Tujuannya, menunjukkan bahwa vaksin tersebut memang melindungi dari serangan virus korona. “Hal baik adalah kita mendapatkan banyak kandidat vaksin,” kata Anthony Fauci, kepala bagian penyakit infeksi National Institutes of Health.
Sebagian besar vaksin yang dikembangkan memiliki target yang sama. Protein lonjakan yang mengikat permukaan virus dan membantunya menyerang sel manusia. Namun, banyak yang bekerja dengan cara yang sangat berbeda, sehingga penting untuk menguji opsi yang berbeda.
Peneliti Inovio mengemas kode genetik virus dalam DNA sintetis. Dengan menginjeksi sebagai vaksin, sel akan bekerja sebagai pabrik kecil untuk memproduksi salinan protein yang tidak berbahaya. Sistem imunitas memproduksi antibodi untuk melindungi dari serangan virus.
Vaksin DNA itu merupakan teknologi baru. Namun, Inovio mengembangkan vaksin eksperimental untuk melawan penyakit. “DNA sintesis dalam jumlah besar bisa melakukan penetrasi ke sel manusia dan sinyal membantu vaksin berpenetrasi dan bisa bekerja,” kata kepala pengembangan dan penelitian Inovio, Kate Broderick.
Kandidat vaksin NIH yang dikembangkan Moderna juga memiliki sistem kerja yang sama. Vaksin itu menggunakan kode genetik penyampai pesan RNA yang disuntikkan ke dekat tulang. Baik vaksin NIH maupun Inovio tidak dikembangkan dari virus yang sebenarnya sehingga tidak memiliki kesempatan terinfeksi dari vaksin. Selain itu, lebih cepat melakukan perlindungan dibandingkan suntikan vaksin tradisional.
Sebelumnya, Badan Sains Nasional Australia mengumumkan proses tahap pertama uji vaksin Covid-19. Langkah itu di tengah perlombaan banyak negara, institusi kesehatan, dan perusahaan farmasi menciptakan vaksin dan obat untuk menangkal pandemi korona. Uji praklinis itu dilaksanakan Organisasi Penelitian Industri dan Sains Persemakmuran (CSIRO) terhadap musang yang disuntiki dua vaksin.
Penelitian yang didanai National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) bersama dengan Kaiser Permanente Health Research Institute di Seattle menguji vaksin yang aman bagi manusia. Para partisipan menerima dua dosis vaksin dan dimonitor selama satu tahun.
Perusahaan farmasi AS Pfizer sudah menandatangani kerja sama dengan BioNTech di Jerman untuk mengembangkan vaksin virus corona. Dua perusahaan itu berkolaborasi bersama-sama untuk mendistribusikan vaksin di luar China. Mereka juga sudah menyepakati faktor finansial untuk pengembangan dan komersialisasi vaksin tersebut.
Berapa Harga Vaksin Virus Corona?
CEO Moderna Stephane Bancel mengungkapkan, harga vaksin virus corona yang akan diproduksi tidak akan mahal. Namun, dia tidak menyebutkan berapa harga vaksin tersebut. "Kita akan memikirkan harga vaksin ini bisa saja lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin virus pernapasan," katanya.
Pasalnya, harga vaksin pneumonia saja mencapai USD800 (Rp12,5 juta) untuk empat kali suntikan yang biasa disebut dengan Prevnar 13. “Vaksin tersebut untuk mencegah pneumonia,” kata Bancel. Dia mengungkapkan, pihaknya belum menentukan harga vaksin corona karena berkaitan dengan kesehatan publik dan harga tersebut juga harus mendapatkan persetujuan pemerintah.
Dalam pandangan Jason Nickerson, penasihat hubungan kemanusiaan Universitas Ottawa, mengungkapkan harga vaksin seharusnya bisa dijangkau dan tersedia bagi publik. "Harga vaksin yang adil dan terjangkau oleh masyarakat dunia. Apalagi, penelitian vaksin juga menggunakan dana pemerintah," katanya.
Pemerintah AS belum bisa menjamin harga vaksin. “Baru-baru ini mengatakan dirinya tidak menjamin harga vaksin bisa terjangkau karena sektor swasta juga telah berinvestasi besar,” kata Menteri Kesehatan AS Alex Azar. Meskipun pengembangan vaksin itu juga menggunakan dana dari pajak yang dibayar rakyat AS. Dia juga tidak menjamin kalau seluruh rakyat AS bisa membeli vaksin tersebut. Namun demikian, Azar mengungkapkan bahwa dirinya akan bekerja maksimal agar harga vaksin bisa terjangkau.
