Tantang KPK, Gubernur Lukas Enembe Abaikan Hukum Negara Kedepankan Hukum Adat

Rabu, 12 Oktober 2022 - 16:35 WIB
loading...
Tantang KPK, Gubernur...
Kuasa Hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin saat memberikan keterangan kepada wartawan di Jayapura, Papua, Rabu (12/10/2022). Foto: iNewsTV/Omega Batkorumbawa
A A A
JAYAPURA - Tersangka gratifikasi Rp1 miliar, Gubernur Papua Lukas Enembe menolak hukum Negara Indonesia untuk diperiksa di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dan lebih mengedepankan hukum adat.

Hal tersebut disampaikan Kuasa Hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin. Dia mengatakan, keluarga Lukas Enembe meminta diterapkan hukum adat bukan hukum Indonesia. Dia bahkan mengancam KPK yang tidak pernah menjawab surat mereka.

Aloysius juga menyampaikan bahwa kliennya, Lukas Enembe adalah kepala suku besar di Papua yang telah dikukuhkan oleh tujuh kepala suku wilayah adat yang ada di Papua sehingga pihaknya berhak untuk meminta kepada KPK untuk lebih menghargai Adat Papua.



“Saat ini negara tidak mensejajarkan Papua dengan baik dan juga harus melihat Papua. Maka dewan adat Papua mengambil ahli kasus yang telah disangkakan kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe,” ungkapnya.

Sementara, Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Soburat menyebutkan, Gubernur Lukas Enembe telah membangun Papua dengan baik, membuka akses yang terisolasi dan memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak Papua.



“Kami menganggap apa yang telah dilakukan gubernur sudah sangat luar biasa, namun semua yang telah dilakukan tidak dilihat dalam positif thinking tetapi dilihat dalam perspektif negatif,” katanya.

Sebelumnya, KPK memastikan bakal memproses hukum Gubernur Papua Lukas Enembe menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Lukas merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Papua.



Hal itu disampaikan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi pernyataan tim penasihat hukum Lukas Enembe yang meminta penanganan perkara dugaan korupsi di Provinsi Papua menggunakan hukum adat.

Ali menyayangkan pernyataan tim penasihat hukum Lukas soal permohonan hukum adat tersebut. "KPK menyayangkan pernyataan dari penasihat hukum tersangka, yang mestinya tahu dan paham persoalan hukum ini sehingga bisa memberikan nasihat-nasihat secara professional. Kami khawatir statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat menciderai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri," kata Ali Fikri, Selasa (11/10/2022).

Ali menegaskan, KPK tetap menghormati penerapan hukum adat. Sebab eksistensi seluruh hukum adat di Indonesia diakui keberadaannya. Namun, proses penegakan hukum terhadap suatu kejahatan tetap harus dilakukan lewat hukum positif yang berlaku secara nasional.



"Terlebih korupsi, maka baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional. Perihal apabila hukum adat kemudian juga akan memberikan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, hal tersebut tentu tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai UU yang berlaku," imbuhnya.

Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Lukas diduga terjerat sejumlah dugaan kasus korupsi. Di antaranya, terkait penerimaan suap dan gratifikasi proyek di daerah Papua. Lukas ditetapkan sebagai tersangka bersama sejumlah pihak lainnya.

Sementara itu, hingga kini, 200 pendukung Lukas Enembe masih berjaga di kediaman pribadinya, mereka memeriksa satu persatu siapa saja yang akan bertemu gubernur.
(nic)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1737 seconds (0.1#10.140)