Berbeda dengan negara-negara Uni Eropa, pemerintah AS tidak memiliki kemampuan untuk mengatur perusahaan swasta tentang harga vaksin baru. Pasalnya, untuk pengembangan vaksin baru diperlukan dana sekitar USD1 miliar. Apalagi, ada kemungkinan 94% pembuatan vaksin bisa mengalami kegagalan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tiga kandidat vaksin sedang menjalani uji klinis pada manusia. Sedangkan 67 vaksin lainnya dalam fase praklinis. Paling standar, penemuan dan pengujian sebuah vaksin memerlukan waktu selama 18 bulan. Namun, Universitas Oxford yakin hanya butuh waktu lima bulan lagi agar vaksin corona buatannya rampung.
"Saya 80% percaya diri bahwa vaksin yang dikembangkan tim penelitinya akan bekerja dan siap untuk digunakan dalam lima bulan mendatang,” kata Sarah Gilbert, profesor vaksin di Universitas Oxford, kepada The Times. Uji pada manusia akan dilaksanakan dalam dua pekan mendatang.
“Saya pikir kesempatannya sangat besar bahwa itu akan bekerja dan kita telah mendapatkan vaksin tipe ini,” kata Gilbert. “Itu bukan dugaan dan setiap pekan kita bekerja dengan banyak data. Saya yakin 80%. Itu pandangan saya,” sambung Sarah.
Pakar vaksin ternama Inggris itu menyatakan timnya sedang berunding dengan pemerintah Inggris untuk memulai produksi vaksin secara massal secepatnya. “Kita tidak ingin menunda. Vaksin ini sangat efektif,” paparnya.
Setidaknya terdapat 60 kandidat vaksin dan obat untuk virus corona yang dikembangkan berbagai laboratorium, institusi, dan perusahaan di seluruh dunia. Umumnya, sebagian besar vaksin dan obat itu dalam uji klinis. Sedikitnya satu vaksin yang dikembangkan Moderna asal Amerika Serikat (AS) sedang menjalani uji klinis bulan lalu.
Di Israel, para ilmuwan dari Migal Galilee Research Institute menyatakan vaksin virus corona siap uji coba dalam beberapa pekan mendatang. Namun, vaksin tersebut tidak akan tersedia dalam beberapa bulan karena proses pengujian yang birokratis dan proses persetujuan.
Para pakar farmasi dan industri memperingatkan bahwa pengembangan vaksin memerlukan waktu 12 hingga 18 bulan untuk pengembangan, pengujian klinis, dan persetujuan keselamatan.
Di AS sendiri, para peneliti melakukan pengujian keamanan dan keselamatan vaksin Covid-19 dengan menggunakan suntikan. “Hal paling penting adalah pengujian yang pernah kita laksanakan,” kata John Ervin dari Center for Pharmaceutical Research.
Pengujian vaksin juga dikembangkan Inovio Pharmaceuticals, sebagai bagian kerja sama global untuk menemukan perlindungan terhadap virus yang memicu krisis ekonomi dan memaksakan miliaran orang harus bertahan di rumah. Penelitian Inovio telah menguji dua dosis vaksin bernama INO-4800 terhadap 40 sukarelawan di laboratorium penelitian Kansas dan Universitas Pennsylvania. Mereka juga bekerja dengan peneliti China yang melakukan kajian sama.
Tahap awal penelitian itu menunjukkan vaksin tersebut cukup aman dan perlunya pengujian dalam jumlah besar. Tujuannya, menunjukkan bahwa vaksin tersebut memang melindungi dari serangan virus korona. “Hal baik adalah kita mendapatkan banyak kandidat vaksin,” kata Anthony Fauci, kepala bagian penyakit infeksi National Institutes of Health.
Sebagian besar vaksin yang dikembangkan memiliki target yang sama. Protein lonjakan yang mengikat permukaan virus dan membantunya menyerang sel manusia. Namun, banyak yang bekerja dengan cara yang sangat berbeda, sehingga penting untuk menguji opsi yang berbeda.
Peneliti Inovio mengemas kode genetik virus dalam DNA sintetis. Dengan menginjeksi sebagai vaksin, sel akan bekerja sebagai pabrik kecil untuk memproduksi salinan protein yang tidak berbahaya. Sistem imunitas memproduksi antibodi untuk melindungi dari serangan virus.
Vaksin DNA itu merupakan teknologi baru. Namun, Inovio mengembangkan vaksin eksperimental untuk melawan penyakit. “DNA sintesis dalam jumlah besar bisa melakukan penetrasi ke sel manusia dan sinyal membantu vaksin berpenetrasi dan bisa bekerja,” kata kepala pengembangan dan penelitian Inovio, Kate Broderick.
Kandidat vaksin NIH yang dikembangkan Moderna juga memiliki sistem kerja yang sama. Vaksin itu menggunakan kode genetik penyampai pesan RNA yang disuntikkan ke dekat tulang. Baik vaksin NIH maupun Inovio tidak dikembangkan dari virus yang sebenarnya sehingga tidak memiliki kesempatan terinfeksi dari vaksin. Selain itu, lebih cepat melakukan perlindungan dibandingkan suntikan vaksin tradisional.
Sebelumnya, Badan Sains Nasional Australia mengumumkan proses tahap pertama uji vaksin Covid-19. Langkah itu di tengah perlombaan banyak negara, institusi kesehatan, dan perusahaan farmasi menciptakan vaksin dan obat untuk menangkal pandemi korona. Uji praklinis itu dilaksanakan Organisasi Penelitian Industri dan Sains Persemakmuran (CSIRO) terhadap musang yang disuntiki dua vaksin.
Penelitian yang didanai National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) bersama dengan Kaiser Permanente Health Research Institute di Seattle menguji vaksin yang aman bagi manusia. Para partisipan menerima dua dosis vaksin dan dimonitor selama satu tahun.
Perusahaan farmasi AS Pfizer sudah menandatangani kerja sama dengan BioNTech di Jerman untuk mengembangkan vaksin virus corona. Dua perusahaan itu berkolaborasi bersama-sama untuk mendistribusikan vaksin di luar China. Mereka juga sudah menyepakati faktor finansial untuk pengembangan dan komersialisasi vaksin tersebut.
Berapa Harga Vaksin Virus Corona?
CEO Moderna Stephane Bancel mengungkapkan, harga vaksin virus corona yang akan diproduksi tidak akan mahal. Namun, dia tidak menyebutkan berapa harga vaksin tersebut. "Kita akan memikirkan harga vaksin ini bisa saja lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin virus pernapasan," katanya.
Pasalnya, harga vaksin pneumonia saja mencapai USD800 (Rp12,5 juta) untuk empat kali suntikan yang biasa disebut dengan Prevnar 13. “Vaksin tersebut untuk mencegah pneumonia,” kata Bancel. Dia mengungkapkan, pihaknya belum menentukan harga vaksin corona karena berkaitan dengan kesehatan publik dan harga tersebut juga harus mendapatkan persetujuan pemerintah.
Dalam pandangan Jason Nickerson, penasihat hubungan kemanusiaan Universitas Ottawa, mengungkapkan harga vaksin seharusnya bisa dijangkau dan tersedia bagi publik. "Harga vaksin yang adil dan terjangkau oleh masyarakat dunia. Apalagi, penelitian vaksin juga menggunakan dana pemerintah," katanya.
Pemerintah AS belum bisa menjamin harga vaksin. “Baru-baru ini mengatakan dirinya tidak menjamin harga vaksin bisa terjangkau karena sektor swasta juga telah berinvestasi besar,” kata Menteri Kesehatan AS Alex Azar. Meskipun pengembangan vaksin itu juga menggunakan dana dari pajak yang dibayar rakyat AS. Dia juga tidak menjamin kalau seluruh rakyat AS bisa membeli vaksin tersebut. Namun demikian, Azar mengungkapkan bahwa dirinya akan bekerja maksimal agar harga vaksin bisa terjangkau.
Berbeda dengan negara-negara Uni Eropa, pemerintah AS tidak memiliki kemampuan untuk mengatur perusahaan swasta tentang harga vaksin baru. Pasalnya, untuk pengembangan vaksin baru diperlukan dana sekitar USD1 miliar. Apalagi, ada kemungkinan 94% pembuatan vaksin bisa mengalami kegagalan.
(tri)